Setiap manusia akan mengalami berbagai perasaan selama menjalani hidup yang datang silih berganti. Asalnya, kita sama-sama tahu bahwa hidup diibaratkan seperti roda yang berputar. Sayangnya, terkadang orangtua tidak mau membuat anaknya bersedih sehingga cenderung melindungi anak-anaknya.
Misalnya, ketika anak terjatuh karena tersandung kebanyakan orangtua justru menyalahkan jalanan atau "kodoknya lompat." Pasti kamu pernah mendengar kalimat, "Gapapa kodoknya sudah lompat itu." Padahal, anak jatuh karena kurang hati-hati atau terburu-buru.
Pola asuh tersebut secara tidak langsung membentuk gambaran di pikiran anak bahwa hidup layaknya fairy tale. Dimana isinya kesenangan dan kegembiraan.
Selain itu, kalimat yang berkonotasi tidak memperkenankan anak menangis juga kurang tepat. Karena anak jadi tidak terbiasa mengekspresikan perasaan yang ia alami.
Contohnya, "Sudah jangan menangis lagi", "Jangan menangis lagi, Mama pusing mendengarnya", "Jangan menangis nanti jadi jelek,".
Padahal semakin dewasa kita akan menghadapi masalah-masalah yang kian kompleks. Kadang di atas kadang di bawah, kadang senang, kadang susah, kadang sedih, dan sebagainya.
Tentunya anak akan mengalami perasaan tersebut yang ia dapati seiring bertambahnya usia. Proses inilah yang akan membentuk mental anak menjadi kuat.
Oleh karena itu, Mama perlu memberikan pengertian bahwa tidak ada salahnya untuk bersedih bahkan menangis. Berikut Popmama.com sampaikan ulasan mengenai langkah menanamkan kepada anak bersedih itu tidak apa-apa.
