Waspada! Helicopter Parenting Punya Efek Negatif Bagi Mental Anak

Helicopter parenting cenderung protektif terhadap anak. Bagaimana efeknya terhadap mental anak?

28 September 2018

Waspada Helicopter Parenting Pu Efek Negatif Bagi Mental Anak
Pixabay/Artwithtammy

Apakah Mama sering mengerjakan tugas sekolah anak lantaran ingin membiarkan anak istirahat atau takut ia salah dalam menjawab soal? Apakah hampir setiap malam Mama merapikan tas sekolah anak hanya untuk memastikan tidak ada perlengkapan sekolahnya yang tertinggal? Atau bahkan rutin menghubungi guru kelas untuk mengetahui bagaimana aktivitas belajar anak di sekolah?

Kalau hampir semua jawabannya iya, berarti Mama termasuk dalam kelompok orangtua yang menganut helicopter parenting.

Apa itu helicopter parenting? Helicopter parenting merujuk pada gaya pengasuhan orangtua yang terlalu fokus atau over-protective terhadap anaknya. Orangtua tipe ini biasanya memegang kendali penuh terhadap kehidupan anak, termasuk keinginan dan keputusan yang seharusnya bisa ia tentukan sendiri.

Itulah sebabnya gaya pengasuhan ini disebut helicopter parenting, karena layaknya helicopter yang melayang-layang di udara, orangtua yang menganut gaya pengasuhan ini cenderung ‘berputar-putar’ mengitari anaknya alias over-protective.

Bagaimana ciri-ciri pola asuh helicopter ini?

1. Ciri Helicopter parenting

1. Ciri Helicopter parenting
Pixabay/MabelAmber

Berikut ini adalah ciri-ciri orangtua yang menerapkan helicopter parenting dalam mengasuh anak.

  • Ikut campur urusan anak

Orangtua cenderung mencampuri segala urusan anak. Misalnya dengan menghampiri dan memarahi teman si Anak ketika mereka berkelahi atau justru menghubungi orangtua anak tersebut untuk meminta maaf padahal belum tentu anak tersebut yang salah. Pada contoh kasus lain misalnya, Mama mendatangi guru dan bernegosiasi agar anak Mama diikutsertakan dalam perlombaan padahal sebelumnya anak tidak lolos seleksi.

  • Mengikuti anak kemana pun ia pergi

Salah satu ciri helicopter parenting adalah membuntuti kemana pun anak pergi. Pada usia balita misalnya, Mama selalu mengikuti tiap gerak gerik anak karena takut ia terjatuh atau mengambil benda di lantai. Sedangkan pada anak usia sekolah, Mama selalu berusaha untuk ikut dalam tiap kegiatan yang anak ikuti. Misalnya menemani anak latihan futsal, ikut serta dalam kerja kelompok atau bahkan diam-diam menyelinap ke dalam sekolah hanya untuk memperhatikan interaksi anak dengan teman-temannya.

  • Merasa khawatir yang berlebihan

Mama memiliki rasa khawatir yang berlebih dalam mengurus si Anak. Misalnya dengan tidak memperbolehkan anak bermain di luar rumah dengan alasan takut terjatuh atau tidak membiarkan anak makan dan mandi sendiri.

  • Mengerjakan PR anak

Salah menjawab soal pada tugas rumah yang diberikan pada anak adalah hal yang wajar. Disitulah proses belajar terjadi. Namun pada tipe pengasuhan helicopter, orangtua tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Biasanya Mama akan mengerjakan ulang PR anak atau bahkan tidak membiarkan ia mengerjakan sendiri tugasnya demi mendapatkan nilai yang sempurna.

2. Efek helicopter parenting bagi anak

2. Efek helicopter parenting bagi anak
Pixabay/Free-Photos

Setiap orangtua tentu menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Namun, intervensi serta kekhawatiran orangtua yang berlebihan justru dapat menghambat kecerdasan otak, kemampuan serta kemandirian anak di kemudian hari.

