Tamborin berasal dari Eropa, tetapi memiliki kemiripan dengan alat musik sejenis yang ditemukan di belahan dunia lainnya, seperti di Cina, Asia Tengah (Diere), India (Daph), Peru (Chil Chil), dan Greenland (Aelyau).
Alat musik ritmis ini diperkirakan sudah ada sejak zaman kuno, yakni pada zaman Roma kuno dan Yunani kuno. Saat iitu, alat musik tamborin digunakan untuk ritual pemujaan Dewi-Dewi, seperti Cyble, ISIS dan Astarte.
Pada abad ke-13, tamborin dibawa masuk ke wilayah Eropa, yang kemudian sering dimainkan oleh kaum wanita sebagai musik pengiring tarian mereka.
Selama pada abad pertengahan, alat musik ritmis ini menjadi alat musik yang cukup unik, sehingga digunakan di beberapa negara yang ada di Eropa, seperti Perancis, Spanyol, dan Italia.
Di Indonesia sendiri, tamborin diperkenalkan oleh orang-orang Eropa yang datang. Namun, sebagian besar pengaruh alat musik tamborin ini di dominasi oleh orang Belanda. Hal tersebut dikarenakan Belanda datang ke Indonesia dengan tujuan menjajah.
Pada saat itu, Belanda sedang terkena demam untuk membuat sebuah grup musik pribadi. Grup musik pribadi itu sejenis musik kamar (Chamber Music) atau musik yang dimainkan dalam suatu ruangan atau tempat yang kecil. Biasanya, musik ini hanya bisa dinikmati di dalam rumah.
Tamborin menghasilkan suara yang khas berupa perpaduan antara tabuhan dan gemerincing, di mana suara tersebut masih dapat ditemukan hingga sekarang.
Kemudian, alat musik ritmis tamborin dikembangkan oleh masyarakat Indonesia dan dijadikan sebagai alat musik untuk hiburan.
Sampai saat ini, tamborin menjadi alat musik yang disukai oleh masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari berkembangnya tamborin yang menjadi alat musik pengiring musik Indonesia, khususnya musik dangdut.
Musik dangdut sendiri tidak terlepas dari alat musik tamborin di dalamnya dan hal tersebut telah membuktikan bahwa tamborin merupakan alat musik yang sangat umum bagi orang Indonesia. bahkan, tamborin menjadi ciri khas musik Indonesia yang tidak terpisahkan.