Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
Kasih dan Zabiena murid Sparks English
Popmama.com/Muhammad Hafiez Hatta

Pada acara Popmama Education Day yang berlangsung di The Plaza pada (17/05/2025) kemarin, Zabiena Ulia Nasution dan Kasih Aurelia Sinaga, siswa Sparks English level 1 kategori Sparks Teen, tampil membawakan storytelling berjudul "Aku dan Cita-citaku" dalam bahasa Inggris.

Penampilan mereka selaras dengan tema Popmama Education Day, yaitu “Manifesting a Brighter Future”. Dalam pertunjukan tersebut, mereka menceritakan impian mereka untuk menjadi dokter dan bagaimana cita-cita itu dapat berkontribusi untuk membantu orang-orang di sekitar mereka.

Ingin tahu kunci percaya diri Kasih dan Zabiena? Ayo, baca artikel khusus Popmama.com ini!

Tampilkan Dongeng “Aku dan Cita-citaku” di Popmama Education Day

Popmama.com/Muhammad Hafiez Hatta

Setelah sesi Talkshow pertama usai, Zabiena dan Kasih tampil di panggung untuk menghibur peserta Popmama Education Day lewat penampilan storytelling mereka. Dengan menggunakan bahasa Inggris, keduanya membawakan dongeng berjudul "Aku dan Cita-citaku".

Cerita yang disampaikan ini tentang impian mereka untuk menjadi dokter dan keinginan membantu orang-orang di sekitar yang membutuhkan.

Menurut mereka, menjadi dokter adalah bentuk nyata kontribusi kepada bangsa dan wujud kepedulian terhadap sesama. Saat ditanya alasan di balik cerita tersebut, Kasih menjawab,

“Karena nanti aku mau jadi dokter, dan itu yang bakal aku lakukan untuk negaraku,” ujar Kasih dengan penuh semangat.

Yang Berbeda dari Kemampuan Bertutur Cerita

Popmama.com/Muhammad Hafiez Hatta

Selain mahir dalam storytelling, Kasih dan Zabiena juga menggemari seni pertunjukan lainnya, lho. Kasih aktif di paduan suara, sementara Zabiena senang menari. Tak heran, panggung sudah bukan hal asing bagi mereka.

Pengalaman tampil di berbagai jenis pertunjukan membuat mereka semakin peka bahwa meskipun semuanya dilakukan di depan penonton, setiap bentuk penampilan membutuhkan pendekatan dan tingkat kepercayaan diri yang berbeda. 

“Rasanya beda banget semua,” ungkap Kasih. “Kalau storytelling itu kan sendiri, jadi kalau salah langsung terasa, kayak kelihatan banget. Tapi kalau paduan suara bareng-bareng, jadi kalau ada yang miss sedikit, nggak terlalu kelihatan.”

Zabiena dengan nada yang sama juga mengiyakan, sambil menambahkan,

“Tari juga kayak gitu. Kalau salah sedikit, nggak secepat menampil solo ketahuannya. Menurutku storytelling lebih susah secara keseluruhan.” ungkap Zabiena.

Ajakan Persuasif, Belajar Yakinkan Orang Lain Lewat Cerita

Popmama.com/Muhammad Hafiez Hatta

Lewat mendongeng, Kasih dan Zabiena belajar lebih dari sekadar bercerita. Mereka juga mengembangkan kemampuan untuk meyakinkan penonton melalui komunikasi yang baik, serta cara bagaimana menyampaikan cerita dengan efektif agar penonton tidak merasa bosan.

Meski keduanya bercita-cita menjadi dokter, mereka percaya bahwa kemampuan storytelling yang diasah sejak dini akan tetap berguna di masa depan.

“Dongeng itu hobiku,” ujar Kasih. “Menurutku kemampuan ini bisa jadi nilai plus untuk cita-citaku jadi dokter, karena aku jadi lebih mudah menjelaskan hal-hal rumit ke pasien-pasienku. Jadi lebih kemampuan komunikasi yang aku bangun akan terpakai.” lanjutnya.

Sementara itu, Zabiena mengaku sebenarnya tidak terlalu gemar mendongeng, namun tetap tertarik dan menyadari manfaatnya. 

“Aku jarang mendongeng, tapi kalau nanti jadi dokter suatu saat nanti, mungkin akan sering diminta isi acara soal kesehatan dan semacamnya. Nah, kemampuan storytelling dan public speaking-ku bakal sangat kepakai,” tuturnya.

Agar penonton tidak mudah bosan saat mendengarkan dongeng, Kasih dan Zabiena punya strategi mereka sendiri. 

Kasih mengandalkan permainan intonasi untuk menjaga perhatian audiens. Ia belajar teknik ini saat mengikuti kelas speaking di Sparks English, termasuk bagaimana menyampaikan kalimat bernada negatif maupun kalimat yang bernada seru dengan intonasi yang tepat. 

Sementara itu, Zabiena lebih menonjolkan ekspresi wajah dan gestur tangan untuk menghidupkan cerita. 

“Nada ceritanya juga dibuat beda-beda, tergantung isi ceritanya,” ujar Zabiena. 

Dengan pendekatan yang berbeda, keduanya sama-sama menunjukkan bahwa membawakan dongeng yang menarik bukan hanya soal isi cerita, tapi juga cara menyampaikannya.

Membangun Percaya Diri Anak Lewat Cerita

Popmama.com/Muhammad Hafiez Hatta

Kepercayaan diri anak tidak selalu tumbuh dari hal-hal besar. Kadang, ia justru muncul dari kegiatan sederhana seperti membaca dan menceritakan ulang. 

