Setelah itu, berangkatlah mereka ke pasar secara beriringan. Si Darmi berjalan di depan, sedangkan sang Mama mengikutinya dari berlakang sambil membawa keranjang.
Walaupun keduanya mereka adalah Mama dan anak, penampilan mereka kelihatan sangat berbeda. Seolah-olah bukan dari keluarga yang sama. Di tengah perjalanan, Darmi bertemu dengan temannya yang tinggal di kampung lain.
"Eh, Darmi! Mau ke mana kamu?" tanya temannya itu.
"Ke pasar" jawab Darmi dengan pelan.
"Lalu, siapakah orang di belakangmu itu? Apakah dia orangtuamu?" tanya lagi temannya sambil menunjuk Mamanya Darmi yang membawa keranjang.
"Tentu saja bukan Mamaku! Dia adalah pembantuku," jawab Darmi dengan nada sinis.
Seperti disambar petir sang Mama mendengar ucapan putrinya. Namun ia hanya terdiam sambil menahan rasa sedih.
Setelah itu, keduanya pun melanjutkan perjalanan menuju ke pasar. Tidak kemudian, mereka bertemu lagi dengan seseorang.
"Hei, Darmi! Hendak ke mana kamu?" tanya orang itu.
"Ke pasar," jawab Darmi singkat.
"Siapa yang di belakangmu itu?" tanya lagi orang itu.
"Dia pembantuku," jawab Darmi yang mulai kesal dengan pertanyaan-pertanyaan itu.
Jawaban yang dilontarkan Darmi tentu membuat Mamanya semakin sedih dan sakit hati. Tetapi, sang Mama masih kuat untuk menahan rasa sedihnya.