  • Anak menjadi manja

Kecenderungan orangtua dalam membantu setiap masalah yang dihadapi anak lambat laun akan membuat anak menjadi pribadi yang manja dan malas berusaha. Ia akan dengan mudah beranggapan bahwa orangtuanya pasti akan membantunya. Hal ini membuat anak tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri sehingga terus bergantung pada bantuan orang lain.

  • Menurunkan rasa percaya diri anak

Intervensi orangtua secara terus menerus dapat membuat anak berpikir bahwa ia tidak dipercaya dalam mengerjakan atau menyelesaikan sesuatu. Hal itu memicu anak menjadi tidak percaya pada kemampuan dirinya sendiri.

  • Kecemasan anak meningkat

Sejumlah penelitian yang dilakukan oleh Universitas Minnesota, Amerika Serikat, membuktikan bahwa orangtua yang terlalu protektif terhadap anak-anaknya dapat menyebabkan ketidakstabilan emosi dan perilaku yang menyimpang pada anak. Hal ini memicu tingkat depresi dan kecemasan pada anak.

  • Life-skill tidak berkembang

Jika Mama selalu membantu anak menyelesaikan masalah, bahkan hal-hal terkecil sekalipun, membuat anak tidak berkembang. Mama jadi membatasi kesempatannya untuk mempelajari sesuatu yang baru. Misalnya selalu membantu anak mengikat sepatu sehingga ia kesulitan memakai sepatu sendiri ketika di sekolah.

3. Berhenti menjadi orangtua helicopter

3. Berhenti menjadi orangtua helicopter
Pixabay/Olichel

Mama tentu tidak ingin anak Mama kelak menjadi pribadi yang manja dan tidak mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya bukan? Oleh sebab itu, berhentilah menerapkan pola asuh helicopter sejak ini. Begini cara menghindari tipe parenting ini.

  • Meredam rasa khawatir yang berlebih

Salah satu alasan utama mengapa orangtua secara sadar atau tidak sadar menerapkan helicopter parenting karena rasa khawatir dan rasa bersalah orangtua yang berlebihan. Kebanyakan orangtua menyesali kegagalan yang mereka buat di masa lalu dan tidak ingin hal itu terjadi pada anak. Rasa bersalah itulah yang pada akhirnya menimbulkan kecemasan yang berlebih saat mengasuh anak.

Kecenderungan orangtua untuk melarang dan membatasi gerak gerik anak membuatnya jadi tidak berkembang. Oleh sebab itu, berusahalah meredam rasa khawatir dan coba memberikan kepercayaan kepada anak.

  • Berhenti selalu membantu anak

Pada dasarnya, setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda untuk menyelesaikan suatu persoalan. Jika ia mengalami kegagalan, percayalah bahwa suatu saat ia kan berhasil dengan caranya sendiri. Jika Mama terus menerus membantu anak, ia tidak akan belajar dari kegagalannya dan terus bergantung pada orangtuanya.

Jadi, sebaiknya ganti kata ‘membantu’ dengan ‘mengamati’, karena dengan begitu Mama memberikan ruang gerak padanya tanpa meninggalkan ia sendirian saat mengalami kesulitan.

  • Hargai usaha dan keputusan anak

Tumbuhkan rasa percaya diri dalam diri anak dengan menghargai tiap usaha dan keputusan yang ia ambil. Tidak perlu dibantu apalagi dikomentari, Mama hanya perlu meyakini anak untuk terus berusaha menjalani apa yang sudah dipilihnya. Jika pada akhirnya keputusannya salah, jangan menyalahkan atau memarahinya. Akan lebih baik jika Mama menanyakan bagaimana perasaannya dan menyemangatinya untuk berusaha lagi di lain kesempatan.

Baca ini, Ma: Pola Asuh Terbaik untuk Anak Masa Kini

The Latest