Cara Cegah Kekerasan Seksual pada Anak Menurut IDAI

Pencegahan kekerasan sekaul harus dilakukan baik secara fisik maupun visual. perhatikan, Ma!

15 Juli 2022

Cara Cegah Kekerasan Seksual Anak Menurut IDAI
Popmama.com/Aristika Medinasari

Pencegahan kekerasan seksual pada anak sanga lah penting. Apalagi kini kasus kekerasan seksual pada anak terus meningkat.

Berdasarkan data SIMFONI Kemen PPPA, pada tahun 2021 ada 8730 kasus kekerasan seksual pada anak. Peristiwa tersebut kebanyakan dilakukan oleh orang terdekat mereka seperti papa, mama, paman, tetangga, kakek, dan lain sebagainya.

Keadaan ini menunjukkan jika kekerasan seksual sangat dekat pada anak-anak, termasuk kala mereka berada di lingkungan orang-orang terdekat dan tersayang.

Selain itu, kemajuan teknologi pun menjadi salah satu penyebab anak-anak menerima kekerasan seksual. Bisanya, anak-anak mendapatkan perlakuan tidak baik melalui pesan chat, media sosial, web streaming, dan lain sebagainya. 

Dengan demikian, pencegahan kekerasan seksual pada anak sangat perlu Mama dan Papa lakukan sejak si Anak usia dini.

Berikut ini, Popmama.comtelah membagikan cara cegah kekerasan seksual pada anak menurut IDAI. Simak dan beritahu anak yuk, Ma!

1. Kekerasan seksual pada anak bukan hanya pemerkosaan

1. Kekerasan seksual anak bukan ha pemerkosaan
Freepik/user18526052

Dikutip dari Peraturan Kementerian Kesehatan No. 68 tahun 2013, kekerasan seksual pada anak adalah pelibatan anak dalam kegiatan seksual, di mana anak tidak sepenuhnya memahami atau tidak mampu memberi persetujuan.

Kekerasan seksual pada anak ini ditandai dengan adanya aktivitas seksual antara anak dengan orang dewasa atau anak lain dengan tujuan untuk memberi kepuasan bagi orang tersebut.

Bentuk kekerasan seksual pada anak pun bermacam-macam. Bisa melalui kontak fisik atau non kontak fisik (visual).

Maka, dapat disimpulkan jika kekerasan seksual pada anak bukan hanya pemerkosaan saja. Ada lebih banyak dari itu dan perlu Mama perhatikan baik-baik.

Berikut ini beberapa bentuk kekerasan seksual yang dapat menimpa anak, baik secara fisik maupun visual:

  • Bujukan/paksaan terlibat aktivitas seksual (melihat, stimulasi seksual, perabaan)
  • Penggunaan anak dalam eksploitasi seksual komersial Incest, perkosaan, sodomi
  • Penggunaan anak dalam gambaran visual atau audio terkait kekerasan seksual (pornografi)
  • Prostitusi anak, perbudakan seksual, perdagangan anak, pernikahan paksa
  • Cyber Child Sexual Abuse/Exploitation Material. Anak-anak mendapat gambar/video kekerasan seksual/fokus pada kelamin anak melalui internet tanpa kontak nyata. 
  • Online grooming for sexual purposes. Melalui internet, anak-anak bisa mengenal orang baru dari berbagai tempat. Tidak menutup kemungkinan mereka bertemu dengan orang yang memiliki niat jahat untuk melecehkannya. Biasanya, orang seperti ini akan menjalin hubungan dengan anak melalui internet dan membuatnya percaya jika orang tersebut baik. Setelah itu, biasanya pelaku akan melanjarkan aksi kekerasan seksual yang telah ia rencanakan. 
  • Sexting, pelecehan seksual melalui pesan teks seperti di sosial media atau aplikasi berbagi pesan. Biasanya, hal ini berkaitan tentang ucapan tidak senonoh yang disetai dengan gambar pornografi. Tindakan sexting ini bisa saja anak mama terima dari temannya, namun tidak menutup kemungkinan ia melakukan untuk temannya. 
  • Sexual Extortion, pemerasan untuk mendapatkan konten seks (foto/video). Biasanya, pelaku akan memeras korban dengan memaksa korban melakukan apa yang ia inginkan. Contohnya, pelaku meminta uang pada korban, jika tidak dilakukan foto telanjang milik korban akan disebar. 
  • Streaming of Child Sexual Abuse merupakan tindakan memaksa anak untuk melakukan atau terlibat aktivitas seksual sendiri atau dengan orang lain sambil direkam dalam video. Nantinya, video tersebut akan diperjual belikan ke orang yang telah "memesan". Pelaku yang menyebarkan video ini, bisa saja dari pihak keluarga.

