Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
Pexels/Efrem Efre, Pexels/Max Fischer
Pexels/Efrem Efre, Pexels/Max Fischer

Dalam beberapa dekade terakhir, dunia telah mengalami transformasi besar-besaran dengan kemajuan teknologi digital yang merambah ke hampir setiap aspek kehidupan.

Dari cara kita berkomunikasi, bekerja, hingga belajar, semuanya berubah menjadi lebih cepat, efisien, dan terhubung.

Kehadiran internet, perangkat pintar, dan kecerdasan buatan telah membuka peluang tanpa batas, menciptakan dunia modern yang seolah tak terbayangkan sebelumnya.

Namun, Pemerintah Swedia setelah 15 tahun menggunakan perangkat digital seperti komputer dan tablet dalam sistem pendidikan, kini memutuskan untuk kembali ke buku cetak sebagai media pembelajaran utama.

Langkah ini diambil sebagai respons terhadap tantangan yang muncul akibat transisi teknologi dalam dunia pendidikan.

Pada 2009, Swedia optimistis bahwa digitalisasi dapat mempermudah akses pendidikan sekaligus mempersiapkan siswa menghadapi era digital abad ke-21.

Namun, harapan tersebut tidak sepenuhnya tercapai. Penggunaan perangkat digital dalam pembelajaran justru berdampak negatif pada keterampilan dasar seperti membaca dan menulis.

Berikut Popmama.com telah merangkum Swedia kembali ke buku cetak. Simak dengan baik, ya!

1. Dampak digitalisasi pada konsentrasi dan pemahaman siswa

Pexels/Aliaksei Smalenski

Para pendidik menyadari bahwa siswa lebih sulit berkonsentrasi dan mengingat informasi saat belajar melalui layar dibandingkan menggunakan buku fisik.

Penelitian Dewan Riset Swedia untuk Kesehatan, Kehidupan Kerja, dan Kesejahteraan (Forte) menunjukkan bahwa belajar dengan menatap layar dalam waktu lama menghambat kemampuan siswa untuk memproses informasi yang kompleks.

"Efek layar dengan lampu latar pada konsentrasi dan pemahaman jauh lebih besar dari yang kami duga," ujar Anna Lindstrom, pakar pendidikan dari Institut Pendidikan Nasional Swedia, seperti dikutip dari The Universal.

Selain itu, perangkat digital sering disalahgunakan oleh siswa untuk bermain game atau menjelajahi internet selama jam pelajaran, yang semakin mengurangi keterlibatan mereka di kelas.

2. Penurunan keterampilan membaca siswa

Pexels/Andrea Piacquadio

Meskipun Swedia tetap menempati posisi tinggi dalam standar pendidikan global, data dari Studi Kemajuan dalam Literasi Membaca Internasional (PIRLS) menunjukkan penurunan signifikan dalam keterampilan siswa.

Pada 2021, skor rata-rata siswa kelas 4 di Swedia turun menjadi 544, dibandingkan 555 pada 2016. Sebagai perbandingan, Singapura mencapai skor tertinggi dengan 587 poin.

Pandemi Covid-19 turut berkontribusi pada penurunan tersebut, tetapi teknologi digital juga diakui memiliki peran dalam menurunkan keterampilan siswa.

Banyak orang tua menyuarakan kekhawatiran tentang dampak teknologi digital pada prestasi akademis anak-anak mereka.

3. Buku cetak kembali jadi prioritas

Pexels/Andrea Piacquadio

Sejak 2022, Pemerintah Swedia mulai mempertimbangkan kembali pentingnya buku cetak dalam pembelajaran.

Menteri Sekolah Swedia, Lotta Edholm, menyatakan bahwa siswa membutuhkan lebih banyak buku pelajaran untuk mendukung penguasaan keterampilan dasar.

Pada 2023, pemerintah bahkan membatalkan kewajiban penggunaan perangkat digital di prasekolah dan berencana menghentikan pembelajaran digital untuk anak-anak di bawah usia 6 tahun.

Institut Karolinska Swedia mendukung langkah ini dengan bukti ilmiah bahwa perangkat digital dapat merusak proses pembelajaran.

Mereka menegaskan bahwa buku cetak dan keahlian guru merupakan kunci utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan.

4. Investasi besar untuk masa depan pendidikan

Pexels/Max Fischer

Demi mendukung perubahan ini, Pemerintah Swedia menganggarkan 104 juta Euro atau sekitar Rp1,7 triliun hingga 2025.

Dana tersebut akan digunakan untuk menyediakan buku cetak bagi setiap siswa di setiap mata pelajaran, mendukung kampanye kesadaran, dan membantu sekolah selama masa transisi.

"Langkah ini adalah tentang menemukan keseimbangan," ungkap Menteri Pendidikan Lena Johansson.

"Kami tidak sepenuhnya meninggalkan perangkat digital, tetapi menggunakannya sebagai pelengkap, bukan pengganti," tambahnya

Dengan kembalinya buku cetak, Pemerintah Swedia berharap dapat memperkuat keterampilan dasar siswa, menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, dan menjaga nilai tambah teknologi sebagai pendukung pembelajaran.

Keputusan ini menjadi pengingat bahwa inovasi teknologi seharusnya melengkapi, bukan menggantikan, metode pembelajaran tradisional.

Era digital telah membawa dunia menuju perubahan yang luar biasa, menawarkan kemudahan dan inovasi yang tak terbatas.

Namun, seiring kemajuan ini, kita juga dihadapkan pada tantangan yang menuntut kebijaksanaan dalam memanfaatkannya.

Untuk itu, penting bagi kita untuk tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pengendali yang bijak.

Dengan memadukan keunggulan digital dan nilai-nilai tradisional, kita dapat menciptakan masa depan yang tidak hanya modern tetapi juga manusiawi, berkelanjutan, dan inklusif untuk generasi mendatang.

Semoga bermanfaat!

Editorial Team