Komunikasi tidak hanya sekadar bisa berbicara saja lho, Ma. Jadi, Mama bukan hanya mengajarkan dan melatih anak berbicara bukan hanya sampai mereka lancar mengucapkan kata-kata saja.
Mama juga perlu melatih si Anak agar berani berbicara di hadapan banyak orang dengan tutur kata yang baik serta mudah dipahami seseorang, baik melalui media elektronik yang sudah sangat maju seperti telepon dan zoom atau secara bertatap muka langsung.
Cara untuk melatih skill komunikasi anak, Mama bisa membiasakan mereka untuk selalu berbagi cerita kesehariannya. Aktivitas ini mampu membantu anak mengutarakan apa yang ia pikirkan dan rasakan secara runtut.
Cara selanjutnya, ajak anak membaca buku. Dengan membaca buku mereka bisa mendapat segudang kosa kata baru. Dengan demikian, jika disuruh untuk bercerita di lain hari, mereka memiliki banyak kata-kata baru untuk mengekspresikan dirinya.
Jangan pernah lelah untuk mengajak si Anak berdiskusi. Misalnya, setelah membaca buku, ajak anak mama menyimpulkan cerita. Kemudian, jika Mama melihat si Anak pro dengan satu tokoh, cobalah Mama utarakan hal yang kontra. Dengan demikian, ada menjadi diskusi. Dalam diskusi ini, Mama dan Anak memiliki pandangan yang berbeda. Tidak dapat dipungkiri jika pertengkaran akan terjadi. Namun hal itu baik untuk anak agar mampu berkomunikasi di bawah tekanan.
Kemudian, berkomunikasi sebenarnya tidak hanya melalui kata-kata saja, tetapi juga menggunakan ekspresi dan gestur. Hal ini dapat dimulai dari Mama. Misalnya, ketika anak mendapat nilai bagus, Mama bisa memberi ucapan selamat dengan wajah senang. Kemudian ketika anak sedang sedih ajak mereka berbicara dengan raut wajah sedih pula. Ekspresi saat komunikasi ini mampu membuat orang lain dipahami perasaannya sehingga mereka akan nyaman diajak berkomunikasi.
Tak hanya itu, komunikasi juga berhubungan dengan tinggi rendahnya suara saat berbicara. Hayo siapa Mama yang masih suka berbicara sambil teriak-teriak dengan si Anak? Padahal tidak semua pembicaraan harus dengan nada tinggi lho.
Dalam hal ini, orangtua yang kembali menjadi contoh. Misalnya, saat meminta bantuan pada anak dengan suara yang lemah lembut bukan memerintah dengan nada tinggi. Contoh lainnya, saat anak mendapat nilai bagus, alangkah baiknya mengucapkan selamat dengan nada yang ceria, bukan datar.