7 Pemicu Stres Remaja, Jangan Disepelekan

Stres bukan hanya dialami orang dewasa, remaja pun rentan mengalami stres

28 Januari 2022

7 Pemicu Stres Remaja, Jangan Disepelekan
Pexels/Elijah O'Donnell

Stres bukan hanya dialami orang dewasa. Remaja pun rentan mengalami stres. Mungkin bagi sebagian orang hal ini terdengar aneh, karena anggapan kehidupan remaja yang menyenangkan dan bebannya tidak seberat orang dewasa.

Tetapi bukan berarti kehidupan remaja tidak diwarnai tekanan. Karena itulah pemicu stres pada remaja bisa bermacam-macam. 

Berikut ini Popmama.com merangkum 7 pemicu stres pada remaja, dilansir dari Very Well Family:

1. Media sosial

1. Media sosial
Freepik/Burdun

Media sosial kini telah menjadi bagian dari kehidupan remaja dan menjadi cara mereka dalam berinteraksi sosial dengan sesamanya. 

Meskipun ada sejumlah manfaat dari media sosial, tetapi media sosial juga meningkatkan stres remaja. Terutama jika remaja mengalami cyberbullying atau sedang berjuang melawan rasa takut akan ketinggalan (FOMO). 

Selain itu, media sosial juga memicu stres tatkala remaja menemukan berita atau konflik di media sosial yang menakutkan atau membuat mereka khawatir.

2. Kecemasan dan ketidakpastian

2. Kecemasan ketidakpastian
Freepik/Pvproduction

Mendidik anak agar cerdas secara emosional, penuh kasih, dan empati adalah hal yang penting di masa sekarang ini. Ketika seorang remaja tidak dapat mengelola perasaan mereka dan juga perasaan orang lain, hal ini dapat memicu stres pada remaja pula.

Sayangnya, tidak semua remaja tahu apa yang boleh dan apa yang tidak, apa yang layak dan yang tidak, sehingga mereka menjadi overthinking dan cemas menghadapi kehidupannya sendiri. 

Editors' Pick

3. Jadwal yang padat

3. Jadwal padat
Freepik/Mariasurtu

Kegiatan seperti olahraga, musik, tari, dan seni seharusnya menghilangkan stres remaja, bukan menambahnya. Saat ini banyak orangtua berusaha menambah kecakapan anak dalam berbagai bidang dengan les dan kursus. Hal ini membuat jadwal kegiatan anak semakin padat. Belum lagi dengan sekolah dan kegiatan belajar lainnya. 

Aktivitas-aktivitas ini, yang awalnya dimaksudkan sebagai pengalih stres justru malah menjadi sumber stres. Anak jadi tidak punya waktu luang untuk dirinya sendiri.

4. Orangtua yang terlalu mengatur

4. Orangtua terlalu mengatur
freepik

Memang, anak masih remaja dan perlu dibimbing. Adalah hal yang wajar jika orangtua ingin menghindarkan anak dari rasa sakit atau kesulitan. Tetapi, bagaimana pun juga anak punya keinginannya sendiri terhadap diri dan kehidupannya. 

Orangtua yang terlalu mengatur dan terlibat justru dapat menimbulkan stres pada anak. Akan lebih banyak masalah yang timbul dari hal ini karena gaya pengasuhan seperti ini merampas kebahagiaan anak dan mematikan kemampuan anak untuk belajar dari kesalahannya. 

5. Kurang komunikasi langsung dengan orang lain dan merasa terbatas

5. Kurang komunikasi langsung orang lain merasa terbatas
Freepik/iljaest

Gadget dan internet telah menggantikan sebagian cara berkomunikasi manusia di dunia. Dari yang dulunya bertatap muka, berkat adanya gadget dan internet, semuanya dapat terfasilitasi dengan mudah tanpa harus bertemu. 

Namun, di sisi lain, kurangnya komunikasi langsung dengan orang lain ini dapat membuat remaja merasa terbatas. Terjebak dalam dunia maya di dalam gadget saja nyatanya membuat seseorang merasa afeksinya kurang terpenuhi.

Memang, komunikasi melalui gadget praktis dan bisa melebur jarak serta waktu. Akan tetapi, komunikasi melalui gadget tidak bisa menggantikan gestur-gestur antar manusia yang dapat membuat seseorang merasa utuh, seperti sentuhan dan pelukan.

6. Pandemi Covid-19

6. Pandemi Covid-19
Pexels.com

Tidak dipungkiri, pandemi Covid-19 menjungkirbalikkan kehidupan manusia abad ini. Tak terkecuali para remaja. Dari yang dulunya bisa bertemu kapan saja di mana saja dengan teman-temannya, gara-gara pandemi Covid-19 membuat banyak remaja yang merasa kehidupannya terbatas hanya di dalam rumah dan hanya dengan gadget serta internet saja.

Pembatasan akibat pandemi Covid-19 membuat remaja tidak bisa bersosialiasi dengan bebas. Padahal remaja butuh bersosialisasi untuk mengembangkan diri dan menghibur dirinya. Hal ini dapat memicu stres pada remaja.

7. Memandang diri negatif

7. Memandang diri negatif
Freepik/user21856044

Kebanyakan remaja mulai menjadi pemikir. Entah itu karena apa yang mereka harapkan dari melihat sosok orang lain, yang ternyata mereka tidak bisa mencapainya. 

Sebagian remaja tidak tahu bagaimana mengelola perasaan ini dengan baik. Mereka mungkin akan terlibat dengan self-talk negatif, di mana mereka memikirkan hal-hal negatif tentang diri mereka sendiri atau memikirkan sesuatu yang terjadi. Misalnya remaja merasa dirinya gendut sehingga tidak layak dicintai. 

Situasi ini dapat meningkatkan stres remaja.

Jika remaja sedang berjuang melawan stres, penting bagi orangtua untuk senantias menjadi tempat bercerita yang aman bagi anak. Apabila anak tampak sangat terganggu dengan sumber stresnya, jangan ragu membawa anak berkonsultasi dengan psikolog untuk menemukan solusi terbaik yang dapat meningkatkan kualitas hidup anak.

Semoga informasi ini bermanfaat, Ma.

Baca juga:

The Latest