Dahulu kala, ada sebuah negeri bernama Kerajaan Galuh yang dipimpin seorang raja yang sangat arif, bijaksana serta adil bernama Raja Prabu Permana Di Kusumah. Dia juga merupakan raja sakti, memiliki ilmu tata Negara yang luhur, dan berbudi mulia.
Sang raja juga dikenal oleh masyarakat selalu mencintai penduduk di negerinya, terutama kepada mereka yang termasuk kalangan miskin. Dia pun lebih mementingkan rakyat daripada urusan pribadi.
Dia memiliki dua orang istri bernama Dewi Pangreyep dan Dewi Naganingrum. Keduanya merupakan perempuan yang cantik dan cerdas, tetapi memiliki sifat yang berbeda.
Dewi Pangreyep memiliki sifat pemarah, mudah cemburu dan angkuh, sementara Dewi Naganingrum adalah orang yang penyabar, rendah hati dan baik. Raja pun memperlakukan mereka secara adil, sehingga tak pernah ada perselisihan di antara mereka.
Suatu hari, Raja Prabu Permana Di Kusumah memanggil penasihat kerajaan, Uwa Batara Lengser. Dia ingin mengutarakan kegelisahan dalam dirinya, yaitu suatu hal yang selalu mengganggu hari-harinya selama ini.
Ternyata, Prabu Permana Di Kusumah ingin menjadi seorang pertapa. Uwa Batara tampak terkejut mengetahui hal itu. Sambil bersujud, dia mengatakan bahwa Kerajaan Galuh yang sudah sentosa itu akan berantakan jika ditinggalkan Prabu.
Prabu Permana Di Kusumah berdiri dari singgasananya dan melangkah menuju Uwa Batara Lengser. Dia lalu mengangkat tubuh Uwa Batara untuk bangkit dari sujudnya. Prabu Permana sendiri sangat menghormati orang yang lebih tua seperti Uwa Batara Lengser.
Prabu Permana Di Kusumah kemudian memutuskan untuk pergi bertapa setelah berdiskusi dengan Uwa Batara Lengser. Kerajaan itu kemudian dipercayakan kepada menteri Aria Kebonan yang kemudian dipanggil dengan nama Prabu Barma Wijaya.
Suatu ketika, kedua istri raja hamil secara bersamaan. Akan tetapi, Dewi Pangrenyep melahirkan seorang anak laki-laki lebih dulu yang kemudian diberi nama Hariang Banga.
Sementara itu, Dewi Naganingrum masih mengandung dan anak dalam kandungannya adalah laki-laki. Namun, kelahiran anak Dewi Naganingrum konon akan menjadi ancaman bagi Prabu Barma Wijaya.
Dia pun mengatur siasat dengan menghasut Dewi Pangreyep yang memiliki sifat angkuh dan cemburu. Setelah itu, Prabu Barma Wijaya dan Dewi Pangreyep pun menyusun strategi untuk menyingkirkan anak Dewi Naganingrum.
Dari rencana itu, mereka melakukan strategi dengan menukarkan anak laki-laki tampan Dewi Naganingrum dengan seekor bayi anjing. Sedangkan anak laki-laki Dewi Naganingrum dihanyutkan dalam sebuah peti ke Sungai Citanduy.
Tak hanya itu, Prabu Barma Wijaya masih berusaha menyingkirkan Dewi Naganingrum. Kali ini, dia memerintahkan Uwa Batara untuk membunuh Dewi Naganingrum di hutan larangan. Prabu Barma Wijaya pun menyebarkan fitnah kalau Dewi Naganingrum telah dikutuk.
Namun, Uwa Batara Lengser tidak membunuh Dewi Naganingrum. Dia justru membangunkan gubuk di hutan dan merobek baju Dewi Naganingrum lalu melumuri pakaiannya dengan darah bayi anjing.
Sementara itu, bayi Dewi Naganingrum ditemukan oleh sepasang suami-istri yang sudah tua bernama Aki dan Nini Balangantrang. Mereka meyakini bahwa bayi putih, mungil, dan sangat segar terperangkap di keramba itu adalah keturunan raja. Pasalnya, bayi itu berbeda dengan bayi biasa yang lahir di desanya.
