Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
trampoline
Freepik

Trampolin sering dianggap sebagai permainan atau olahraga yang menyenangkan dan menyehatkan untuk anak-anak.

Namun, di balik tawa dan kegembiraan melompat, tersimpan risiko cedera yang tidak main-main dan menjadi perhatian serius nih, Ma. Apakah main trampolin aman untuk anak?

Data menunjukkan bahwa setiap tahun, lebih dari 100.000 cedera terkait trampolin membutuhkan penanganan darurat di AS, dengan mayoritas korbannya adalah anak-anak. Bahkan, American Academy of Pediatrics (AAP) secara tegas tidak merekomendasikan penggunaan trampolin rumahan untuk rekreasi anak-anak.

Lantas, bagaimana keamanan trampolin untuk dilakukan anak? Berikut Popmama.com rangkumkan informasinya dari berbagai sumber.

1. Trampolin dinilai berisiko tinggi bagi pertumbuhan tulang anak

Freepik

Mengutip dari Healthy Children, trampolin menciptakan gaya biomekanik yang besar dan tak terduga pada tubuh anak. Saat melompat, tubuh mengalami percepatan dan perlambatan yang ekstrem, serta gaya tekan yang bisa beberapa kali lipat dari berat badan saat mendarat.

Nah, kombinasi gaya-gaya inilah yang bisa menciptakan potensi cedera yang signifikan pada tulang dan sendi anak yang masih berkembang.

Cedera yang paling sering terjadi adalah patah tulang dan keseleo pada lengan atau kaki, yang sering kali disebabkan oleh pendaratan yang salah atau terpelintir.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah risiko cedera serius pada leher dan tulang belakang, terutama jika anak mencoba melakukan salto atau gerakan akrobatik lainnya tanpa pengawasan ahli.

2. Ancaman pada lempeng pertumbuhan anak

Freepik

Risiko unik trampolin bagi anak adalah ancamannya terhadap lempeng pertumbuhan atau growth plate, yang merupakan area tulang rawan di ujung tulang panjang anak yang bertanggung jawab atas pertumbuhan tulang.

Area ini lebih lunak dan rentan daripada tulang dewasa, sehingga akan sangat membahayakan jika terjadi cedera ketika bermain trampolin.

Seperti yang dijelaskan oleh dr. Gabriel Klemens Wienanda, M.Ked (Surg), Sp.OT, AIFO-K, dalam podcast bersama Gritte Agatha, ia menegaskan bahwa menurut CDC atau WHO sendiri sudah melarang olahraga trampolin pada anak.

"Karena kalau cedera pada trampolin, lempeng pertumbuhan itu bisa rusak. Jadi kalau dia rusak, akhirnya kan tidak bisa bertumbuh lagi atau rusak pertumbuhannya," ujar dr. Gabriel menjelaskan.

Cedera pada area ini dapat mengganggu atau bahkan menghentikan pertumbuhan tulang, yang mana berpotensi menyebabkan tulang tumbuh tidak simetris atau lebih pendek.

3. Bagaimana cedera bisa terjadi saat trampolin?

Freepik

Umumnya, penyebab utama cedera pada trampolin adalah karena ada lebih dari satu anak yang melompat secara bersamaan.

Tabrakan di udara, permukaan yang tidak stabil karena pantulan anak lain, dan terjatuh dari ketinggian adalah hal yang sangat umum terjadi.

Selain itu, anak yang usianya kecil memiliki risiko tiga hingga enam kali lebih tinggi untuk mengalami cedera ketika melompat bersama anak yang lebih besar. Mereka bisa terpelanting dengan mudah atau mendarat dengan posisi yang tidak tepat karena pengaruh pantulan dari anak lain.

4. Tips keamanan jika ingin tetap menggunakan trampolin

Nah, jika trampolin tetap ingin digunakan secara aman, berikut rekomendasi resmi dari AAP yang bisa Mama perhatikan sebelum anak melakukannya, yaitu:

  1. Pengawasan orang dewasa yang aktif setiap saat.

  2. Hanya satu anak yang boleh melompat dalam satu waktu.

  3. Larang keras semua bentuk salto dan putaran karena bisa berisiko cedera leher dan kepala.

  4. Pasang bantalan pelindung yang menutupi seluruh rangka, pegas, dan pengait.

  5. Lakukan pemeriksaan rutin pada seluruh peralatan trampolin.

  6. Segera ganti bagian yang rusak, seperti bantalan pelindung atau jaring, sebelum digunakan kembali.

Meski demikian, masih ada banyak sekali pilihan olahraga lain yang justru sangat dianjurkan untuk mendukung pertumbuhan dan kesehatan tulang anak, tanpa membawa risiko tinggi seperti trampolin.

Seperti disinggung oleh dr. Gabriel dalam podcast yang sama, olahraga seperti tenis, bulu tangkis, senam (gimnastik), dan basket diperbolehkan sesuai dengan tahap pertumbuhan anak.

Olahraga-olahraga ini melatih kekuatan, koordinasi, ketangkasan, dan merangsang kepadatan tulang dengan cara yang lebih terkendali dan aman.

Lebih lanjut, dr. Gabriel juga menegaskan kepada para orang tua jika anak mengalami cedera akibat olahraga jenis apapun, jangan ragu untuk segera membawanya ke dokter untuk mendapat penanganan yang tepat.

Jadi, apapun jenis olahraga yang anak pilih, pastikan memilih sesuai usia dan kemampuan si Kecil ya, Ma. Pastikan juga selalu mendapat pendampingan dari ahlinya agar keamanan dan kesehatan anak tetap terjamin.

Editorial Team