Mirisnya, penelitian membuktikan bahwa adanya fenomena Cinderella Effect, yaitu risiko lebih tinggi anak tiri menjadi korban pelecehan seksual atau fisik dibanding anak kandung.
Hal ini dilatarbelakangi karena adanya kekerabatan biologis yang kurang kuat dan keterikatan emosional yang lemah. Mengutip dari Humanium, studi juga menunjukkan anak-anak di keluarga tiri 40 kali lebih rentan terhadap pelecehan dibanding anak yang tinggal dalam keluarga dengan orang tua biologi.
Itu sebabnya, penting untuk menetapkan batasan yang kuat antara anak sambung dan orangtua tiri. Berikut penjelasannya:
1. Tetapkan Batasan yang Jelas
Papa tiri idealnya berada dalam peran yang transparan, bukan sebagai pengganti orangtua biologis, tetapi figur pendukung.
Menghindari interaksi fisik yang privat, seperti tidur bersama anak atau menemani waktu mandi, merupakan batas penting untuk mencegah situasi yang berpotensi mengarah pada pelecehan. Orang tua biologis perlu tetap mengawasi interaksi tersebut secara tegas
2. Ajarkan Anak untuk Berani Menolak Sentuhan yang Tidak Nyaman
Ajarkan anak konsep “tubuh adalah miliknya sendiri”. Tekankan kepada anak bahwa dia boleh menolak sentuhan yang membuat tidak nyaman dan melaporkan situasi menyimpang dialaminya.
Keterbukaan komunikasi sedini mungkin dapat memperkuat kepercayaan agar anak berani bicara jika terjadi pelanggaran, tanpa takut dihakimi. Orangtua biologis dapat membangun dialog terbuka agar anak merasa didengar.
3. Pengawasan Ganda Diperlukan
Pastikan interaksi anak dengan orangtua tiri selalu dilakukan dalam ruang terbuka dan bisa diawasi oleh orangtua biologis atau orang lain terpercaya.
Jika terjadi kekhawatiran atau tanda-tanda perilaku mencurigakan, segera lakukan penyelidikan, dokumentasikan, dan libatkan pihak profesional atau hukum jika perlu.
Demikian kronologi anak 12 tahun di Cikarang dicabuli ayah tirinya sejak kecil serta tips batasan antara orangtua tiri dan anak sambung. Penegakan batasan yang konsisten dapat secara efektif memperkecil risiko sexual abuse pada anak tiri.