Konon kata masyarakat yang mengaku pernah masuk ke Saranjana, kota gaib ini dihuni oleh jin muslim. Selain memiliki peradaban maju dan canggih, Kota Saranjana juga megah dan mansyur dengan gedung-gedung tinggi pencakar langit yang indah.
Sistem pemerintahannya adalah kerajaan. Mayoritas penduduknya beragama Islam dengan wajah yang rupawan dan ramah. Perempuan yang cantik dan laki-laki yang gagah. Sementara bahasa yang digunakan sehari-hari oleh penduduk Saranjana adalah bahasa Banjar.
Menurut cerita yang telah tersebar dari mulut ke mulut, Kota Saranjana dan dunia nyata sangat berbeda dan bisa dilihat dari ukuran sayur, juga buah. Di kota tak kasat mata itu sayur dan buah memiliki ukuran 2 kali lipat lebih besar dibandingkan ukuran normal di dunia nyata. Meski demikian, jenis buahnya tetap sama seperti yang ada di dunia nyata.
Ajaibnya, buah dan sayur dari Saranjana ini akan berubah menjadi normal jika dibawa ke dunia nyata, Ma.
Tidak hanya itu, temuan terkait Kota Saranjana juga terdapat dalam perspektif ilmiah keberadaannya. Menurut dugaan, Saranjana adalah wilayah kekuasaan dari suku Dayak yang mendiami Pulau Laut, yakni Dayak Samihim.
Dayak Samihim sendiri merupakan sub etnis suku Dayak yang tinggal di daerah timur laut Kalimantan Selatan. Dengan bentuk negara suku dari suku Dayak Samihim, Kerajaan Saranjana muncul sebelum tahun 1660-an atau pada pra abad ke-17 Masehi.
Sambu Ranjana merupakan kepala suku pertama. Semua masyarakat menganut kepercayaan animisme hingga Sambu Ranjana mulai memperoleh pengaruh Hindu lama.
Kelompok suku Dayak Samihim kemudian meninggalkan daerah Saranjana akibat adanya perang dengan kekuatan asing yang datang menggunakan perahu. Penduduk diserang dan wilayah suku Dayak Samihim dihancurkan. Akan tetapi, nama pusat kekuasaan suku Dayak Samihim di Pulau Laut masih tetap bernama Saranjana meski wilayah telah ditinggalkan.