Bisa Bunuh Diri! Begini Dampak Cyberbullying pada Anak

Walau hanya di internet, dampak cyberbullying ternyata lebih parah dari bullying

29 Oktober 2020

Bisa Bunuh Diri Begini Dampak Cyberbullying Anak
Freepik

Orangtua mana yang tidak khawatir dengan ancaman bullying di sekolah? Tentunya tidak ada yang mau hal buruk ini menimpa si Kecil ya, Ma.

Untuk melindungi si Kecil, Mama dan pihak sekolah tentu sudah melakukan berbagai langkah pencegahan agar anak tidak di-bully atau bahkan jadi pelaku bullying

Namun ternyata, bentuk bullying tidak hanya bisa dialami anak di sekolah saja, Ma. Di dunia maya pun anak bisa mengalami cyberbullying, yang ternyata dampaknya bisa lebih parah dari bullying.

Jika istilah cyberbullying ini masih asing di telinga Mama, yuk gali informasi lebih dalam tentang bentuk digital dari bullying berikut ini.

1. Apa itu Cyberbullying?

1. Apa itu Cyberbullying
Freepik

Cyberbullying adalah istilah saat seorang anak atau remaja mendapat perlakuan tidak menyenangkan oleh seorang anak atau sekelompok remaja lain, melalui penggunaan internet, demikian mengutip laman Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)

Cyberbullying bisa terjadi di semua format online dan mengikutsertakan profil jejaring sosial, situs tempat berbagi foto dan video, blog, e-mail, atau bahkan dari yang paling sederhana seperti pesan instan di WhatsApp.

Bentuk perlakuan tidak menyenangkan ini sangat luas, Ma. Mulai dari dihina, diancam, dipermalukan, atau bahkan disiksa.

Editors' Pick

2. Ragam bentuk Cyberbullying

2. Ragam bentuk Cyberbullying
Freepik

Berdasarkan data IDAI, bentuk cyberbullying yang paling sering terjadi adalah ejekan, olok-olok, makian (52 persen); fitnah atau gosip (30,3 persen), penyebaran foto, gambar, atau video (9,6 persen); dan pengiriman materi pornografi (3 persen).

Metode penyampaiannya juga sangat beragam lho, Ma.

  • Ada yang dikirimkan secara langsung ke anak (direct attacks),
  • menyebarkan pesan atau gambar yang dapat mempermalukan anak di depan publik (posted and public attacks),
  • memanfaatkan orang lain untuk membantu mengganggu korban (cyberbullying by proxy).

3. Usia rawan kena Cyberbullying

3. Usia rawan kena Cyberbullying
Freepik

Semakin besar anak, semakin diberikan gadget, maka semakin besar juga kemungkinan anak menjadi korban cyberbullying. Menurut data Cyberbullying Research Center, sekitar 20 persen anak usia 11-18 pernah menjadi korban atau berhubungan dengan cyberbullying.

Siapa yang lebih sering terlibat, anak perempuan atau anak laki-laki? Walau keduanya sama-sama bisa jadi korban atau pelaku, namun ternyata anak perempuan lebih sering menjadi target dan pelaku cyberbullying.

Baca juga:Ini lho, tanda-tanda anak mama jadi korban cyberbullying

4. Dampak Cyberbullying pada anak

4. Dampak Cyberbullying anak
Pixabay

Walau gangguan ini berasal dari gadget, namun korban cyberbullying bisa sangat ketakutan untuk bertemu teman, pergi ke sekolah, dan bahkan takut untuk membicarakan masalah dengan orang tua. 

Kalau sudah begini, dampak panjangnya fatal lho, Ma. Mulai dari mengalami gangguan makan, tidak mau berteman, frustrasi, depresi, menyakiti diri sendiri, hingga bunuh diri!

Sementara itu, kehidupan New Normal saat ini di mana anak belajar atau sekolah secara online tentu bisa menambah peluang terjadinya cyberbullying. 

Anak yang menjadi korbannya mungkin ingin sekali menghindari ini. Ingin rasanya meninggalkan smartphone untuk menenangkan diri.

Namun tugas selalu datang setiap hari. Belum lagi untuk bukti keikutsertaan anak belajar, kadang guru minta dikirimkan foto sang Anak dan sekali lagi ini bisa menciptakan ruang untuk cyberbullying.

Anak bisa semakin merasa tertekan jika mengalami hal ini.

5. Langkah tepat melindungi anak

5. Langkah tepat melindungi anak
Freepik

Jika anak mama menjadi target cyberbullying, maka carilah cara seluas mungkin agar anak mau menerima dukungan emosional dari keluarga, sahabat, guru di sekolah, atau penyedia layanan kesehatan mental.

Berapa pun usia anak, pastikan ia mau bercerita banyak hal pada Mama. Tentunya agar Mama bisa menawarkan solusi pada hal-hal rumit yang sedang anak hadapi. Namun hargai dan hormati keputusan anak jika ia memilih caranya sendiri untuk menghadapi masalah.

Walau anak boleh memilih caranya sendiri, namun ingatkan kalau respons yang agresif hanya akan memperbesar masalah.

Mama juga perlu memotivasi anak untuk ikut serta di berbagai kegiatan yang ia sukai. Semua itu penting, karena anak yang memiliki orangtua yang aktif membantunya menjalani tiap fase kehidupan, akan memiliki sikap dan respons yang lebih baik pada situasi kurang menyenangkan.

Baca juga:

The Latest