TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Kemen PPPA Dapat Lonjakan Kekerasan Perempuan, Ada 949 Laporan

Kasus kekerasan tidak tercatat semua, data laporan hanya permukaan masalah

Freepik/cookiestudio

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengumumkan bahwa terjadi peningkatan jumlah laporan tentang kasus kekerasan melalui kanal Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA).

Sekretaris Kementerian, Pribudiarta Nur Sitepu, menjelaskan bahwa pada tahun 2021, melalui hotline SAPA 129, tercatat ada 1.010 keluhan terkait kekerasan terhadap perempuan.

Selain itu, pada tahun 2022, terjadi peningkatan yang signifikan dengan jumlah keluhan meningkat menjadi 2.346 kasus. Pada tahun 2023, dari bulan Januari hingga Juli, telah diterima sebanyak 949 keluhan.

Kemen PPPA tengah mendorong pelaksanaan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) untuk menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual dengan porsi perhatian yang besar pada perlindungan terhadap korban.

Berikut telah Popmama.com rangkum berita tentang Kemen PPPA hadapi lonjakan laporan kekerasan perempuan secara lebih detail. 

1. Kemen PPPA berkoordinasi dengan aparat penegak hukum

Freepik

Pribudiarta dan pihaknya sedang berupaya kuat dalam meningkatkan langkah-langkah untuk memberikan panduan akhir kepada perempuan yang telah menjadi korban kekerasan. Caranya dengan mengatur kerja sama yang erat dengan aparat penegak hukum seperti kepolisian dan jaksa.

“Dengan tingginya angka dan pelaporan kasus kekerasan, kita perlu juga memperkuat sinergitas dan kolaborasi penanganan, perlindungan, dan pemenuhan hak perempuan korban kekerasan baik melalui tim terpadu yang selama ini sudah berjalan dengan melibatkan Kompolnas, Komisi Kejaksaan, Komisi Yudisial, dan Ahli Pidana termasuk koordinasi dengan para APH,” kata Pribudiarta.

Kemen PPPA juga tengah mendorong pelaksanaan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) untuk menyelesaikan kasus-kasus kekerasan seksual dengan perhatian yang besar pada perlindungan terhadap korban, dan diharapkan bahwa upaya ini akan dapat dimaksimalkan oleh aparat penegak hukum.

"Dalam berbagai data yang ada, terdapat aspek yang memerlukan perhatian sungguh-sungguh dari kita bersama," sambungnya.

"Terlebih lagi, angka-angka yang tertera ini hanya mencerminkan laporan-laporan yang telah masuk, sehingga kemungkinan besar kasus yang terjadi di lapangan jauh lebih tinggi dari yang tercatat," ujarnya.

2. Kasus kekerasan digambarkan seperti fenomena gunung es

Pribudiarta dengan tegas menggarisbawahi bahwa kasus-kasus kekerasan yang menimpa perempuan dapat diibaratkan sebagai fenomena gunung es.

Meskipun terlihat sebagai hal kecil dan terbatas pada permukaan, fenomena ini sering kali dihadapkan pada berbagai kendala seperti rasa malu, tabu, dan ketidakpastian mengenai aspek hukum yang masih belum sepenuhnya terungkap.

Akibatnya, banyak perempuan memilih untuk tidak melaporkan kasus-kasus kekerasan yang mereka alami kepada pihak berwenang.

"Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang begitu tinggi ini memang menjadi fokus perhatian kita bersama," ujarnya.

"Oleh karena itu, para penegak hukum perlu menjalankan tugas mereka dengan memastikan adanya keadilan dan pemulihan bagi korban, serta memberikan hukuman yang tegas bagi pelaku melalui penggunaan instrumen hukum yang tepat, yaitu Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)," tegasnya.

3. Kemen PPPA mendorong penyelesaian peraturan turunan UU TPKS

Freepik/krakenimages.com

Sementara itu, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Ratna Susianawati menjelaskan bahwa UU TPKS telah mengatur mandat pemerintah daerah serta aparat penegak hukum dalam menyelesaikan kasus kekerasan seksual perempuan dan anak.

Untuk mendukung hal tersebut, peraturan turunan berupa Peraturan Presiden dan Peraturan Pemerintah tengah diupayakan serta terus didorong.

Pengesahannya pun diharapkan dapat dipercepat agar bisa menjadi acuan bagi para penegak hukum. Dia mengatakan bahwa perlu upaya penguatan sistem dari hulu sampai ke hilir. 

“Pada proses hukum mulai dari lidik sidik, penuntutan, sampai proses peradilan pidana yang komprehensif kepada korban bisa dilaksanakan dengan baik," Kata Ratna.

"Selain itu, akomodasi yang layak dalam penanganan perkara yang aksesibel dan inklusif bagi penyandang disabilitas dan penegakan hukum kepada para pelaku juga perlu kita upayakan,” sambungnya.

Itu tadi berita tentang Kemen PPPA Hadapi Lonjakan Laporan Kekerasan Perempuan. Semoga upaya-upaya Kemen PPPA dapat terealisasikan agar semakin menggurangi laporan kekerasan seksual pada perempuan.

Baca juga:

The Latest