Trotoar ini memanfaatkan teknologi piezoelektrik, yang memungkinkan materi tertentu menghasilkan energi listrik ketika dikenai tekanan mekanik atau kinetik. Dalam kasus trotoar di Jepang, sensor piezoelektrik disisipkan ke dalam ubin hitam yang dirancang khusus untuk mendapatkan tekanan maksimal.
Konsep piezoelektrik ini sendiri ditemukan oleh Pierre Curie dan Jacques Curie pada 1880. Beratus tahun berikutnya, teknologi ini diimplementasikan menjadi alat oleh perusahaan Pavegen, dipimpin oleh Laurence Kemball-Cook. Saat belajar di Universitas Loughborough, ia diberikan tugas untuk menyelesaikan permasalahan pemanfaatan energi terbarukan.
Pada waktu itu, Laurence mengamati bahwa stasiun kereta api yang biasa ia lewati dikunjungi oleh lebih dari 75 juta orang setiap tahunnya. Keadaan inilah yang mencetuskan ide untuk membangun teknologi yang memanfaatkan energi kinetik manusia yang berjalan kesana-kemari. Hingga pada akhirnya, prototipe ubin piezolektrik ini lahir.
Ubin-ubin ini diletakkan di kawasan tengah kota, di titik-titik yang diperkirakan banyak orang melewatinya. Ketika tekanan terdeteksi—contohnya dari pijakan kaki pejalan kaki—tekanan tersebut diubah menjadi energi listrik.
Energi yang dihasilkan ini kemudian digunakan untuk menyuplai sistem dan instalasi terdekat yang memerlukan daya listrik, seperti lampu.
Di lingkungan yang ramai seperti Tokyo, energi ratusan hingga ribuan pejalan kaki yang berlalu-lalang akan menghasilkan listrik yang signifikan.