Upaya penanganan traumatis pada korban juga dilakukan oleh kepolisian. Kondisi korban dan saksi ditindaklanjuti Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Banyuwangi. Tak hanya itu, aparat juga melakukan penanganan kepada pelaku dengan menyita mainan yang masih ada pada korban. Berkas kasus pelecehan 21 siswi SD ini pun segera mungkin dilimpahkan ke kejaksaan.
Langkah tegas kepolisian ini menjawab pernyataan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Dimana PPPA mendesak supaya penegak hukum menjatuhkan hukuman berat terhadap pedagang lato-lato itu. Deputi Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA Nahar menegaskan kekerasan seksual termasuk kejahatan yang tidak bisa ditoleransi oleh apapun sebagai alasan untuk memperkuat desakan PPPA.
Pelaku harus mempertanggung jawabkan perbuatan kejinya dengan dikenakan pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pekaku akan diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara dapat ditambah sepertiga dari ancaman pidana karena korbannya lebih dari satu orang.
Nahar berharap ada upaya pencegahan agar kasus serupa tidak berulang baik dari pihak sekolah dan orang tua siswa. Mama dan Papa seyogyanya untuk terus mengingatkan si Kecil agar tidak mudah terbujuk orang yang tidak dikenal. Sementara sekolah diminta melakukan tindakan preventif dengan tidak mencap negatif para korban. Sekolah berperan besar guna turut memulihkan siswa dari dampak psikis akibat kekerasan seksual yang dialaminya.
Demikian informasi terkait kasus penjual lato-lato di Banyuwangi lecehkan 21 siswa SD. Dari beberapa kasus pencabulan terhadap si Kecil terlihat bahwa pelaku semakin berani dan nekat melakukan aksinya untuk memperoleh kepuasan tersendiri. Oleh karenanya, Mama pun perlu membentengi anak, seperti menanamkan nilai tak mudah percaya kepada orang yang tak dikenal.