Pixabay/ArtisticOperation
Sejarah hari buruh di Indonesia dimulai pada era kolonial Hindia Belanda, pada 1 Mei 1918. Kala itu terjadi aksi yang dilakukan oleh para buruh.
Aksi ini bermula dari tulisan Adolf Baars, seorang tokoh sosialis Belanda, yang mengkritik harga sewa tanah milik kaum buruh yang terlalu murah untuk dijadikan perkebunan. Selain itu, ia pun menuntut upah buruh yang tidak layak.
Pada tahun 1921, HOS Tjokroaminoto berpidato mewakili serikat buruh di bawah pengaruh Sarekat Islam. Kemudian, dua tahun kemudian, pada 1923 terjadi peringatan hari buruh terpanjang di era kolonial. Setelah itu peringatan atau perayaan hari buruh sudah tidak ada lagi di Indonesia.
Hingga akhirnya saat setelah kemerdekaan, 1 Mei 1946, Kabinet Sjahrir memperbolehkan masyarakat Indonesia merayakan hari buruh.
Di tahun 1948 akhirnya tercetus Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 yang mengatur tiap 1 Mei buruh tidak boleh bekerja. Selain itu, Undang-Undang ini juga mengatur perlindungan anak dan hak perempuan sebagai pekerja.
Pada 1 Mei 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya menetapkan hari buruh sebagai hari libur nasional.
Mulai saat itu, dari tahun ke tahun, setiap 1 Mei selalu terjadi aksi dari para buruh untuk menuntut hak-haknya, mulai dari pembayarannya upah yang tertunda, jam kerja, upah yang layak, memperjuangkan hak cuti hamil, hak cuti haid, Tunjangan Hari Raya (THR), dan lain sebagainya.