Menurut KBBI, poligami merupakan sistem perkawinan yang salah satu pihak memiliki atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan.
Sedangkan poligami dalam Islam terbatas pada poligini yaitu seorang laki-laki muslim diizinkan menikahi lebih dari satu perempuan.
Meskipun Islam sudah memperbolehkan poligami bagi laki-laki yang mempu menafkahi istri-istrinya secara lahir dan batin dengan adil, namun polligami tetap saja menjadi polemik di masyarakat, khususnya bagi kaum hawa.
Tak hanya menyakiti perempuan, poligami juga dianggap dapat menghancurkan hidup anak-anaknya.
Pasalnya, perhatian seorang Papa yang berpoligami pasti menjadi terbagi dua, yakni kepada istri atau keluarga yang pertama dan istri atau keluarga yang selanjutnya.
Dengan begitu, sudah pasti waktu yang bisa diberikan Papa kepada keluarga dan anak-anaknya menjadi berkurang.
Masuk akal jika dikatakan perhatian Papa kepada anak-anaknya akan berkurang atau paling tidak sangat mungkin anak-anak akan mempersepsikan demikian.
Ketika Papa lebih memilih untuk ke keluarga yang satu lagi, sangat mungkin anak akan mengembangkan pikiran bahwa Papa lebih memilih anak atau keluarga yang disana, Papa kurang berkenan padanya, ia merasa tidak diinginkan lagi oleh Papa, dan lain sebagainya.
Hal ini bisa mengembangkan rasa kurang disayang, kurang dicintai, dan jika terus berkembang kearah negatif, maka hal tersebut dapat berkembang menjadi rasa rendah diri, tidak percaya diri, bahkan bisa sampai sulit mempercayai orang lain.
Meskipun begitu, dibalik semua kontroversinya, poligami ternyata menyimpan makna tersendiri yang dapat dipetik oleh anak-anak kelak ia besar nanti.
Untuk meluruskannya, berikut Popmama.com telah merangkum beberapa fakta dari psikolog Dessy Ilsanty, M. Psi mengenai dampak poligami terhadap psikologis anak-anak.
