Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
Ilustrasi - Freepik/Burdun
Ilustrasi - Freepik/Burdun

Mama mungkin telah mendengar banyak tentang trauma, tapi belum mengenal lebih jauh seputar trauma relasional. Singkatnya, trauma relasional atau relational trauma adalah trauma yang terjadi dalam hubungan dekat, biasanya terjadi antara anak dan orangtua dan pengasuh. 

Hubungan seorang anak dengan orangtua atau pengasuh, dapat memengaruhi citra diri dan hubungan masa depan anak. Ketika hubungan itu terganggu misalnya terjadi pelecehan atau pengabaian, itu dapat menyebabkan trauma relasional dan berbagai masalah kesehatan mental.

Pengalaman trauma relasional di usia muda, juga dapat memengaruhi cara anak berhubungan dengan orang lain di kemudian hari, yang menyebabkan kesulitan dalam bersosialisasi, seperti menetapkan batasan dan mengalami hubungan yang toxic.

Penting bagi orangtua untuk mengetahui tanda-tanda trauma relasional pada anak, agar segera mendapatkan penanganan dan perawatan untuk mencegah gangguan ini berkembang menjadi lebih parah. 

Dilansir dari Charis Counseling Centre, berikut Popmama.com telah merangkum beberapa tanda trauma relasional pada remaja yang harus diwaspadai.

1. Merasa bertanggung jawab untuk kesejahteraan emosional orang lain

Ilustrasi - Freepik/Seventyfour

Seorang anak yang memiliki trauma relasional dapat merasa bersalah ketika ia mengatakan “tidak”. Ia lebih peduli untuk menyenangkan orang lain daripada melakukan yang terbaik untuk dirinya sendiri. Bahkan anak juga merasa perlu untuk “memperbaiki” masalah orang lain.

Dalam hal ini, anak mungkin tumbuh dengan keyakinan bahwa ia bertanggung jawab atas segala kemarahan atau depresi yang dialami oleh Mama atau Papanya di masa lalu. Dan karena itulah, ia perlu mencari cara untuk memperbaikinya.

2. Menjadi sangat waspada dalam memantau suasana hati orang lain

Freepik/Pressfoto

Tanda trauma relasional lainnya adalah anak kerap memantau suasana ruangan untuk mengambil lingkungan emosional, menyesuaikan suasana hati dengan suasana hati orang lain, menghindari konflik. Secara garis besar, remaja merasa tidak aman secara emosional di sebagian besar hubungan.

Ketika ini terjadi, anak mungkin tumbuh di sekitar banyak kemarahan dan dengan demikian secara tidak sadar anak merasa perlu untuk memantau keselamatannya dalam suatu hubungan. Anak mungkin juga tumbuh di sekitar lingkungan yang menunjukkan banyak depresi atau kecemasan.

Sehingga, ia menghindari dirinya merasakan sedih, kontemplatif, atau introspeksi.

3. Merasa takut gagal

Freepik/gpointstudio

Meskipun hampir setiap manusia tidak mau gagal dalam hidup sehingga takut mengalami kegagalan, itu adalah normal. Namun ini berbeda ketika seseorang telah menjadi perfeksionisme.

Perfeksionisme ditandai dengan keyakinan remaja bahwa segala sesuatu yang kurang dari kesempurnaan, adalah kegagalan. Hasilnya adalah, remaja memiliki ketidakmampuan untuk keluar dari zona nyamannya, dan cenderung mengambil jalan dengan hambatan atau risiko paling kecil. 

Tak menutup kemungkinan, remaja dibesarkan di lingkungan di mana kesalahan tidak ditoleransi atau diabaikan ketika mencapai prestasi tertentu.

4. Takut ditinggalkan atau diabaikan

Freepik

Seringkali tidak diucapkan, tetapi perilaku ini mencerminkan keyakinan bahwa orang lain pada akhirnya akan pergi.

Misalnya, remaja kesulitan mengakhiri interaksi relasional, dengan berbicara berlama-lama sambil minum kopi, atau merasa ditolak jika panggilan atau pesan teks tidak dibalas dengan cepat, hingga percaya bahwa ketika orang lain diam atau bahkan marah, berarti mereka “tidak menyukai/menyayanginya lagi”.

Ini adalah akibat dari ditinggalkan secara fisik (bahkan melalui kematian) oleh salah satu atau kedua orangtua anak. Tetapi ini juga dapat terjadi ketika salah satu atau kedua orangtua anak yang secara emosional jauh. Artinya mereka tidak hadir untuk menemani anak dalam keadaan sulit dan tertutup.

5. Tidak mau bergantung pada orang lain dengan berlebihan

Freepik/pvproductions

Salah satu tanda lainnya dari trauma relasional adalah kemandirian. Meskipun mungkin dianggap baik bagi tumbuh kembang remaja, apa yang sering tampak sebagai kemandirian ini ternyata berakar pada keyakinan "Saya sendiri.".

Remaja menganggap bahwa orang lain tidak bisa atau tidak mau membantunya, dan bertanya itu memalukan, sehingga anak harus berusaha mencari tahu sendiri. Akibatnya remaja seringkali mengisolasi diri sendiri, kesepian, dan lebih banyak rasa malu.

Nah itulah beberapa tanda trauma relasional pada remaja yang harus diwaspadai. Ketika anak menunjukkan tanda-tanda di atas, segeralah berkonsultasi dengan psikolog anak atau keluarga. Hindari melakukan self-diagnosed yang bisa membuat gangguan sebenarnya terabaikan dan memperparah kondisi kesehatan mental.

Meskipun mengatasi trauma relasional bisa sulit, tetap ada kemungkinan untuk menyembuhkannya dengan terapi hingga obat-obatan. Remaja juga bisa belajar bagaimana menghadapinya dengan cara yang sehat.

Editorial Team