TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Bahayakah Jika si Kecil Terlambat Berbicara?

Kenali risiko gangguan terlambat bicara pada anak

Freepik/bearfotos

Sebagai sosok yang paling dekat dengan si Kecil, Mama menjadi yang pertama tahu ketika ia mulai bisa melakukan hal baru. Dari yang awalnya hanya menangis, kemudian ia bisa berteriak.

Sangat menyenangkan mendengar teriakan-teriakannya, apalagi yang disertai senyuman atau tawa.

Setelah bisa tengkurap, duduk, kemudian belajar merangkak, selanjutnya Mama menanti saat ia mulai mengatakan sebuah kata untuk pertama kali.

Banyak pendapat ahli yang beredar bahwa bayi di atas usia 19 bulan mulai bisa berbicara walaupun pengucapannya tidak jelas.

Ia sudah mulai mengajak orang lain di sekitarnya untuk berkomunikasi.

Bahkan saat sedang sendirian pun ia seperti berbicara dengan orang atau sekadar menggumam.

Tapi bagaimana jika anak Mama bahkan sampai usia 2 tahun lebih belum juga bisa bicara? Mama pasti cemas dan bingung. Sebenarnya, berbahayakah jika si Kecil terlambat bicara?

Apakah ini menandakan adanya gangguan serius dalam tubuhnya? Penjelasan yang telah Popmama.com rangkum di bawah ini semoga bisa membantu Mama mengatasi kekhawatiran tersebut.

1. Usia berapa seharusnya anak mulai bisa bicara?

Pixabay/3nadezhda01

Rata-rata bayi mulai berusaha mengucapkan kata-kata di usia 15-18 bulan.

Apalagi ketika melihat banyak orang di sekitarnya berbincang. Ia seperti ingin menanggapi atau ikut nimbrung.

Tapi menurut Psikolog Roslina Verauli, bayi laki-laki biasanya lebih lambat soal belajar bicara.

Mereka mulai ingin mengucapkan kata di atas usia 2 tahun. Bahkan ada yang sampai 2,5 tahun.

Hal ini dirasa wajar karena bayi laki-laki lebih pesat perkembangan motoriknya.

Mereka lebih tertarik dengan pengetahuan-pengetahuan visual, seperti benda bergerak, macam-macam bentuk dan warna.

2. Gangguan bicara pada balita digolongkan menjadi dua: fungsional dan non-fungsional

Pixabay/timkraaijvanger

Tidak semua gangguan terlambat bicara pada anak adalah suatu hal yang perlu dikhawatirkan.

Berdasarkan penjelasan salah satu dokter spesialis anak di Rumah Sakit Bunda Jakarta, dr. Widodo Judarwanto, SpA, secara umum gangguan bicara digolongkan menjadi dua yaitu fungsional dan non-fungsional.

Gangguan fungsional masih dirasa wajar, sementara gangguan non-fungsional perlu diwaspadai karena merujuk pada ketidakmormalan fungsi organ lainnya.

Bagaimana cara membedakannya?

Keterlambatan bicara fungsional sangat sering terjadi, apalagi di era digital ini.

Gangguan fungsional tidak menyerang sistem syaraf pendengaran secara permanen, dan tidak mengindikasikan adanya gangguan mental atau penyakit serius.

Anak yang mengalami gangguan bicara fungsional, hanya terganggu dalam proses mengekspresikan sesuatu secara verbal. Tapi fungsi motorik dan visualnya masih berjalan baik.

Ciri-ciri anak yang mengalami gangguan bicara fungsional adalah, ia tetap memperhatikan ketika orang lain mengajaknya berbicara.

Pandangan matanya terfokus pada lawan bicara, dan responnya cepat. Ia peka terhadap benda bergerak, menoleh ketika dipanggil, bisa mengekspresikan rasa kesal atau senang dengan tindakan.

Nah, gangguan yang seperti ini relatif wajar dan bisa diatasi dengan terapi atau ketelatenan dari Mama.

3. Apa bahayanya gangguan bicara non-fungsional?

Pixabay/MiguelRPerez

Bertolak belakang dari gangguan bicara fungsional, gangguan non-fungsional bisa dijadikan indikasi awal autisme.

Anak tidak hanya terlambat berbicara, tapi ia juga lambat dalam merespon gerak.

Tingkahnya juga hiperaktif sehingga bisa disebut sebagai ADHD (Attention Deficit and Hiperactivity Dissorder).

Cara mengetahuinya adalah, ketika si Kecil sedang asyik main sendiri, coba Mama panggil atau alihkan perhatiannya.

Jika ia tidak peduli bahkan bola matanya pun tidak bergerak ke arah lain, bisa jadi ia mengalami gangguan non-fungsional.

Segera konsultasikan ke dokter anak atau psikiater untuk tindakan dan terapi lebih lanjut.

Gangguan bicara non-fungsional bisa disebabkan oleh retardasi mental (gangguan kecerdasan), gangguan pada sistem pendengaran, malfungsi sistem syaraf lainnya, dan gejala autisme.

Identifikasi lainnya bisa juga dengan mengamati pola tumbuh kembang anak secara fisik.

Apakah ia mengalami peningkatan atau penurunan berat badan yang tidak wajar, ada benjolan di bagian tubuh tertentu, dan raut wajah yang sering pucat.

Jika anak Mama menunjukkan tanda-tanda yang merujuk pada gangguan non-fungsional, jangan panik dulu. Jangan langsung merasa hancur dan mencemaskan penyakit-penyakit parah yang akan menimpa si Kecil.

Berikan ia perawatan ekstra dengan memperbaiki asupan gizi, lebih banyak mengajak berkomunikasi, dan rutin berkonsultasi dengan pakar kesehatan anak.

Baca juga:

The Latest