Kebiasaan merokok sudah sangat lumrah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Sedihnya, kebiasaan tersebut sudah menjangkiti remaja hingga anak-anak di bawah umur. Adanya kemajuan teknologi berdampak pula pada sektor industri kretek ini, yakni dengan munculnya rokok elektrik. Hal ini semakin memudahkan peredaran rokok di kalangan masyarakat.
Baik perokok baru maupun lama sudah tahu betul bahaya dari kretek tetapi tidak menurunkan hasrat untuk terus mengisap gulungan tembakau itu. Dari hasil survei Global Adult Tobacco Survei (GATS), jumlah perokok pada tahun 2011 sebanyak 60,3 juta orang sementara pada tahun 2021 angkanya bertambah menjadi 69,1 juta orang.
Survei tersebut juga menunjukkan kenaikan prevalensi perokok elektronik hingga 10 kali lipat, yaitu dari 0,3 persen jadi 3 persen.
Dari jumlah tersebut, GATS mencatat sebesar 27,9 persen adalah perokok yang berusia 15-24 tahun. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan persentase merokok anak-anak di bawah umur 15 tahun di Indonesia adalah 28,26 persen per tahun 2022.
Provinsi Lampung menjadi daerah "penyumbang" perokok anak terbanyak, yaitu 33, 81 persen.
Besarnya angka kebiasaan merokok di kalangan anak harus jadi perhatian khusus bagi pemerintah. Walaupun masalah ini sudah menjadi masalah di beberapa negara lainnya.
Para akademisi Universitas Indonesia (UI) turut khawatir tentang kondisi ini. Mengingat Indonesia berada di posisi 13 dengan jumlah keseluruhan perokok terbanyak di dunia.
Popmama.com memaparkan hasil peneliti UI sebut perokok anak di Indonesia terbanyak kedua di dunia.