Lantaran merasa tidak memiliki kemiripan dengan anak laki-laki yang diasuhnya, Aki dan Nini Balangantrang tidak memberikan anak itu nama. Seiring berjalannya waktu, bayi itu tumbuh dewasa dan menjadi seorang pemuda.
Suatu hari, pemuda itu mengajak orangtua yang sudah mengasuhnya untuk pergi berburu. Di sana, barulah dia bertemu dengan seekor burung dan monyet yang disebut Ciung dan Wanara. Pemuda itu pun tertarik dengan sebutan dua hewan itu dan menjadikan Ciung Wanara sebagai namanya.
Sampai akhirnya, Ciung Wanara tahu bahwa orangtua kandungnya bukan berasal dari desa di mana dia dibesarkan. Ciung Wanara kemudian berpamitan pada Aki dan Nini Balangantrang untuk pergi ke Galuh dan mencari asal-usulnya.
Untuk kembali ke Galuh, Ciung Wanara menempuh perjalanan yang tidak mudah. Dia bahkan sempat tersesat di hutan terlarang dan bertemu dengan seekor naga jelmaan pertama Ajar Sukaresi, yaitu Nagawiru.
Ciung Wanara menceritakan kisah hidupnya dan perjalanan yang ditempuh olehnya untuk mencari asal-usulnya. Sebelum pergi, dia diberi sebutir telur ayam dari Nagawiru. Dia kemudian mengerami telur itu hingga menetas menjadi anak ayam jantan.
Dengan ditemani seekor ayam jantan yang kuat, Ciung Wanara pun datang ke Galuh. Dia melihat masyarakat Galuh senang dengan hiburan sabung ayam. Namun, hanya ayam Prabu Brama Wijaya yang selalu saja menang.
Ciung Wanara akhirnya menantang Prabu Barma Wijaya untuk melakukan sabung ayam setelah identitasnya sebagai anak Dewi Naganingrum diketahui Uwa Batara Lengser. Atas saran dari Uwa Batara, Ciung Wanara meminta setengah wilayah kekuasaan kerajaan jika dia menang.
Prabu Barma pun menyetujui. Mengejutkannya, Ciung Wanara justru keluar sebagai pemenang dan menjadi raja di daerah yang diserahkan oleh Prabu Barma Wijaya.
Setelah tahu asal-usulnya di masa lalu, Ciung Wanara kemudian merencanakan balas dendam pada Prabu Barma Wijaya dan Dewi Pangrenyep. Mereka dijebloskan ke dalam penjara besi. Di sisi lain, putra Dewi Pangrenyep, Hariang Banga, tak terima orangtuanya dipenjara.
Kemudian, Ciung Wanara dan Hariang Banga berduel. Namun, Prabu Permana Di Kusumah muncul dengan Dewi Naganingrum tampak mengagetkan Uwa Batara dan melerai pergulatan Ciung Wanara dan Hariang Banga. Prabu Permana Di Kusumah pun memberikan keduanya wejangan dan pamali untuk berperang melawan saudara sendiri.
Kebusukan Prabu Barma dan Dewi Pangrenyep pun telah diketahui Prabu Permana dan Dewi Naganingrum. Sebagai karma atas kejahatan mereka, Prabu Barma Wijaya berubah menjadi monyet, dan Dewi Pangrenyep menjadi seekor burung gagak.
Di sisi lain, Hariang Banga diperintahkan melangkah ke timur yang kemudian dikenal dengan nama Jaka Susurah yang mendirikan kerajaan Jawa bersama pengikutnya. Sementara itu, Ciung Wanara memerintah kerajaan Galuh bersama rakyatnya yang disebut orang Sunda. Kedua kerajaan itu pun saling menghargai dan membantu dalam kesulitan.
Pesan moral:
- Melalui dongeng di atas, Mama bisa mengajarkan si Kecil bahwa perbuatan buruk yang ditutup-tutupi pada akhirnya akan terungkap.
- Dongeng ini juga memberikan pesan kepada anak agar dirinya harus menjadi pemimpin yang adil dan bijaksana dan gemar membantu mereka yang tidak mampu. Pasalnya, kekuasaan tidaklah kekal abadi, dan bahkan bisa mencelakai diri sendiri jika dibawa kepada keburukan.
- Terakhir, dongeng ini juga mengajarkan bahwa sesama saudara tidak boleh bermusuhan. Justru sebagai saudara harus saling bahu-membahu dalam kebaikan.