Sunan Kalijaga lahir tahun 1400-an dari keluarga bangsawan Tuban yaitu bupati Tuban bernama Tumenggung Wilatikta dan istrinya bernama Dewi Nawangrum. Saat itu, nama aslinya adalah Raden Syahid (dalam beberapa sumber dieja menjadi Raden Said).
Sebagai keturunan bangsawan, ia memiliki beberapa nama, yaitu Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, Ki Dalang Sida Brangti, dan Raden Abdurrahman. Terdapat dua pendapat berbeda mengenai asal usulnya.
Pendapat pertama menyatakan bahwa Sunan Kalijaga adalah keturunan Arab dan Jawa. Sedangkan pendapat lain berdasarkan Babad Tanah Jawi mengungkapkan bahwa Sunan Kalijaga adalah orang Arab.
Meski silsilahnya kembali ke kakeknya, Sunan Kalijaga masih memiliki silsilah dengan Abbad bin Abdul Muthalib alias paman Nabi Rasulullah SAW. Sejak kecil, Sunan Kalijaga telah mendapatkan pendidikan Islam dari gurunya.
Hal ini bertujuan agar nilai-nilai dasar Al-Qur'an dan Hadis Rasulullah SAW dapat menjadi pedoman hidupnya dalam beragama. Selain itu, ia juga dilatih untuk memiliki jiwa kepemimpinan, terutama dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Ia kerap menjadi pemimpin di antara teman-temannya saat bermain, namun tetap rendah hati dan tidak sombong, sehingga disayangi oleh orang-orang di sekitarnya.
Terdapat dua versi mengenai masa muda Sunan Kalijaga. Dalam versi pertama, ia yang saat itu masih dikenal sebagai Raden Said dikisahkan melakukan pencurian dan perampokan.
Namun, tindakannya bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk membantu rakyat kecil yang hidup dalam kemiskinan. Raden Said yang telah mendapatkan pendidikan agama sejak kecil merasa gelisah melihat penderitaan masyarakat Tuban akibat kebijakan yang tidak adil.
Ia pernah mengungkapkan kegelisahannya kepada sang Papa. Namun, sebagai bawahan Kerajaan Majapahit, Papanya tidak memiliki kuasa untuk mengubah keadaan masyarakat. .
Didorong oleh rasa solidaritas dan empati, Raden Said akhirnya mengambil tindakan ekstrem dengan mencuri bahan makanan dari gudang Kadipaten dan membagikannya kepada rakyat yang membutuhkan.
Namun, aksinya diketahui oleh para pengawal kerajaan, sehingga ia dihukum dan diusir dari Tuban. Setelah itu, ia mengembara tanpa tujuan tetapi tetap melanjutkan misinya membantu rakyat melalui aksi pencurian.
Ia kemudian menetap di hutan Jatiwangi. Dirinya dikenal sebagai perampok yang hanya menargetkan orang-orang kaya di daerah tersebut.
Sementara dalam versi lain, Raden Said digambarkan sebagai sosok yang nakal sejak kecil dan tumbuh menjadi seseorang yang kejam. Ia bahkan disebut-sebut pernah membunuh orang hingga mendapatkan julukan Brandal Lokajaya.
Perjalanan jahat Raden Said akhirnya berakhir setelah pertemuannya dengan Sunan Bonang yang menjadi titik balik dalam hidupnya. Dalam Serat Lokajaya, diceritakan bahwa suatu hari Raden Said sedang bersembunyi di hutan untuk mengintai calon korban.
Ia melihat seorang laki-laki tua berpakaian mencolok yang ternyata adalah Sunan Bonang. Ia segera mendekatinya untuk merampas hartanya. Namun, Sunan Bonang menyadari niat Raden Said dan memperlihatkan kesaktiannya dengan menjelma menjadi empat sosok berbeda.
Hal ini membuat Raden Said ketakutan dan mencoba melarikan diri, tetapi ke mana pun ia pergi, Sunan Bonang selalu berhasil menghalanginya. Akhirnya, Raden Said merasa terpojok, ketakutan, dan bertobat di hadapan Allah SWT.
Sejak peristiwa itu, Raden Said menjadi murid Sunan Bonang. Sebagai bagian dari proses pembelajarannya, ia diminta untuk menunggu gurunya di tepi sungai sambil memegang tongkatnya. Dari peristiwa inilah ia kemudian dikenal sebagai Sunan Kalijaga, yang berarti "penjaga kali (sungai)."
Setelah kejadian itu, Raden Said menjadi murid Sunan Bonang, dengan syarat Raden Said harus menunggu Sunang Bonang di tepi sungai sambil memegang tongkatnya.
Penantian Raden Said di tepi sungai itulah yang membuatnya disebut Sunan Kalijaga, artinya menjaga kali (sungai).