Gejala intoleransi cokelat pada anak bisa beragam bentuknya. Untuk gejala yang ringan, biasanya anak akan mengalami ruam kulit, gangguan pencernaan, mual, perut kembung, kelelahan, sakit kepala, batuk dan pilek. Sedangkan menurut buku Public Health Nutrition, intoleransi dianggap serius jika menunjukkan gejala seperti gatal-gatal, gangguan pernapasan, pusing, sensasi terbakar di tenggorokan, pembengkakan di mulut dan di sekitar wajah, kecemasan, masalah perilaku, muntah dan diare.
Untuk mendiagnosa apakah anak mengalami intoleransi terhadap cokelat atau tidak, perlu dilakukan tes alergi. Tes ini untuk menemukan manakah komponen dalam produk olahan cokelat yang menimbulkan masalah. Bisa jadi, bahan utamanya alias kakao atau susu, atau bahan lain yang seringkali tidak disadari terkandung di dalamnya. Perlu diingat, bahwa dalam satu pabrik pembuatan cokelat seringkali menggunakan mesin yang sama untuk mengaduk bahan makanan lain. Ada kemungkinan saat proses pembuatan, bahan lain ikut tercampur walau jumlahnya sedikit.
Jika ternyata yang menjadi penyebab adalah kacang, misalnya, maka berilah anak cokelat yang bebas kacang dan tidak diproduksi satu alat dengan produk yang mengandung kacang. Biasanya ada keterangan di balik kemasannya kok, Ma, meskipun terkadang ditulis dalam huruf yang sangat kecil.
Demikian pula jika susu yang menjadi masalahnya, maka Mama dapat memberikan cokelat hitam dengan kadar kakao tinggi pada anak tanpa campuran susu.
Namun, jika kakao yang menjadi masalahnya, maka pertimbangkan untuk memberikan anak jenis kudapan lain yang tidak terbuat dari cokelat, melainkan pemanis lainnya. Madu, misalnya.
Saat Mama melihat adanya gejala yang muncul setelah si Kecil makan cokelat atau makanan lainnya, sebaiknya konsultasikan pada dokter atau ahli gizi tentang kemungkinan yang terjadi dan bagaimana penanganan tepat yang harus dilakukan.