Melihat adanya kemungkinan menemukan faktor lain guna menemukan early diagnosis serta new treatment, dokter yang menyelesaikan gelar Doktornya di Universitas Gajah Mada (UGM) ini mencetuskan penelitian terbaru.
Penelitian berlangsung mulai November 2018 hingga November 2019 dengan melibatkan 52 subjek. Pemaparan hasil penelitian secara rasional, sistematis dan empiris pada Ujian Terbuka, Program Doktor Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, Yogyakarta.
Pemaparan yang dilangsungkan pada Kamis (20/1/2022) siang, secara virtual, merilis hasil penelitian sebagai berikut:
- Sudut bilik mata depan yang sangat dangkal (15 derajat atau kurang) memiliki konsekuensi yang lebih berat.
- Pasien dengan sel endotel kornea kurang dari 2000 sel/mm2 memiliki penipisan RNFL yang lebih berat.
- Ketebalan kornea sentral, selama dalam rentang normal 500-550 m, berkorelasi dengan penipisan sel saraf.
"Penelitian ini merupakan bagian awal dari road map yang bertujuan mempelajari karakteristik kornea khususnya sel endotel kornea pada GPST kronik. Adanya hubungan antara densitas sel endotel kornea dengan ketebalan retinal nerve fiber layer (RNFL), diharapkan dapat menjadi pemeriksaan alternatif atau penunjang dalam menilai derajat keparahan penyakit yang dialami oleh pasien," jelas Dr. Iwan Soebijantoro, SpM(K).
Maka dari penelitian tersebut Dr. Iwan juga menegaskan sekali lagi pentingnya memeriksakan mata tanpa perlu menunggu adanya keluhan, mengingat penyakit glaukoma mengintai sebagai pencuri penglihatan manusia.
"Hasil penelitian ini semakin menegaskan bahwa pemeriksaan klinis yang sistematis dan cermat pada anatomi mata masih menjadi landasan bagi tata laksana glaukoma. Artinya, tanpa perlu menunggu keluhan, sebaiknya periksakan mata sejak dini secara berkala," pungkas Dr. Iwan.
Itulah informasi menarik dan penting mengenai glaukoma primer sudut tertutup yang tentunya bisa menjadi perhatian khusus dalam kehidupan kita Ma. Semoga informasi ini bermanfaat ya Ma.