Seperti ungkapan bahwa “when children share stories, they don't just weave narratives; they weave their own self-confidence”, Kasih dan Zabiena berpandangan bahwa latihan-latihan itulah yang membangun kepercayaan diri mereka. 

Kasih sendiri melakukan itu dengan membacakan dongeng kepada kedua adiknya sebelum tidur. 

“Aku nggak terlalu sering didongengin waktu kecil, tapi Mama Papa belikan buku dongeng berbahasa Inggris yang banyak. Biasanya setiap sebelum adikku tidur, aku selalu bacakan itu untuk mereka,” ungkapnya

Setiap malam melakukannya membuat Kasih jadi terbiasa. Karena sudah terlatih di situ, ia jadi tidak terlalu gugup ketika diminta mendongeng di panggung yang sebenarnya.

Berbeda dari Kasih, Zabiena mengembangkan kreativitas dan kepercayaan dirinya dalam memakai bahasa Inggris melalui hobinya membaca novel-novel fantasi berbahasa Inggris dan menonton film-film berbahasa Inggris pula. Genre favoritnya bahkan cukup unik untuk anak seusianya,

“Aku paling suka Final Destination,” ujarnya sambil tertawa kecil. 

Meski bukan film anak-anak, pengalamannya menikmati berbagai bentuk narasi membantunya memahami ritme, ketegangan, dan cara menyampaikan cerita secara menarik.

Bagi Kasih dan Zabiena, membaca dan menceritakan cerita bukan hanya sekedar hobi, tapi juga jalan untuk mengenal diri dan menumbuhkan kepercayaan diri mereka.

Banyak Cara Atasi Kegugupan

Popmama.com/Muhammad Hafiez Hatta

Ada banyak cara yang bisa dilakukan anak-anak untuk mengatasi rasa gugup saat tampil di depan umum. Kasih dan Zabiena sendiri punya strategi masing-masing untuk menghadapinya. Kasih, misalnya, lebih memilih untuk fokus pada isi cerita dan hafalan. 

“Aku nggak mikirin banyaknya orang. Pokoknya aku baca dan hafal terus sampai lupa kalau aku sebenarnya gugup,” ujarnya.

Ia biasanya juga menggunakan media bantu saat bercerita, meskipun kali ini tampil tanpa alat bantu apa pun. 

Sementara itu, Zabiena memilih untuk melupakan kegugupannya dengan mencoba fokus mengikuti alur cerita yang ia sampaikan. 

“Kalau gugup banget, aku bisa berhenti sebentar di tengah-tengah, tarik napas, rileksin diri dulu. Kalau sudah tenang, baru lanjut lagi,” jelasnya.

Lalu, bagaimana solusi mereka agar tampil lebih percaya diri? Kasih menekankan pentingnya membaca dan latihan mandiri. 

“Latihan terus, entah itu ngomong sendiri atau di depan cermin. Soalnya aku nggak mau pas di depan orang malah blank. Practice makes perfect,” katanya. 

Di sisi lain, Zabiena lebih menekankan pada pemahaman materi dan latihan bahasa. 

“Lancarinnya dari basic dulu, terus dalami topik yang ingin disampaikan, baru latihan bahasa asingnya terakhir. Dan jangan takut ambil kesempatan tampil di event-event. Itu bisa jadi ladang latihan juga,” tuturnya. 

Bagi mereka berdua, rasa percaya diri bukan datang begitu saja, tapi dibentuk lewat proses yang konsisten dan kemauan untuk terus mencoba.

Study Squad di Sparks English, Kembangkan Kemampuan Bahasa Inggris

Popmama.com/Muhammad Hafiez Hatta

Di Sparks English, selain mendapatkan materi di kelas reguler, siswa juga akan mendapat fasilitas bernama Study Squad yang diperuntukkan untuk edukasi personal. Program ini adalah program komplementer di mana siswa bisa melakukan konsultasi terkait masalah yang mereka hadapi dalam belajar bahasa Inggris. 

Ega Ramadhany, Manager Executive Sparks English juga mengungkapkan bahwa untuk mengembangkan self-confidence siswa, mereka memiliki program lain juga yaitu Sparks Session

“Selain itu, di Sparks, ada juga Sparks Session, yang bisa diibaratkan seperti ekstrakurikuler di sekolah. Sparks Session ini menghadirkan public speaker yang ahli dalam berbagai tema. Kadang juga berkolaborasi dengan merchant tertentu,” jelas Ega.

Menariknya, Sparks Session terbuka untuk umum, tidak hanya untuk siswa Sparks saja. Bahkan, orangtua siswa juga bisa ikut. Program ini memberikan kesempatan bagi mereka untuk bisa terlibat dalam perkembangan anak-anak mereka. 

“Tapi bagaimanapun, (kepercayaan diri) itu semua dimulai dari diri sendiri. Jika ada banyak ruang tetapi anak tidak berani mencoba pun akan sama saja. Jadi, niat itu harus tumbuh dari dalam dirinya dulu,” tambah Ega.

Sparks English sendiri memiliki tiga program utama, yaitu Little Sparks, Sparks Kids, dan Sparks Teens. Little Sparks terdiri dari 6 level, sementara Sparks Kids dan Sparks Teens masing-masing memiliki 10 level.

Itu dia Ma, kunci percaya diri Kasih dan Zabiena. Bagaimana? Siap melatihnya kepada anak mama dari sekarang?

Editorial Team