Pada masa lalu di Kepulauan Bangka, hiduplah seorang ahli sumpit bernama Si Penyumpit, yang terkenal karena keterampilannya dalam menyumpit binatang buruan serta kemampuannya mengobati berbagai penyakit. Suatu hari, Si Penyumpit diminta oleh kepala desa untuk membantu mengusir kawanan babi hutan yang kerap merusak tanaman. Selama si Penyumpit berjaga, tidak ada babi yang muncul.
Namun, pada malam ketujuh, Si Penyumpit melihat tujuh babi hutan melompati pagar ladang dan merusak tanaman. Ia segera menyumpit salah satu babi, mengenai perut sebelah kiri babi tersebut. Tiba-tiba, kawanan babi itu menghilang begitu saja, termasuk babi yang terkena sumpit. Si Penyumpit sangat terkejut dengan kejadian itu.
Ia mengikuti jejak darah babi tersebut dan tiba di sebuah gua di tengah hutan yang dikelilingi semak-semak. Di dalam gua, Si Penyumpit menemukan seorang gadis cantik yang terbaring sakit, dikelilingi oleh wanita-wanita cantik lainnya. Ternyata, kawanan babi itu adalah jelmaan dari wanita-wanita tersebut. Ibu gadis itu sangat sedih melihat putrinya yang terkena sumpit.
Merasa bersalah, Si Penyumpit menawarkan diri untuk mengobati gadis itu, dan akhirnya lukanya sembuh tanpa meninggalkan bekas. Ibu gadis itu sangat bahagia dan memberikan bungkusan berisi kunyit, buah nyatoh, daun simpur, dan buah jering kepada Si Penyumpit, serta meminta agar ia membuka bungkusan tersebut di rumah.
Setibanya di rumah, Si Penyumpit membuka bungkusan tersebut dan sangat terkejut karena isinya adalah emas, berlian, dan intan permata. Ia pun menjadi kaya raya.
Mendengar kesuksesan Si Penyumpit, kepala desa berniat melakukan hal yang sama. Saat ia menyumpit babi yang merupakan jelmaan gadis, ia berjanji akan menyembuhkannya. Sayangnya, ia gagal membuktikan janjinya dan malah diserang oleh kawanan babi tersebut, sehingga ia terluka parah. Mendengar berita itu, Si Penyumpit segera datang untuk menolong kepala desa. Tak lama kemudian, kepala desa pun sembuh dari lukanya.
Merasa malu atas tindakannya dan berterima kasih pada Si Penyumpit, kepala desa menikahkan putrinya dengan Si Penyumpit dan menyerahkan jabatan kepala desa kepadanya. Si Penyumpit kemudian memimpin desa dengan bijaksana, dan masyarakat hidup dalam kedamaian dan kesejahteraan.