Apa Itu Sidang Isbat?

Dear Mam ! Pasti bagi sebagian Mama sudah familiar dengan sidang ‘isbat’. Setelah mengetahui hasil sidang isbat kemarin, apakah Mama sudah mengetahui makna sebenarnya? Nah, hari ini aku mau menjelaskan lebih lengkap tentang Apa Itu Sidang Isbat. Penasaran? Yuk langsung baca Thread di bawah ini!

Sidang Isbat 

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, ‘Isbat’ diartikan sebagai ‘ penetapan dan penentuan’. Begitu juga dengan sidang isbat yang berarti sebagai sidang untuk menetapkan dan menentukan awal bulan dalam kalender Hijriyah.

Sejarah sidang isbat

Dalam tulisan yang berjudul ‘Kilas Balik Penetapan Awal Puasa dan Hari Raya di Indonesia’ karya Moh Iqbal Tawakal, Pengamat Meteorologi dan Geofisika (PMG) disitu dikatakan, sebelum Indonesia merdeka, penetapan awal bulan Qamariyah tidak melalui sidang sibat. Maka, awal bulan Ramadhan sampai Idul Fitri itu ditentukkan oleh masing-masing ketua adat. Hal ini menjadikan setiap wilayah berbeda merayakan hari besar tersebut.

Tahun 1946 Kementrian Keagamaan Ditunjuk

Pada 4 Januari 1946, Kemenag diperintahkan untuk menentukan Idul Fitri dan Idul Adha. Namun, penentuan dari Kemenag tidak dapat diikuti oleh seluruh umat muslim. Oleh karena itu, pada 16 Agustus 1972, pemerintah membentuk Badan Hisab Rukyat (BHR).

BHR bertugas untuk menyamakan pemahaman dan menentukan tanggal 1 pada bulan Hijriah. Selain itu, BHR juga melakukan penelitian dan pengembangan dalam hal yang berhubungan dengan hisab rukyat & pelaksanaan ibadah lain seperti, waktu salat, awal bulan, arah kiblat, waktu gerhana bulan dan matahari.

Dari terbentuknya landasan pedoman wujudul hilal, menentukan awal bulan mengalami perkembangan.

Sidang Isbat Masa Orde Baru

Di masa orde baru, dalam menetapkan 1 Syawal melalui imkanur rukyat yang memiliki 3 kriteria:

  1. Tinggi hilal di atas 2 derajat
  2. Jarak hilal matahari minimal 3 derajat
  3. Umur bulan sejak ijtimak adalah 8 jam

Di tingkat regional dalam forum Menteri Agama Brunei Darussalam, Malaysia, Singapore dan Indonesia kriteria tadi dapat diterima pada tahun 1974.

Di masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, BHR hampir dibubarkan. Karena, dianggap tidak memiliki pengaruh pada penyamaan awal bulan Qamariyah dan hari raya. Namun, di masa pemerintahan Presiden SBY tahun 2004-2014, BHR di aktifkan kembali dengan menambah anggota yaitu pakar dalam bidang astronomi agar keputusan yang dihasilkan tidak hanya dapat diterima oleh agama tetapi juga dalam hal ilmiah.

Sejak masa itu lah, sidang isbat diselenggarakan dan ditayangkan di TV agar masyarakat juga bisa melihat.