Cari Tahu, 9 Tanda-Tanda Anak yang Pesimis dan Cara Mengatasinya

Bukan mengharapkan yang terbaik, anak yang pesimis justru suka memikirkan hal-hal yang terburuk

12 Juli 2021

Cari Tahu, 9 Tanda-Tanda Anak Pesimis Cara Mengatasinya
Freepik

Berpikir negatif tidak selalu tentang bersikap kasar pada orang lain, namun bisa seperti meragukan kemampuan diri sendiri dan berpikir buruk tentang masa depan.

Kita semua pernah mengalami pikiran negatif dalam hidup, namun bukan berarti semua orang memiliki sikap yang pesimis. Ketika anak menjadi pesimis, ia terus-menerus berpikir atau mengharapkan yang terburuk dari situasi apa pun.

Memikirkan yang terburuk dari segalanya adalah cara orang pesimis untuk merasa terlindungi dari kekecewaan ketika ada yang salah. Kabar baiknya, selalu ada cara dalam memperbaiki sikap pesimis pada anak.

Langkah awalnya adalah dengan benar-benar mengetahui tanda-tanda anak yang pesimis. Seperti apa tandanya dan cara mengatasinya? Simak informasinya yang telah Popmama.com rangkum di bawah ini.

1. Menyerah di awal

1. Menyerah awal
Freepik

Anak yang pesimis cenderung menyerah dan terus maju ketika ditantang, sedangkan orang yang optimis terus berusaha menyelesaikan masalah.

Dilansir dari Power of Positivity, dalam sebuah penelitian, orang yang optimis dan pesimis ditugaskan untuk memecahkan anagram, dan hasilnya orang yang optimis mengerjakan solusi tersebut 50 hingga 100 persen lebih lama.

Kegigihan sering menjadi indikator keberhasilan seseorang. Kesediaan untuk terus memecahkan tantangan dalam menghadapi kesulitan dapat berarti lebih banyak kesuksesan di sekolah, masa depan yang lebih baik, tubuh yang lebih sehat, dan keluarga yang lebih bahagia.

Cara mengatasinya:

Cobalah untuk membuat pendekatan "fake it till you make it" (palsukan hingga benar-benar tercapai), dengan membuat anak seolah-olah memiliki kepercayaan diri, kompetensi, dan pola pikir optimis, sehingga akhirnya dapat mewujudkan kualitas-kualitas itu dalam kehidupan nyata dan mencapai hasil yang ia cari.

2. Sulit untuk memaafkan

2. Sulit memaafkan
Freepik/Cookie-studio

Seorang anak yang pesimis, juga sulit memaafkan. Sebaliknya, ia memikirkan masalah, menyimpan dendam, dan menolak untuk melepaskannya. Selain mudah menyerah, anak juga menyerah dalam hubungan sosialnya.

Memegang kesalahan yang dirasakan orang lain memberikan anak perasaan untuk mengontrol. Di sisi lain, ketika anak optimis, ia merasa perlu untuk mencapai kesepakatan atas perbedaan, hingga kesulitan untuk mengontrol dalam situasi kerusuhan.

Cara mengatasinya:

Ingatkan anak untuk stop mempertahankan dendamnya dan lepaskan. Lakukan banyak percakapan agar anak lebih memahami sudut pandang orang lain, dan maafkan jika ada perbedaan. Pengampunan memungkinkan anak untuk bergerak maju tanpa perlu mengingat kesulitan di masa lalu.

3. Mengharapkan berita buruk

3. Mengharapkan berita buruk
Freepik/Nakaridore

Mama mungkin pernah mendengar “mengharapkan yang terburuk untuk berharap yang terbaik.”. Nah, anak yang pesimis mengharapkan yang terburuk, namun tidak berharap itu terjadi. Sehingga bukan hal yang mengejutkan ketika anak tidak dipilih dalam sebuah kompetisi yang sesuai dengan minatnya.

Sedangkan, individu yang optimis berhasil karena ia terus berharap, bekerja keras dan terus mengharapkan hal-hal baik terjadi, bahkan ketika menghadapi berita yang mengecewakan.

