Keluhan Para Orangtua Terhadap Syarat Usia PPDB DKI Jakarta

Syarat prioritas usia yang dikeluhkan oleh orangtua pada PPDB

30 Juni 2020

Keluhan Para Orangtua Terhadap Syarat Usia PPDB DKI Jakarta
Freepik

Pelaksanaan sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) kerap menuai kritikan dari para orangtua yang ingin mendaftarkan anaknya sekolah.

Tahun ini sistem zonasi di DKI Jakarta menerapkan batasan usia sebagai salah satu pertimbangan, yang menyebabkan orangtua sempat melakukan demonstrasi di depan Gedung Balaikota DKI Jakarta, hari Selasa pekan lalu.

Namun dikatakan bahwa pendaftaran PPDB DKI Jakarta yang menggunakan syarat usia dianggap sudah sesuai dengan aturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).

Untuk infomasi selengkapnya, Popmama.com telah menyiapkannya di bawah ini:

1. Syarat prioritas umur dalam PPDB sudah mengikuti aturan yang dibuat

1. Syarat prioritas umur dalam PPDB sudah mengikuti aturan dibuat
Freepik/Davit85

Dinas Pendidikan DKI Jakarta mengatakan bahwa syarat prioritas umur dalam PPDB sudah mengikuti aturan yang telah dibuat oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada TK, SD, SMP, SMA dan SMK.

"Masalah usia menjadi salah satu pertimbangan seleksi PPDB di DKI Jakarta sebenarnya sudah lama, namun baru diterapkan di DKI Jakarta mulai tahun ini," ujar Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad.

Ia juga menjelaskan, usia anak adalah salah satu persyaratan dalam PPDB yang menyebutkan, persyaratan calon peserta didik baru kelas satu berusia tujuh hingga 12 tahun, atau paling rendah enam tahun pada 1 Juli tahun berjalan.

Sedangkan untuk SMP paling tinggi berusia 15 tahun pada 1 Juli tahun berjalan, serta untuk jenjang SMA/SMK paling tinggi berusia 21 tahun pada tanggal 1 Juli tahun berjalan.

Editors' Pick

2. Peraturan usia telah tertera dalam aturan meskipun banyak yang tak setuju

2. Peraturan usia telah tertera dalam aturan meskipun banyak tak setuju
Freepik/Katemangostar

Menurut Hamid, usia dalam Permendikbud tertera dalam aturan meskipun banyak yang tak setuju. Sehingga apa yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta sudah sesuai dengan peraturan PPDB yang berlaku.

Dinas Pendidikan DKI Jakarta pun menyatakan peraturan tersebut dikeluarkan karena mengikuti aturan di atasnya, yaitu Permendikbud Nomor 44 tahun 2019 tentang PPDB, khususnya yang tertulis pada Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6 dan Pasal 7, yang tertulis seperti berikut:

  • Pasal 4 Permendikbud, calon peserta didik baru pada Taman Kanak-Kanak (TK) berusia minimal empat tahun untuk kelompok A, dan lima tahun untuk kelompok B.
  • Pasal 5, calon peserta didik baru SD berusia tujuh tahun sampai dengan 12 tahun atau paling rendah enam tahun pada 1 Juli tahun berjalan.
  • Pasal 6 dan 7, calon peserta didik baru SMP berusia paling tinggi 15 tahun pada 1 Juli tahun berjalan, dan untuk jenjang SMA dan SMK berusia paling tinggi 21 tahun pada tanggal 1 Juli tahun berjalan.

Jalur pendaftaran PPBD juga dilaksanakan dengan jalur zonasi, afirmasi, perpindahan orangtua, dan prestasi. Pada jalur prestasi, tidak hanya akademik, namun juga prestasi non akademik.

Baca juga:

3. Ungkapan kekecewaan oleh salah satu orangtua yang ingin mendaftarkan anaknya

3. Ungkapan kekecewaan oleh salah satu orangtua ingin mendaftarkan anaknya
Freepik

Ungkapan kecewa disampaikan oleh salah satu orangtua, Tri Agustina yang akan memasukkan anaknya ke SMP. Ia pun menyampaikan kekecewaannya karena merasa perjuangan anaknya bahkan sia-sia

"Dari kelas 4, anak saya sudah les sampai sore agar nilai rapotnya selalu tinggi dan bisa masuk SMP negeri, tahu-tahunya batasan usia yang diprioritaskan. Jadi perjuangan anak saya belajar semaksimal mungkin kayak sia-sia," ujar Agustina yang merupkan orangtua dari anak berusia 12 tahun.

Aturan tersebut juga menjatuhkan mental anak Agustina dengan merasa bahwa saat ini usia menjadi syarat lanjut sekolah, dan tidak bisa diukur dari rapot dan perjuangan yang telah dilakukan siswa disekolah.

Agustina juga mengatakan bahwa kondisi ini menyulitkan anaknya untuk lanjut ke SMA Negeri serta biaya sekolah swasta yang mahal.

"Kalau cari swasta biaya mahal, apalagi kondisi saat ini, ada wabah virus corona. Lalu saya mau masuk SMP negeri agar bisa mudah ke SMA negeri," kata Agustina yang berencana mendaftarkan anaknya ke SMP di wilayah Jakarta Selatan.

4. Penerapan sistem zonasi yang 'setengah hati' yang tak murni berdasarkan jarak saja

4. Penerapan sistem zonasi 'setengah hati' tak murni berdasarkan jarak saja
Freepik/Arrow_smith2

Menurut Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pengamat Pendidikan Indonesia, menyebut bahwa kritik dan penolakan yang muncul tiap tahun saat PPDB disebabkan oleh pelaksanaan ‘setengah hati’ sistem zonasi.

Artinya penerapan sistem ini tak murni hanya berdasarkan jarak, namun juga memasukan pertimbangan lainnya yang ditafsir secara bebas oleh masing-masing daerah.

"Yang ribut-ribut dari usia, ujian, nilai dan lain itu hanyalah hilir dari persoalan hulu yang tidak selesai, yaitu Permendikbud soal PPDB yang setengah-setengah dalam menggunakan zonasi atau tidak," ujar Ubaid.

Menurutnya, peraturan ini membingungkan sekolah dan pemerintah daerah yang menafsirkan peraturan berbeda-beda, antara satu provinsi dengan provinsi lainnya.

"Orang tua jadi binggung, ini jalurnya zonasi, prestasi, afirmasi, usia, atau apa? Harusnya aturannya tegas. Jika zonasi maka pertimbangannya cuma satu yaitu jarak rumah ke sekolah, tidak perlu ada aturan lain," ujarnya.

5. Perlu diberikan kuota khusus bagi calon siswa yang putus sekolah atau telat agar tidak tercampur

5. Perlu diberikan kuota khusus bagi calon siswa putus sekolah atau telat agar tidak tercampur
Freepik

Ubaid menambahkan, perlunya diberikan kuota khusus bagi calon-calon siswa yang putus sekolah atau telat sekolah sehingga tidak tercampur “berdesakan” mengisi kuota zonasi.

"Untuk itu, agar masalah bisa dihindari dan clear maka Permendikbud-nya harus dipertegas sehingga penerapannya sama di semua daerah," menurut Ubaid.

Ia juga menyarankan bagi pemerintah untuk melakukan pemerataan mutu dan kualitas sekolah jika ingin menerapkan sistem zonasi yang tepat.

Baca juga:

The Latest