Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
Freepik/Gpointstudio
Freepik/Gpointstudio

Salah satu tantangan pengasuhan anak yang paling umum adalah ketika anak ingin mengendalikan segalanya. Seorang anak berusaha mengendalikan hal-hal di sekitarnya dengan menghasut atau memprovokasi orang lain.

Orangtua yang menjadi pemimpin dalam keluarga tentunya khawatir bagaimana hal ini akan berdampak pada perilaku anak dalam jangka panjang, seperti kesulitan dalam bersosialisasi, hilangnya tata krama, dan berbicara negatif.

Kali ini Popmama.com akan membahas seputar penyebab anak suka menghasut atau memprovokasi orang lain dan bagaimana cara menanganinya. Baca terus di bawah ini!

Tanda Anak Menunjukkan Sikap untuk Menginginkan Kendali

Freepik/Asier-relampagoestudio

Ada beberapa tanda seorang anak menunjukkan sikap untuk menginginkan kendali:

  • Dia tidak mendengarkan aturan baik itu aturan di rumah ataupun di sekolah, serta mengajak saudara dan temannya untuk melakukan hal yang sama dengannya
  • Selalu berusaha untuk bertindak bebas dan liberal
  • Sikap memberontak terhadap orangtua dan guru

Jika di atas adalah beberapa gejala umum yang ditemukan pada anak, kemungkinan besar anak telah mengembangkan sikap mengontrol. Sebelum mencari tahu cara memperbaiki sikapnya agar kembali sesuai, Mama harus tahu apa sebenarnya penyebab sikap ini pada anak.

Penyebab Anak Suka Menghasut dan Memprovokasi:

Mungkin ada banyak faktor yang memicu perilaku menghasut dan memprovokasi pada anak, tetapi kali ini akan dibahas secara luas dengan empat alasan dasar. Aspek ini juga perlu dilihat secara detail, inilah beberapa penyebab umum anak menghasut dan memprovokasi:

1. Merasa tidak mampu

Freepik/wavebreakmedia

Dalam banyak kasus, seorang anak yang melakukan kontrol sering melakukannya karena kurangnya kepercayaan diri atau keyakinan pada dirinya sendiri untuk merasa mampu.

Oleh karena itu, tujuan dari perilaku anak untuk menghasut atau memprovokasi adalah membuktikan bahwa ia mampu, tetapi ia melakukannya dengan cara yang mengontrol yang jika dilihat melalui sudut padangnya dapat terlihat seperti ini:

"Aku bisa mengontrol keluarga/teman dan saya sangat pandai dalam hal itu. Aku akan menunjukkan dan membuktikan bahwa aku mampu. "

2. Orangtua telah memberikan contoh yang salah pada awalnya

Freepik

Hal pertama yang dilihat seorang anak adalah orangtuanya sendiri dan perilakunya. Cobalah untuk mengingat kembali betapa hebatnya Mama, Papa, Kakak/Adik dalam mengikuti aturan keluarga sebagai bagian dari keluarga. 

Anak sejak masa balita telah diberi makan ajaran yang sama secara praktis oleh orangtuanya.

Misalnya, anak melihat kalau Mama menjadi satu-satunya pembuat keputusan dalam keluarga sepanjang hidupnya, kemungkinan anak mengulangi perilaku yang sama akan tinggi karena merasa bahwa ia memiliki otoritas yang sama baik kepada adik, temannya yang seumuran, atau teman yang usianya lebih rendah.

3. Pernah mengabaikan atau tidak menanggapi perilaku anak dengan serius

Freepik

Dilansir dari parentomag.com, sejak kecil, anak-anak tidak tahu apa yang baik dan apa yang buruk. Maka dari itu anak belajar dan mengadopsi perilaku tertentu dari orangtua. Anak akan terus melakukannya selama ia tidak melihat adanya penolakan dari Mama dan Papa.

Oleh karena itu, bisa jadi saat Mama mulai mengenali waktu awal anak bertindak menghasut atau memprovokasi, Mama mengabaikan atau tidak menanggapinya dengan serius.

Karena tidak menerima perlawanan dari Mama, anak kemudian terus berperilaku sama dan seiring waktu menjadi tegas dengan itu.

4. Tidak pernah meminta pertanggungjawaban dari anak saat melakukan kesalahan

Freepik/Wavebreakmedia

Faktor lainnya adalah sejak kecil anak tidak pernah belajar tentang tanggung jawab, dan hal ini berkembang hingga saat usianya mulai besar. Ini bisa menjadi akibat dari tidak pernah melacak aktivitasnya dan menanyainya jika diperlukan.

Hal ini membuat sekarang anak merasa tidak bertanggung jawab kepada siapapun, baik di keluarganya ataupun di lingkungan sekolahnya, dengan berpikir "Aku harus diizinkan untuk melakukan apapun yang ingin dilakukan dan tidak ada yang akan mempertanyakannya".

Teknik Yang Dapat Membantu Orangtua Menghadapi Anak yang Suka Menghasut

Freepik/Etonastenka

Jika Mama mengetahui anak suka menghasut dan memprovokasi saudara atau teman, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi dan mencegahnya mengulangi hal yang sama di kemudian hari, berikut adalah beberapa caranya:

Bersikaplah tegas tetapi baik hati, tetapkan batasan yang sangat jelas, ini akan membantu anak dalam meningkatkan toleransinya terhadap rasa frustrasi, dan gunakan konsekuensi untuk memungkinkan anak belajar dari perilaku buruknya.

Akui dan tegaskan perasaan anak ketika Mama mengetahui sikapnya tersebut. Anak mungkin akan merasa marah dan frustasi, tegaskan pada anak bahwa perasaan ini bisa dihindari ketika ia tidak menghasut saudara dan temannya.

Hal terpenting bagi orangtua adalah menjadi konsisten. Ketidakkonsistenan hanya akan memicu "api kendali" lebih jauh

Yakinkan anak bahwa dia mampu dalam banyak hal berbeda sebanyak mungkin. Inilah akan memberi anak kepercayaan diri yang sangat dibutuhkan untuk memungkinkannya maju tanpa harus menghasut orang lain agar merasa nyaman dengan dirinya sendiri dan dianggap mampu.

Pikirkan apa yang anak kuasai dan minta ia melakukan ini sebanyak mungkin. Mintalah anak membantu Mama, seperti membantu menyiapkan makan malam, mencuci piring, atau memperbaiki sesuatu. Beri tahu bahwa Mama tidak akan bisa melakukannya tanpa bantuannya

Beri anak dorongan. Berikan dorongan dapat membuat anak merasa ia mampu untuk melakukan sesuatu dengan mengikuti aturan yang berlaku.

Kombinasi dari semua hal ini akan membantu membuat anak merasa aman dan terhubung, mampu, dan dapat diandalkan. Ini juga akan memberinya keberanian untuk mencoba sesuatu yang baru, seperti tidak harus memiliki kendali pada orang lain agar terlihat mampu.

Jika melihat anak yang menghasut dan memprovokasi saudara atau temannya sejak usia muda, cobalah dan hentikan perilaku menentang ini untuk mengurangi risiko menjadi masalah yang lebih besar di kemudian hari.

Editorial Team