Tak Semua Positif, Ini Tren yang Sedang Berkembang di Kehidupan Remaja

Jangan sampai Mama tidak mengikuti perkembangannya dan tidak bisa memahami apa yang anak alami

16 Maret 2020

Tak Semua Positif, Ini Tren Sedang Berkembang Kehidupan Remaja
Freepik

Menjadi orangtua dari anak dan remaja masa kini tidaklah mudah. Dengan dunia yang serba cepat dan terus berkembang, sulit untuk tidak mengikuti perubahan sosial yang terjadi di kehidupan anak-anak kita. 

Anak-anak yang lahir antara tahun 1995 hingga 2012 dijuluki sebagai generasi iGen. Julukan ini diberikan oleh Jean Twenge, seorang peneliti dari San Diego State University. Penting mengetahui karakter generasi anak-anak kita ini, Ma, agar kita tahu permasalahan, kegelisahan dan bagaimana cara menghadapi mereka. Berikut Popmama.com merangkum informasinya, dilansir dari health.usnews.com:

Generasi iGen Terbukti Lebih Berwawasan Luas

Generasi iGen Terbukti Lebih Berwawasan Luas
Freepik

Dari studi yang dilakukan oleh tim Twenge, para iGener lebih cerdas secara teknis dan berwawasan luas. Hasil penelitian menunjukkan, jika dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya, generasi iGen mengonsumsi alkohol lebih sedikit, begitu pula dengan obat-obatan terlarang. Mereka lebih perhatian terhadap isu-isu administratif, salah satunya adalah menunda mendapatkan SIM dengan cara menyogok, sehingga lebih sedikit menyebabkan kecelakaan mobil. 

Di sisi lain, generasi iGen mengalami begitu banyak tragedi yang terjadi dalam hidupnya. Mereka melalui masa-masa dunia sedang bergejolak, dari penembakan massal hingga terorisme. Mereka melihatnya dan hal tersebut membentuk pandangan mereka terhadap dunia. Selain itu, mereka juga menghadapi tantangan-tantangan hidupnya sendiri, yang berdampak bagi kesehatan fisik dan mental mereka saat ini dan di masa depannya. Inilah 5 hal yang perlu diketahui orangtua:

Editors' Pick

1. Rentan kecemasan dan depresi

1. Rentan kecemasan depresi
themagpieproject

Kecemasan dan depresi adalah hantu yang membayangi anak-anak kita di masa kini. Studi yang dipublikasikan di the Journal of Abnormal Psychology menemukan bahwa lebih dari satu dekade ini, angka penderita gangguan mental di usia muda, dua kali lipat lebih tinggi. 

Meski banyak teori yang muncul atas pemicu fenomena ini, salah satu yang mendapat perhatian khusus dari para profesional adalah konektivitas berlebihan yang dapat menyebabkan anak merasakan isolasi sosial. Banyak anak menggunakan media sosial sebagai cara menilai popularitas dan harga dirinya. Sejumlah penelitian melihat keterkaitan antara penggunaan media sosial dengan perasaan kesepian, kecemasan dan depresi. Konektivitas yang diciptakan media digital nyatanya tidak mampu mengakomodir ikatan emosional hubungan antar manusia yang nyata.

2. Menghabiskan waktu dengan layar gadget

2. Menghabiskan waktu layar gadget
Freepik

Generasi iGen menghabiskan waktu untuk online sekitar sembilan jam per hari. Hampir sama dengan waktu yang dihabiskan orang dewasa bekerja penuh-waktu tiap harinya. Pendar cahaya gadget dan isinya telah memonopoli kehidupan mereka, dan jangan salah, Ma, sebetulnya anak Mama menyadari hal itu kok. 

Peran orangtua penting untuk membantu anak meminimalisir penggunaan gadget dengan menetapkan batasan yang sehat. Dorong anak untuk lebih banyak melakukan interaksi langsung dengan teman-temanya. Pastikan anak paham etika dan tahu waktu dalam menggunakan ponselnya.

3. Mengganti rokok dengan vape

3. Mengganti rokok vape
Unsplash/VapeClubMY

Menurut survey University of Michigan's Monitoring the Future, jumlah remaja yang menggunakan vape meningkat dua kali lipat di tahun ini. Di Indonesia sendiri, mungkin Mama pernah melihat sekumpulan anak berseragam sekolah yang berkumpul dan mengisap vape bersama-sama, bahkan di tempat umum seperti kedai kopi. 

Kebiasaan ini berbahaya. Vape mengandung bahan kimia yang membuat kecanduan dan juga mengandung nikotin tersembunyi. Kebiasaan vaping bukan saja meningkatkan risiko kecanduan, melainkan juga membuat anak mencoba merokok di masa depan.

4. Mengakhiri hidup sebagai solusi masalah

4. Mengakhiri hidup sebagai solusi masalah
http://myguntur.in

Dari tren-tren yang merebak di kalangan anak dan remaja, yang satu ini sangatlah mengkhawatirkan. Pasalnya, dari jurnal yang diterbitkan oleh American Medical Association menyebutkan, semakin banyak remaja yang mengakhiri hidupnya sendiri sejak puncaknya di tahun 2000 dan semakin meningkat hingga kini. Bahkan, bunuh diri adalah penyebab terbanyak kematian remaja, setelah kecelakaan mobil.

Ada banyak teori yang melatarbelakangi fenomena ini. Misalnya harga diri yang rendah, perundungan, kesepian dan depresi. Inilah saatnya kita, sebagai orangtua, harus awas melihat perubahan sikap-sikap yang terjadi pada anak-anak kita. Kesehatan mental sangatlah penting diperhatikan dan masalah ini bukan hanya masalah orang dewasa saja. Jangan menyepelekan tekanan yang dirasakan anak karena sesungguhnya semua perasaan manusia itu valid. 

Menjadi orangtua dari seorang remaja tidaklah mudah. Akan tetapi, menjadi seorang remaja di masa kini juga sangat menantang. Ikutilah pembicaraan tentang hal-hal yang sedang tren di kehidupan anak-anak kita. Saat dunia putra-putri kita tampak berputar keluar dari porosnya, penting bagi orangtua untuk tetap menjaganya berada pada jalur yang seharusnya.

Baca juga:

The Latest