Fakta Dibalik Saran Agar Anak SD Tidak Dapat PR

Hmm, bukannya PR itu bagus ya, untuk membuat anak semangat belajar?

23 Juli 2018

Fakta Dibalik Saran Agar Anak SD Tidak Dapat PR
Flickr/wecometolearn

Sekolah baru mulai dan telah semakin intensif nih. Mungkin, anak mama juga sudah pulang dengan setumpuk pekerjaan rumah.

Anak sekarang, sekolah saja sudah 5-8 jam sehari. Pulang sekolah, rata-rata anak tidak bisa bermain sebab masih harus mengerjakan pekerjaan rumah (PR). Kadang, malah semua guru mata pelajaran memberi PR. Fenomena PR ini, sudah berlaku di kelas taman kanak-kanak.

Tidak hanya di Indonesia, tetapi semua anak sekolah di dunia, rata-rata kewalahan dengan PR.

Sebuah artikel di Hufftington Post mempertanyakan seberapa efektif PR akan membantu anak lebih baik menyerap pelajaran sekolah.

Doktor Cathy Vatterott, profesor bidang pendidikan di Universitas Missouri-St. Louis, mengatakan, “Tidak ada bukti terukur bahwa PR memberi banyak manfaat untuk anak Sekolah Dasar.”

Masalah pada Sistem Sekolah

Masalah Sistem Sekolah
koreaboo.com

Mengapa guru memberi begitu banyak PR?

Pertanyaan ini membuat Cathy tertarik untuk melakukan penelitian. Cathy menuliskan hasil penelitiannya tersebut dalam sebuah buku berjudul Rethinking Homework: Best Practices that Support Diverse Needs.

“PR menyebabkan murid menjadi stres.  Tetapi, dari yang saya temukan, ternyata orangtua dan guru pun menjadi stres. Tumpukan PR membuat orangtua selalu khawatir akan kesejahteraan anaknya, dan guru merasa tertekan karena memberikan PR menjadi kewajiban mereka,” kata Cathy.

Menurut Cathy, dari pengamatannya, guru memberikan PR karena sekolah menuntut mereka melakukan itu. “Banyak sekolah-sekolah yang merasa dengan memberikan banyak PR, kredibilitas mereka sebagai lembaga pendidikan menjadi baik,” katanya.

Data penelitian yang didapat Cathy, menunjukan bahwa PR untuk anak SD memiliki efek positif karena bisa membuktikan korelasi antara pelajaran di sekolah dengan mengulang pelajaran di rumah. Namun, PR tidak menyebabkan efek positif.

“Efektivitas PR memiliki banyak variabel: dari kualitas guru, pendampingan orangtua, kegiatan anak di luar sekolah, gizi anak, dan status ekonomi keluarga. Jika menilai semua variabel itu, PR menjadi tidak efektif,” jelas Cathy.

PR yang bertumpuk membuat anak tidak nyaman di sekolah dan kemudian malah bersikap membencinya. “Tentu, tidak ada orangtua atau guru yang ingin anaknya benci sekolah,” komentar Cathy.

Mengganggu Hubungan Orangtua-Anak

Mengganggu Hubungan Orangtua-Anak

Profesor bidang pendidikan anak usia dini dari Brookings Institutions, Dr. Kathryn Hirsh-Pasek, mengatakan PR justri mengganggu keseimbangan keluarga.

“Anak dipaksa untuk selalu belajar. Ini akan mengganggu hubungan anak dan orangtua sebab saat di rumah, anak sibuk membuat PR. Orangtua jadi kurang berinteraksi atau jika interaksi terjadi, orangtua cenderung berkonsentrasi untuk membuat PR anaknya selesai dengan baik,” kata Kathryn.

“Ini sama sekali tidak membuat belajar menjadi menyenangkan,” lanjutnya.

Kathryn mengatakan bahwa kegiatan-kegiatan bermain pun sebenarnya bisa memuat banyak pelajaran. Jika di sekolah anak belajar matematika, maka di rumah ia harus praktek.

“Bermain ular tangga saja sudah bikin anak bisa memahami matematika,” komentarnya.

Menurutnya, justru lebih banyak hal yang bisa dipelajari anak, jika mereka tidak memiliki PR.

“Anak juga bisa memiliki keterampilan sosial jika sempat bermain keluar rumah dan melakukan banyak hal bersama orang lain,” tambahnya.

Lebih Baik Membaca Bersama

Lebih Baik Membaca Bersama
Flickr/ Woodleywonderwork

Kathryn menyarankan PR diganti dengan tugas membaca saja. Membaca bisa meningkatkan hubungan orangtua dan anak. Membaca bersama orangtua bisa menambah keterampilan anak untuk memahami sebuah topik.

“Argumen yang menyatakan membuat PR menambah pengetahuan mereka, mengajarkan tanggung jawab dan disiplin, tetapi itu semua hanyalah menjadi alasan yang lemah,” kata Kathryn.

Jika orangtua ingin anaknya disiplin dan bertanggung jawab, berikan mereka tugas membantu pekerjaan rumah.

“Anak-anak sekarang, karena sibuk dengan pekerjaan rumah, tidak punya waktu untuk membantu orangtuanya atau pengurus rumah membereskan keperluan mereka sendiri. Mereka hanya tertarik menjadi penonton,” kritik Kathryn.

Mama setuju yang mana? 

The Latest