Fenomena banyaknya anak yang melakukan cuci darah di RSCM juga turut mendapatkan tanggapan dari IDAI. Menurut dr. Piprim Basarah Yanuarso, Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), sekitar satu dari lima anak Indonesia berusia 12-18 tahun memiliki risiko mengalami kerusakan ginjal.
Ternyata, hal ini disebabkan oleh gaya hidup anak yang tidak sehat. IDAI pun juga melakukan survei dan menemukan bahwa sejumlah anak remaja dalam rentang usia tersebut mengalami hematuria dan proteinuria, yang menandakan adanya darah dan protein dalam urine mereka.
"Salah satu pakar ginjal dari IDAI melakukan survei pada anak-anak remaja usia 12-18 tahun. Ternyata, dari lima anak remaja yang diperiksa urinenya, satu di antaranya memiliki hematuria dan proteinuria," ujar dr. Piprim.
Menurutnya, temuan ini merupakan tanda awal kerusakan ginjal yang menunjukkan bahwa gaya hidup anak-anak di usia tersebut sangat perlu diperhatikan, termasuk pola makan, aktivitas fisik yang kurang, kebiasaan begadang, dan kurangnya olahraga.
Sementara menurut Tony Richard Samosir, Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI), masalah ini disebabkan oleh kurangnya layanan kesehatan di daerah.
Ternyata, Indonesia hanya memiliki 14 rumah sakit yang melayani poli ginjal anak, dengan RSCM sebagai salah satu pusat rujukan nasional. Tony menekankan bahwa tidak semua rumah sakit mampu menyediakan layanan cuci darah bagi anak.
Selain itu, Tony juga menyebut bahwa jumlah dokter spesialis ginjal anak di Indonesia masih terbatas, hanya ada 32 dokter yang tersebar di beberapa kota besar.
Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa negara belum sepenuhnya siap dalam pengembangan fasilitas kesehatan terkait penyakit ginjal, yang menurutnya perlu mendapat perhatian serius.