Setelah mengetahui berbagai macam bentuk kekerasan seksual pada anak, dapat disimpulkan jika pencegahan yang harus Mama dan Papa lakukan yakni memberikan sex education pada anak sedini mungkin serta mengawasinya dalam penggunaan gadget.

Editors' Pick

2. Edukasi seksual pada anak sejak mereka usia tiga tahun

2. Edukasi seksual anak sejak mereka usia tiga tahun
Freepik/karlyukav

Edukasi seksual atau sex education pada anak sudah bisa Mama dan Papa lakukan pada anak sejak mereka berusia tiga tahun. Pembelajaran seksual dimulai dari memperkenalkan berbagai anggota tubuh.

"Biasanya, saat usia tiga tahun anak mulai penasaran dengan tubuhnya," ucap Eva Devita Harmoniati, Satgas Perlindungan Anak IDAI. 

Mama dan Papa dapat memulai dengan mengenalkan berbagai panca indera anak hingga menjelaskan alat kelamin. Tidak lupa untuk menjelaskan jika alat kelamin perempuan dan lelaki itu berbeda.

"Orangtua juga sudah bisa memberitahu anak bagian-bagian tubuh mana saja yang tidak boleh dilihat dan disentuh oleh orang lain selain Mama, Papa, dan dokter," jelas Eva.

Jadi, ketika ada orang lain menyuruh buka baju dan ingin menyentuh area tubuh terlarang dan menunjukkan video terkait area tubuh terlarang orang lain, anak harus berani mengatakan tidak. 

Kemudian, setelah memasuki masa sekolah, Mama dan Papa bisa menambah pengetahuan seksual anak tentang fungsi-fungsi dari organ reproduksi yang mereka miliki. Misalnya, perempuan memiliki ovarium, jika anak melakukan hubungan seksual dengan laki-laki maka bisa saja hamil. 

Edukasi seksual seperti hal di atas masih dianggap tabu oleh kebanyakan masyarakat Indonesia karena dianggap mengajarkan anak melakukan hal-hal tidak baik. Padahal, hal tersebut diajarkan agar anak menjadi lebih paham untuk menjaga diri supaya tidak menjadi korban kekerasan seksual.

3. Beritahu anak cara bertindak ketika mereka mendapat pelecehan seksual dari orang lain

3. Beritahu anak cara bertindak ketika mereka mendapat pelecehan seksual dari orang lain
Freepik/yanalya

Walaupun sudah menjaga diri, terkadang ada saja orang-orang jahat yang masih bisa melancarkan aksi kekerasan seksualnya pada anak-anak. Untuk itu, Mama dan Papa juga harus mengajarkan hal-hal apa saja yang harus mereka lakukan ketika mendapat pelecehan. 

Langkah pertama, ketika ada orang lain yang mencurigakan meminta anak membuka baju atau menyentuhnya bagian-bagian tubuhnya, ia harus berani mengatakan tidak dan lari ke tempat ramai untuk mengadu dan meminta pertolongan. 

Kedua, minta anak untuk tidak malu dan takut bercerita pada Mama dan Papa jika ada orang yang melecehkannya.

Terkadang anak-anak tidak akan bercerita tentang pelecehan seksual yang diterima olehnya karena takut dimarahi oleh orangtuanya.

Untuk itu, jangan sekali-kali Mama dan Papa memarahi dan menyalahkan anak ketika ia mengadu mendapat pelecehan seksual. 

4. Buat aturan pemakaian gadget dan internet

4. Buat aturan pemakaian gadget internet
Freepik/gpointstudio

Selama pandemi, anak-anak menjadi sering menggunakan gadget. Bahkan, saat pandemi telah mereda seperti saat ini, anak pun masih belum bisa lepas dari gadget.

Dalam kondisi ini, sikap tegas Mama dan Papa sangat diperlukan. Jangan sampai anak mama terlalu sering bermain gadget dan terpapar hal-hal buruk seperti kejahatan seksual melalui internet.

Untuk itu, Mama dan Papa dapat melakukan langkah mitigasi online melindungi anak dari kekerasan seksual di internet seperti:

  • Tetapkan aturan serta waktu bermain gadget untuk anak.
  • Mengaktifkan pengaturan pengawasan orangtua pada semua alat yang bisa akses internet, seperti age-appropriate filters, monitoring tools.
  • Menyediakan waktu online bersama anak, secara teratur berdialog tentang apa yang dilakukan online.
  • Ingatkan anak agar tidak membagikan informasi pribadi melalui internet.
  • Minta anak untuk selalu menghindari komunikasi dengan orang yang tak dikenal.

Nah itulah beberapa cara mencegah kekerasan seksual pada anak menurut IDAI. Jika anak mama atau orang sekitar menjadi korban kekerasan seksual, jangan takut untuk melapor ke Kemen PPPA melalui Call center SAPA 129 atau WA pengaduan 08111-129-129.

Baca juga:

The Latest