Beberapa peneliti menduga batu ini adalah meteor yang jatuh ke bumi ribuan tahun lalu.
Komposisi batu yang berbeda dari batuan di sekitar Makkah mendukung teori ini.
E. Thomsen dalam studi New Light on the Origin of the Holy Black Stone of the Ka'ba (1980) menceritakan, pada 1932 seorang peneliti bernama Philby di Al-Hadidah menemukan kawah tumbukan meteor yang kelak disebut Wabar.
Setelah diukur, kawah tersebut berukuran lebih dari 100 meter. Ditemukan pula beberapa pecahan meteor di sekitar kawah dan gurun.
Beranjak dari pengamatan ini, Thomsen menyebut, ciri-ciri pecahan meteor sesuai dengan gambaran Hajar Aswad.
"Misalkan, warna putih (red, yang dipancarkan Hajar Aswad) mungkin berasal dari paparan bagian dalam inti hasil campuran zat kimia itu," katanya.
Menurutnya, lapisan warna putih itu sangat rapuh dan tidak tahan lama.
Atas dasar ini, lapisan tersebut berada dalam lapisan batuan berwarna hitam yang menyelimutinya.
Artinya, batuan berwarna putih itu tak abadi dan bisa menghilang seiring waktu, sehingga kelak hanya tersisa batuan berwarna hitam saja.
Oleh karena itu, dalam narasi Hajar Aswad terkait perubahan warna memang benar bisa ada penjelasannya secara sains.
Berarti, bukan disebabkan oleh penyerapan dosa-dosa manusia.
Sementara, bintik-bintik putih yang berada dalam Hajar Aswad kiwari merupakan sisa-sisa kaca dan batu pasir.
"Batu meteor itu kemungkinan batu yang sama dengan Hajar Aswad," tulis Thomsen.