KPAI Menduga Santri yang Diperkosa di Bandung Dicuci Otak oleh Pelaku

Pelaku melakukan aksi pemerkosaan itu selama 5 tahun di pesantren, hotel, dan apartemen

12 Desember 2021

KPAI Menduga Santri Diperkosa Bandung Dicuci Otak oleh Pelaku
Freepik

Kasus kekerasan anak belum berhenti hingga saat ini. Bahkan, baru-baru ini Indonesia dihebohkan oleh kasus pemerkosaan yang dilakukan pemuka agama. 

Setelah peristiwa ini diusut lebih jauh, korban pemerkosaan yang mulanya berjumlah 13 orang ternyata kini sudah bertambah menjadi 21 orang. 

KPAI menduga ada pencucian otak yang dilakukan oleh pelaku kepada para korban dan orangtua korban. 

"Ada brainwash yang dilakukan pelaku tentang tindakan kriminalnya sehingga para santrinya mau menerima. Begitu juga para orang tua yang mungkin tahu anak-anaknya hamil," tutur Kepala Divisi Pengawasan Monitoring dan Evaluasi (Kadivwasmonev) Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra seperti yang dilansir dari IDN Times, Minggu (12/12/2021). 

Untuk mengetahui perkembangan terbaru terkait pemerkosaan yang dilakukan oleh pemilik pondok pesantren di Bandung, berikut ini Popmama.com telah merangkum informasinya untuk Mama. Simak hingga akhir! 

1. Alasan yang membuat KPAI menduga pelaku melakukan brainwash 

1. Alasan membuat KPAI menduga pelaku melakukan brainwash 
Freepik/User5121831

Kekerasan seksual yang dilakukan oleh guru ini sudah terjadi sejak tahun 2016.

Bahkan, korban yang sampai hamil pun sudah melahirkan bayinya. Namun, peristiwa ini baru terdeteksi dan dilaporkan pada tahun 2021. 

"Padahal sudah lahir bayi-bayi, ada apa dengan orangtua para korban di Bandung? Apalagi diketahui pelaku mempunyai jabatan dan kedudukan yang tentu segala kiprahnya menjadi perhatian publik di sekitarnya, tapi publik seperti dibungkam," kata Jasra. 

Selain brainwash  terhadap korban dan orangtua korban, Jasra pun menduga peristiwa kejahatan seksual ini berkaitan dengan bisnis atau suatu kepentingan lain. 

"Tanpa terdeteksi oleh regulasi pengawasan, tanpa orangtua korban melapor, tanpa tersentuh. Sedangkan eksploitasi seksual dalam rangka pesantren, menjadi kedok untuk memajukan usaha pelaku sudah berlangsung lama," ujar Jasra. 

Di sisi lain, Kasipenkum Kejati Jawa Barat Dodi Gazali pun menduga HW melakukan pemaksaan terhadap korban dengan ancaman kekerasan dan diberikan iming-iming. 

Editors' Pick

2. Pemerkosaan dilakukan di pesantren hingga apartemen 

2. Pemerkosaan dilakukan pesantren hingga apartemen 
Pexels/Max Vakhtbovych

Aksi pemerkosaan yang sudah berlangsung dari 2016-2021 ini dilakukan oleh pelaku di berbagai tempat. 

"Aksi tidak terpuji HW itu dilakukan di berbagai tempat mulai dari di pesantrennya hingga di beberapa hotel dan apartemen," kata Dodi Gazali. 

Dalam hal ini, pelaku diduga menggunakan uang bantuan siswa dari pemerintah untuk menyewa tempat penginapan tersebut. Dugaan penggelapan dana ini masih diselidiki oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat (Jabar). 

"Terdakwa menggunakan dana, menyalahgunakan yang berasal dari bantuan pemerintah, untuk kemudian digunakan misalnya katakanlah menyewa apartemen," kata Asep, Kepala Kejati Jawa Barat, Kamis (9/12). 

3. Bayi yang dilahirkan para korban dieksploitasi 

3. Bayi dilahirkan para korban dieksploitasi 
Pexels/freestocks.org

Tak hanya santri yang menjadi korban HW, bayi yang dilahirkan korban ternyata kena imbasnya. Mereka dieksploitasi untuk kebutuhan ekonomi. 

"Anak-anak yang dilahirkan oleh para korban diakui sebagai anak yatim piatu dan dijadikan alat oleh pelaku untuk meminta dana kepada sejumlah pihak," kata Wakil Ketua LPSK Livia Istania DF Iskandar yang menemani korban dalam persidangan, Kamis (9/12). 

4. Peristiwa ini membuat KPAI semakin mendesak pengesahan RUU TPKS 

4. Peristiwa ini membuat KPAI semakin mendesak pengesahan RUU TPKS 
Freepik/Racool_studio

Peristiwa kekerasan seksual nyatanya tak kunjung hilang, malah semakin banyak  orang yang menjadi korban. 

Untuk itu, Jasra mendesak pemerintah dan DPR RI untuk segera mengesahkan Rencana Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual atau RUU TPKS. 

"Selain pentingnya dorongan UU PKS segera disahkan. Kita juga perlu mengingat bahwa beragamnya bentuk pola pengasuhan, belum semuanya diakomodir dalam regulasi yang ada, sehingga perlu payung regulasi pengasuhan setingkat UU, agar kisah kisah seperti ini bisa diminimalisir dan negara bisa berbuat lebih," kata Jasra. 

Sambil menunggu RUU PKS disahkan, semoga para semua orang semakin tersadar untuk tidak membahayakan satu sama lain dengan tidak melakukan kekerasan seksual. 

Selain itu, semoga HW diberi hukuman yang seberat-beratnya atas perilaku bejatnya ini. 

"Kita berharap dengan prosesnya yang sudah P21 di kejaksaan, pelaku akan segera diadili, artinya ada proses penting mengungkapkan fakta," ujarnya.

Baca juga:

The Latest