Mengenal Gejala Autisme Pada Anak

Adanya penyakit dapat mengganggu kinerja siapapun yang menderitanya. Penyakit tidak hanya menyerang fisik, namun juga dapat berlaku terhadap mental seseorang. Penyakit yang menyerang mental seseorang tidak dapat terlihat dari luar. Meskpin terlihat tidak ada gangguan dari luar, namun penderita akan merasakan dampak dari penyakit mental yang diderita. Tidak jarang juga penyakit mental ini dapat diketahui dari perilaku penderita karena penyakit mental dapat mempengaruhi pikiran, perasaan, dan perilaku dari penderita. Ada berbagai macam penyakit mental dan salah satu penyakit memtal yang menghambat kinerja komunikasi penderitanya adalah autism.

Autisme adalah sebuah kondisi adanya gangguan pada perkembangan otak yang dapat mempengaruhi kemampuan sosial, perilaku mengulang-ulang sesuatu, kemampuan berinteraksi, dan juga kemampuan komunikasi non verbal sesorang. Oleh karena itu, penderita autisme sangat membutuhkan perawatan dan pengurusan setiap saatnya. Menurut  Centers for Disease Control (CDC), autisme dapat ditemukan pada 1 anak dari 100 anak. Penyakit ini juga cenderung terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Autisme dapat mempengaruhi kemampuan belajar penderitanya. Tetapi tidak jarang juga seseorang dengan autisme mahir dalam bidang-bidang yang diminatinya. Hal itu terjadi karena autisme adalah sindrom dengan spektrum yang banyak yang menyebabkan setiap penderita memiliki kelebihan dan kekurangan yang berbeda-beda. Kelebihan atau kemampuan penderita autism pun tidak tentu, contohnya penderita autisme bisa saja mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, namun mereka mahir dalam hal seni, music, matematika, atau ingatan kuat. Oleh karena itu, penderita autism bisa saja handal dalam tes analisis atau pemecahan masalah.

Gejala-gejala apabila seseorang menderita autism pun dapat diketahui. Biasanya gejala-gejala autism dapat diketahui sejak penderita berusia 3 tahun, bahkan dari lahir. Gejala-gejala tersebut, yaitu :

  • Kurangnya kontak mata
  • Sedikitnya ketertarikan atau ketertarikan intens terhadap suatu topik
  • Melakukan sesuatu berulang-ulang (seperti mengulang kata-kata), hal ini terjadi karena kebanyakan penderita autism menyukai sesuatu yang teratur dan terstruktur sehingga mereka juga tidak akan bosan melakukan sesuatu yang sama berkali-kali atau berulang-ulang
  • Kesulitan memahami atau menggunakan komunikasi non verbal, seperti ekspresi, nada bicara, dan gestur tubuh
  • Sensitif terhadap suara, bau, atau penglihatan yang normal bagi orang lain
  • Tidak suka dipeluk atau kontak fisik lainnya
  • Tidak mendengarkan omongan orang lain
  • Tidak melihat langsung ke objek yang ditunjuk orang
  • Kurang mampu beradaptasi terhadap perubahan
  • Berbicara dengan nada bicara yang tidak sesuai

Penderita autism tidak selalu menujukan dengan jelas gejala-gejala tersebut. Contohnya seperti penderita asperger’s syndrome yang merupakan salah satu spektrum dari autisme, Penderita asperger’s syndrome tidak memiliki masalah dengan bahasa dan kecerdasan mereka juga rata-rata atau diatasnya, namun mereka memiliki kesulitan bersosialisasi dan kurangnya ketertarikan terhadap sesuatu.

Dengan adanya gejala-gejala tersebut seharusnya orangtuanya dapat mengetahui dan bertindak lebih terhadap anaknya yang menderita autism. Dengan keterbelakangan kemampuan bersosialisasi seorang penderita autism, tidak jarang mereka akan dikucilkan dan memiliki sedikit teman. Oleh karena itu, penderita autism membutuhkan dukungan dan perhatian semaksimal mungkin dalam hidupnya. Orang yang dapat memberi mereka dukungan paling maksimal adalah keluarga, terutama orangtua. Namun, tidak jarang orangtua yang mengetahui justru merasa malu akan kondisi anaknya sendiri dan berakhir dengan ketidakpedulian atau bahkan tidak ingin mengakui anaknya sendiri. Bahkan, banyak juga orangtua yang tidak sadar akan kondisi anaknya sendiri dan membiarkan anaknya tanpa dukungan khusus.

            Banyak sekali kasus dimana orangtua mengabaikan anaknya yang berkebutuhan khusus bahkan hingga dianiaya. Orangtua seringkali merasa malu demgan kondisi anaknya sehingga mereka menyemunyikan anaknya di rumah dan tidak ingin mengakui bahwa anaknya berkebutuhan khusus. Padahal, anak yang menderita autisme sebaiknya dibiarkan berhadapan dengan dunia luar dan meningkatkan kemampuan bersosialisasinya, serta memberi dukungan maksimal terhadap anaknya.  Dengan begitu, anak penderita autism juga tidak merasa dikucilkan dan mendapatkan dukungan yang dibutuhkan. Orangtua seharusnya tidak egois terhadap urusan menjaga harga diri karena bagaimanapun juga, anak membutuhkan komitmen orangtua untuk menyayangi dan mendukung mereka.