4 Masalah Nutrisi yang Paling Sering Terjadi pada Remaja

Anak mama memang makan banyak, tapi apakah kebutuhan nutrisinya benar terpenuhi?

21 September 2018

4 Masalah Nutrisi Paling Sering Terjadi Remaja
Freepik/freephoto

Bagi Mama yang memiliki anak usia remaja, memenuhi kebutuhan nutrisi anak tentu menjadi salah satu perhatian utama. Ya, nutrisi memang sangat diperlukan untuk menunjang tumbuh kembang anak. Terlebih, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan kalau fenomena pacu tumbuh atau growth spurt terjadi ketika anak memasuki usia puber.

Menurut University of Southern California, di masa growth spurt tersebut anak akan menyentuh tinggi maksimalnya dalam waktu yang cukup singkat! Untuk itu, sangat penting untuk memberikan ‘bahan bakar’ berupa nutrisi yang cukup agar tubuh anak bisa menjulang tinggi.

Kapan sih anak mulai puber?

Menurut IDAI, anak lelaki mulai puber di usia 9 sampai 14 tahun, sedangkan anak perempuan mulai puber di usia 8 sampai 13 tahun. Ketika anak usia puber ini sedang mengalami masa growth spurt, maka biasanya nafsu makan anak akan tiba-tiba meningkat.

Menurut penelitian University of Southern California, masa ‘hobi makan’ ini akan terjadi selama 24 sampai 36 bulan. Penting bagi Mama untuk selalu menyediakan makanan sehat dan kaya nutrisi, karena ini semua akan diubah menjadi ‘modal’ anak untuk bertambah tinggi.

Begitu penting ya peran nutrisi untuk tumbuh kembang anak. Mirisnya, masih banyak anak dan remaja di Indonesia yang mengalami masalah nutrisi. Apa saja sih masalah nutrisi yang sering terjadi pada remaja?

Menurut IDAI, inilah 4 masalah nutrisi tersebut:

1. Kekurangan mikronutrien

1. Kekurangan mikronutrien
Freepik/timolina

Inilah masalah nutrisi utama yang kerap terjadi pada rmeaja, yaitu defisiensi (kekurangan) mikronutrien. Menurut IDAI, defisiensi mikronutrien yang dimaksud khususnya adalah anemi defisiensi zat besi, kurang gizi dengan perawakan pendek, hingga kelebihan gizi dengan tubuh obesitas.

Mengutip Buku Bunga Rampai Kesehatan Remaja yang ditulis oleh Satgas Remaja IDAI, anemia merupakan masalah nutrisi utama pada remaja dan umumnya pola makan salah sebagai penyebabnya, di samping infeksi dan menstruasi. Tidak heran kalau prevalensi anemia pada remaja cukup tinggi.

Editors' Pick

2. Gizi kurang dan perawakan pendek

2. Gizi kurang perawakan pendek
Freepik/nensuria

Menurut informasi dari Satgas Remaja IDAI, perawakan pendek pada remaja seringkali ditemukan pada populasi dengan kejadian malnutrisi tinggi, prevalensi berkisar antara 27 - 65 persen pada 11 studi oleh ICRW (International Centre for Research on Women).

Perawakan pendek ini juga sering disebut dengan stunting, yang hingga saat ini masih menjadi tantangan bagi anak-anak di dunia. “Sekitar 162 juta anak berusia di bawah 5 tahun di seluruh dunia mengalami stunting, dan 8,9 jutanya merupakan anak Indonesia,” ujar DR. dr. Damayanti R. Sjarif, Sp.A(K), saat ditemui di acara Nutricia di Westin Hotel (13/9).

Menurut DR. Damayanti, stunting turut disebabkan oleh:

- Asupan nutrisi yang tidak optimal.

- Kebutuhan nutrisi yang meningkat akibat kondisi kesehatan suboptimal akibat penyakit. Misalnya, diare akibat sanitasi lingkungan yang buruk, atau ISPA berulang akibat tidak diimunisasi.

3. Obesitas

3. Obesitas
Freepik/freephoto

Masalah kesehatan yang satu ini mungkin sudah sering Mama dengar, namun sayangnya angka obesitas tidak kunjung berkurang hingga saat ini. Padahal, obesitas pada masa remaja sangat berbahaya, karena menurut IDAI ini cenderung menetap hingga anak dewasa.

Mirisnya lagi, semakin lama obesitas berlangsung, maka makin besar juga korelasinya dengan mortalitas dan morbiditas.

Tidak hanya bagi kesehatan, dampak buruk obesitas juga memengaruhi kehidupan sosial anak. Orangtua juga bisa terkena dampak dari obesitas, karena pengobatannya terbilang mahal dan seringkali tidak efektif.

4. Pola makan yang salah

4. Pola makan salah
Freepik/pressphoto

Sudah bukan rahasia lagi, remaja memang sangat berkaitan erat dengan pola makan yang kurang sehat. Bahkan bagi remaja yang tidak berasal dari keluarga dengan masalah ekonomi atau keterbatas pangan pun, masalah pola makan masih sering terjadi.

Remaja identik dengan penggemar junk food? Sepertinya ini ada benarnya, Ma.

Menurut IDAI, banyak hal yang mendorong remaja untuk akrab dengan pola makan yang tidak menentu (dan cenderung kurang sehat), beberapa di antaranya adalah:

- Pencarian identitas,

- upaya untuk diterima lingkungannya,

- upaya untuk tidak ketergantungan dengan lingkungannya,

- kepedulian penampilan (body image), 

- tekanan dari teman sekelompok (peer group),

- kurang peduli dengan masalah kesehatan.

Menurut IDAI, itu semua akan mendorong remaja pada kebiasaan makan yang kurang sehat, seperti:

- Suka ngemil makanan padat kalori,

- melewatkan sarapan,

- waktu makan tidak teratur,

- sering makan fast food,

- jarang mengonsumsi sayur, buah, dan produk susu,

- sering diet yang salah pada remaja perempuan.

Perpaduan berbagai faktor di atas, mengakibatkan asupan makanan anak remaja tidak sesuai kebutuhan dan tidak mengandung gizi seimbang. Akibatnya? Gizi kurang atau malah gizi lebih (hingga terjadilah obesitas).

Mari cegah remaja Mama dari gizi buruk, dengan selalu memastikan ia mengonsumsi makanan bergizi seimbang ya, Ma. Mama pasti bisa!

The Latest