Cara mengatasinya:

Daripada mengharapkan yang terburuk, cobalah ingatkan anak untuk selalu berharap yang terbaik. Ketika menemukan kegagalan, biarkan anak merasakan kekecewaan dan jadikan itu sebagai motivasi untuk maju.

Editors' Pick

4 Memiliki sikap yang egois

4 Memiliki sikap egois
Freepik/Cookie-studio

Orang yang pesimis jarang memikirkan orang lain dan berfokus pada minat dan tantangannya sendiri. Anak yang pesimis berfokus pada semua tentang kesalahan yang ia anggap sebagai derita. Sementara seorang optimis menerima tanggung jawab atas bagiannya dan membagikan pujian.

Ketika anak memiliki sikap yang pesimis, kebanyakan orang sulit untuk berada di sekitarnya. Karena ia terus-menerus melihat bagaimana tindakannya akan menguntungkan atau merugikan untuk diri sendiri, namun tidak melihat gambaran yang lebih besar.

Anak yang optimis memahami bahwa kesuksesan menjadi pengalaman positif bagi semua orang. Bahkan jika anak tidak setuju dengan suatu tindakan, keberhasilan semua orang lebih penting.

Cara mengatasinya:

Buatlah rutinitas baru untuk keluarga setiap hari. Yaitu, mulailah hari dengan melakukan tindakan kebaikan secara acak untuk masing-masing anggota keluarga, misalnya Mama memuji cara anak berpakaian, lalu anak membantu Mama menyiapkan sarapan, dan lain-lain. Buat tindakan ini menjadi rutinitas penting yang meninggalkan perasaan positif dalam diri anak.

5. Selalu mencurigai orang lain

5. Selalu mencurigai orang lain
Freepik/Karlyukav

Anak yang pesimis sulit percaya bahwa hal baik yang dialami orang lain terjadi karena tindakan mereka sendiri. Sebaliknya, anak mungkin memilih untuk percaya bahwa kesuksesan orang lain terjadi karena adanya tindakan curang.

Ini menjadi cara bagi anak untuk menjelaskan mengapa ia tidak melihat kesuksesan yang sama dalam hidupnya.

Cara mengatasinya:

Ketika anak memiliki teman yang berhasil memenangkan kompetisi, alih-alih mengabaikan kesuksesannya, mintalah anak untuk bertanya kepada temannya tentang hal itu. Apa strategi yang ia lakukan, bagaimana menghadapi kesulitan, dan lain-lain. Cara ini dapat membuat anak mencari strateginya sendiri yang dapat ia terapkan untuk membantunya mencapai tujuan.

6. Iri dengan keberhasilan orang lain

6. Iri keberhasilan orang lain
Freepik

Sangat mirip dengan curiga, anak yang pesimis juga iri dengan keberhasilan orang lain. Sangat mudah untuk mengkritik atau meremehkan kehidupan bahagia orang lain, sebagai tidak nyata atau bahkan dibuat-buat.

Sayangnya, anak kini hidup dalam di dunia yang sangat kompetitif, dan mudah untuk merasa iri dengan kehidupan orang lain, terutama ketika diposting di seluruh media sosial.

Dilansir dari The National News, Saliha Afridi, psikolog klinis dan direktur pelaksana The LightHouse Arabia mengatakan, internet, teknologi, media sosial, dan globalisasi telah membuat kita lebih terhubung dan sadar akan apa yang dilakukan orang lain, dan ini dapat mengarah pada perilaku komparatif.

“Budaya konsumerisme juga menciptakan kekosongan dalam diri kita, membuat kita merasa ‘kurang dari’ atau ‘tidak utuh’ jika tidak memiliki yang terbaru. Sejumlah besar gambar dan peristiwa, memicu rasa tidak aman yang terdalam, dan kita memiliki resep sempurna untuk tingkat kecemburuan dan kecemburuan yang patologis." ujar Afridi.

Cara mengatasinya:

Penting sekali untuk membatasi waktu layar anak, khususnya dalam media sosial. Lalu ingatkan anak untuk berhenti mempercayai semua yang ia baca dan mulailah melihat apa yang membuatnya bahagia dalam hidup. Terimalah kehidupan orang lain apa adanya, dan mulailah menciptakan kehidupan yang bahagia untuk diri sendiri.

