Craniosynostosis dapat terjadi karena adanya faktor lingkungan dan genetik dari riwayat kesehatan keluarga. Selain itu, perlu diketahui bahwa craniosynostosis juga dapat dipicu oleh beberapa sindrom yang memengaruhi perkembangan tengkorak bayi seperti sindrom Crouzon, sindrom Apert, dan sindrom Pfeiffer.
Bayi terlahir dengan kondisi craniosynostosis, risikonya juga dapat meningkat pada ibu hamil yang menderita penyakit tiroid. Bahkan penggunaan obat penyubur kandungan saat sebelum hamil juga dapat memicu terjadinya craniosynostosis.
Diagnosis kondisi cacat pada bagian kepala bayi ini dapat dilakukan melalui beberapa pemeriksaan seperti:
- Mengunakan tes genetik untuk mengetahui beberapa faktor pemicu kondisi craniosynostosis.
- Melakukan CT scan untuk memeriksa tulang tengkorak, sehingga hasilnya menjadi lebih detail.
- Pemeriksaan terhadap kepala bayi dengan melihat detail bagian ubun-ubun dan kelainan pada kepalanya.
Jika Mama melihat bentuk kepala bayi terkesan tidak wajar, ada baiknya untuk selalu konsultasi ke dokter karena belum tentu mengalami craniosynostosis. Dilansir dari Healthline, begini tanda-tanda craniosynostosis yang bisa terlihat saat si Kecil telah lahir, yaitu:
- Bentuk kepala bayi terlihat lebih kecil dibandingkan usianya.
- Posisi salah satu telinga lebih tinggi daripada bagian telinga yang lain.
- Bagian ubun-ubun atau bagian lunak di kepala bayi tidak terasa sama sekali saat dipegang.
- Bentuk dahi terlihat tidak seperti anak normal karena berbentuk segitiga dengan bagian belakang kepala yang lebar.
- Bentuk kepala berkembang tidak normal, seperti lebih pipih, memanjang atau terlihat datar saat diperhatikan dari salah satu sisi.
Pastikan untuk tetap datang dan rutin melakukan imunisasi ke dokter anak, sekalian memantau tumbuh kembang anak termasuk pertumbuhan kepalanya.