Letjen Suprapto seorang Deputi (wakil) Kepala Staf Angkatan Darat di Medan sekaligus perwira tinggi Angkatan Darat berpangkat Mayor Jendral yang dilantik di Jakarta. Ia menjadi salah satu korban penculikan dan pembunuhan dalam G30S. Namun, karena dinyatakan gugur dalam tugas pangkatnya pun dinaikan menjadi Letnan Jenderal
Karirnya di dunia militer dimulai dengan masuk Akademi Militer Kerajaan Bandung. Sayangnya, pendidikannya tersebut harus berhenti karena pendaratan Jepang di Indonesia. Namun, pada awal kemerdekaan Indonesia, Suprapto turut serta dalam usaha bangsa Indonesia merebut senjata pasukan Jepang di Cilacap. Setelahnya, ia melanjutkan karir militernya dengan masuk Tentara keamanan Rakyat (TKR) di Purwokerto.
Saat berkarir di TKR, Suprapto dipercaya sebagai ajudan Panglima Besar Sudirman dalam pertempuran di Ambarawa. Karir Suprapto di militer pun semakin melejit. Di tengah puncak karirnya, PKI mengajukan pembentukan angkatan perang kelima, namun Suprapto menolaknya. Yang kemudian menjadikan alasan dirinya pun menjadi korban pemberontakan G30S PKI yang jasadnya ditemukan di Lubang Buaya..
Pasukan Cakrabirawa tiba di rumah Suprapto sekitar pukul 04.00 WIB. Suprapto diminta untuk ikut bersama pasukan dengan alasan serupa, yakni diundang untuk rapat di istana. Setelah dibawa keluar, Suprapto diikat dan dinaikkan ke truk. Dalam perjalanan, ia dibunuh, dan jenazahnya dibawa ke Lubang Buaya.