7. Menganggap keberhasilannya hanya kebetulan

7. Menganggap keberhasilan ha kebetulan
Freepik/Gpointstudio

Ada perbedaan terbesar antara sikap optimis dan pesimis, yaitu adalah pandangan tentang dunia. Ketika sesuatu yang baik terjadi, individu yang optimis memahami perannya, mengetahui bahwa ia mengendalikan tindakannya, dan bertanggung jawab atas hal-hal baik dalam hidup.

Namun, ketika sesuatu yang baik terjadi pada seorang pesimis, ia menganggapnya sebagai kebetulan, dan tidak menghubungkan tindakan dan upayanya dengan hasil.

Mengharapkan hasil positif dari tindakan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik daripada mengantisipasinya, sementara mengantisipasi hasil negatif atau menjelaskan hasil positif sebagai kebetulan, akan menghambat kemajuan seorang anak.

Cara mengatasinya:

Selalu beri dukungan pada anak, baik ketika ia mencapai keberhasilan dan kegagalan. Hal ini akan mendorong anak untuk belajar dari kesuksesan dan kegagalannya, karena akan selalu ada pelajaran di keduanya, serta ingatkan anak untuk bersyukur dengan hasil yang dicapainya.

Bantuk anak untuk menemukan korelasi langsung antara tindakannya dan pencapaiannya, dan terus lakukan tindakan yang berhasil dan hentikan tindakan yang tidak berhasil.

8. Sensitif pada komentar

8. Sensitif komentar
freepik/peoplecreations

Negativitas membuat anak yang pesimis terlalu sensitif terhadap komentar, kritik, dan umpan balik. Dilansir dari Endthrive, sensitivitas yang berlebihan sebenarnya adalah efek pesimisme yang merusak, namun juga umum.
 
Anak menjadi defensif dan itu membuat orang lain merasa tidak bisa melakukan sesuatu dengan benar. Sedangkan anak yang positif, percaya bahwa orang lain berusaha untuk melakukan yang terbaik untuknya.
 
Ini adalah sifat umum negatif dan anak harus berhati-hati untuk tidak jatuh ke dalamnya.

Cara mengatasinya:

Cobalah mengajak anak untuk menyaksikan tayangan kompetisi di mana ada juri yang memberikan kritik. Tunjukkan pada anak bahwa setiap episodenya, para kontestan berusaha untuk belajar dari masukkan yang diberikan oleh para juri. 

Ingatkan pada anak, bahwa komentar, kritik, dan umpan balik jangan dilihat sebagai bentuk "tidak setuju" pada upaya anak, namun jadikan itu semua sebagai cara untuk membuat anak menjadi lebih baik dan lebih cepat untuk mencapai impiannya.

9. Mencegah pembicaraan tentang masa depan

9. Mencegah pembicaraan tentang masa depan
Freepik/our-team

Pernahkah Mama memerhatikan anak jarang membahas rencana masa depan dengan cara yang positif? Dan sebenarnya, anak bahkan mungkin mau membicarakan rencana sama sekali. Anak yang pesimis merasa bahwa ia terlalu terjebak dalam masalahnya pada saat ini.

Banyak orang-orang di luar sana yang memiliki tujuan dan impian, tetapi bukan berarti mereka tidak memiliki hambatan yang harus dihadapi. Mereka hanya mengatasi hambatan itu dan bergerak maju untuk mencapai tujuannya.
 
Cara mengatasinya:

Beri tahu anak untuk menjadikan hambatan itu sebagai "batu loncatan", di mana ia harus berusaha lebih kuat untuk menghadapi hambatan itu. Hambatan tersebut mungkin adalah sebuah jalan yang akan menuntun anak untuk menemukan kehidupan yang lebih baik.

Jadi, apakah anak mama memiliki sikap yang pesimis? Jika ya, maka ada kabar baik, bahwa tidak sulit kok untuk mengajarkan anak supaya beralih dari pesimisme ke optimisme. Ini hanya membutuhkan tindakan kecil, dan Mama mungkin dapat memulai dengan saran yang disertakan di sini.

Namun, penting untuk diingat bahwa semua upaya di atas perlu dimulai dengan keyakinan, bahwa hasil yang baik dapat dicapai.

Baca juga:

The Latest