Balada si Rambut Panjang

"Kak Faqih, potong rambut ya"

"Ga mau nanti aku ga ganteng lagi"

Sulitnya meminta anak ini untuk potong rambut, aku memang ingin memanjangkan rambutnya dulu karena lucu, tapi kini ujung rambutnya sudah mulai pecah-pecah, belum lagi kalau anak ini bermain, pulang pasti lepek bak tikus kecemplung di got. Ditambah bau matahari yang tengik selepas bermain memaksanya untuk keramas setiap mandi.

"Biar saja rambutnya panjang, nanti kalau sudah sekolah mana boleh begitu, biar dia puas, lagipula kaka tampan berambut panjang"

Abinya mulai membela. Mulailah cerita-cerita masa muda membinarkan matanya, cerita bangga dengan rambut panjang saat mengajar di pondok, gagah katanya. Aku pura-pura antusias dengan cerita yang sudah khatam kuingat di luar kepala, cerita kangen dengan rambut yang kini telah dimakan usia.

"Udahlah potong aja, gerah eyang lihatnya, kasihan, potong pendek aja biar rapi"

Yangti pun ikut berkomentar. Setelah tahun lalu sempat berinisiatif bersama Kakung untuk memotong rambut anak ini tanpa bilang umi-abinya. Geregetan katanya. Bagi Yangti semua harus rapi, ketidakaturan adalah sumber beban pikiran. Alasan utama yang menjadi topik pertikaian dengan adikku, si bontot, tersangka utama saat rumah berubah menjadi kapal pecah.

"Jangan dipotong kak, awas aja kalau dipotong, rambut Faqih itu keren, temen2 Bian aja pada muji rambutnya Faqih, udah gitu aja keren"

Akhirnya, si bontot yang sedang berusaha memanjangkan rambutnya pun tak mau kalah. Biar kaya oppa oppa katanya. Yangti tak mau kalah, mengingatkan perihal guru di sekolah yang sudah mulai bawel menyuruh si bontot memotong rambut. Mulailah mereka beradu argumen...

Tiba-tiba terdengar suara penuh emosi dari dalam kamar.

"UMIII.... RAMBUT AKU DIGUNTING ADEK SILMI"

"HHHHAAAAHH????"