Sejak permasalahan tersebut terungkap, Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Nahar angkat bicara.
"Sejak laporan pertama, sebenarnya sudah didampingi dan proses hukumnya dilakukan oleh aparat hukum," tutur Nahar.
"Penyelidikan dihentikan karena kurang cukup bukti. Jika ada bukti-bukti baru (kasus) bisa dibuka kembali," imbuh Nahar.
Namun, dalam artikel hasil investigasi Project Multatuli, pihak kepolisian dan timnya tidak menyelidiki kasus dengan serius. Bahkan, Lidya merasa dijebak karena telah menandatangani BAP tanpa diizinkan untuk membacanya terlebih dahulu.
Pasalnya, berdasarkan pemeriksaan dari LBH Makassar yang tercantum dalam artikel hasil investigasi Project Multatuli ketiga anak Lidya terbukti mengalami kekerasan seksual bahkan bukan hanya dilakukan oleh satu orang.
"Di Pusat Pelayanan Kota Makassar, psikolog anak yang memeriksa anak-anak meyakini terjadi kekerasan seksual,” ujar Rezky Pratiwi dari LBH Makassar.
Pratiwi menyebut proses penyelidikan Polres Luwu Timur sudah "cacat prosedur" sejak visum pertama hingga pengambilan keterangan setiap anak seperti dilansir dari laman Kompas (8/10/2021).
Menurut Pratiwi, Kepolisian Resort Luwu Timur sangat tidak profesional.
"Kepolisian (Resort Luwu Timur) malah fokus kepada sang Ibu yang disebut punya motif lain. Ibu korban justru diperiksa psikiater yang prosedurnya tidak layak. Keterangan terhadap anak tidak didalami dan tidak dilakukan pemeriksaan saksi lain untuk menemukan petunjuk-petunjuk baru. Misalnya, keterangan tetangga atau orang yang mengenal mereka," kata Pratiwi.
Namun, walau sudah mendapat bukti pemerkosaan pada ketiga anak-anak Lidya, kasus tersebut pun tetap tidak dilanjutkan oleh pihak Kepolisian.
Polisi selalu menutup mata saat Lidya berusaha menunjukkan bahwa anaknya benar-benar mengalami pemerkosaan.
"Kalau memang hasil visum polisi bilang tidak ada luka dan tidak terjadi apa-apa," kata Lidya, "Kenapa polisi menolak waktu saya mau kasih foto dan video ini? Mereka bilang simpan saja, tidak perlu itu."
"Terus kenapa bisa pantat dan vagina anak saya luka sampai bengkak putih seperti kelihatan daging putih?"
"Kenapa anak-anak saya menangis kesakitan setiap mau buang air kecil dan buang air besar?"
"Kenapa anak-anak saya bilang ayahnya orang jahat dan tidak mau ketemu lagi sekarang?"
"Kalau pelaku memang tidak bersalah, kenapa dia tidak datang mencari anaknya, meminta kejelasan ke anak-anak?"
"Kalau orang-orang bilang ini fitnah, kenapa anak-anak fitnah ayahnya seperti itu?"
"Kalau pertanyaan itu tidak terjawab, apakah polisi akan membantu menemukan jawabannya?"
"Tidak, kan," tutur Lidya panjang lebar.
Hingga kini kasus ini masih menjadi misteri yang belum terpecahkan.