6 Jenis Anxiety yang Bisa Dialami si Kecil

Yuk, cermati perasaan cemas dan takut si Kecil yang berlebihan!

7 Juli 2019

6 Jenis Anxiety Bisa Dialami si Kecil
thepragmaticparent.com

Kita tentu setuju bahwa setiap individu memiliki perasaan atau emosi masing-masing. Tak jarang, perasaan dan emosi tersebut berubah-ubah mengikuti keadaan psikologis individu maupun lingkungan sekitar.

Terkadang perubahan tersebut dapat berdampak positif. Namun, tidak menepis fakta bahwa hal-hal yang tidak diharapkan dapat terjadi, termasuk pada si Kecil.

Pasalnya, sama halnya dengan orang dewasa, si Kecil pun memiliki perasaan atau emosi yang dapat berubah-ubah.

Hari ini, si Kecil mungkin menunjukkan emosi yang bahagia dan baik-baik saja. Tidak menutup kemungkinan, si Kecil akan menunjukkan hal yang sebaliknya di kemudian hari.

Hal ini memanglah bersifat normal karena merasakan perasaan atau emosi yang negatif, seperti khawatir dan takut, merupakan bagian dari proses kehidupan setiap individu, termasuk si Kecil.

Akan tetapi, perlu diperhatikan jika perubahan emosi positif ke negatif terjadi secara mendadak dan berlebihan, hal ini nyatanya turut menjadi perhatian khusus karena menjadi salah satu potensi di mana si Kecil mengalami masalah anxiety disorder.

Ada begitu banyak jenis permasalahan anxiety disorder yang telah ditemukan oleh para ilmuwan. Tentu, tidak semuanya berkaitan erat dengan tumbuh kembang si Kecil.

Maka dari itu, untuk mengetahui jenis permasalahan anxiety disorder yang dapat dialami oleh si Kecil, Mama dapat melihat klasifikasinya di bawah ini.

Semoga saja, hal ini dapat membantu Mama untuk mencermati keadaan emosi si Kecil dan menanggulanginya.

1. Separation Anxiety Disorder (SAD)

1. Separation Anxiety Disorder (SAD)
anxiety.org

Dalam proses tumbuh kembang si Kecil, Mama tentu turut mengaplikasikan pola asuh yang fokus pada pembangunan hubungan baik antara diri si Kecil dengan Mama dan keluarga, serta orang lain.

Hal ini memberi dampak positif terhadap kemampuan bersosialisasi si Kecil serta sikap mandiri di kemudian hari.

Sayangnya, si Kecil terkadang menunjukkan sikap yang mengisyaratkan perasaan cemas dan takut ketika harus berpisah dari Mama.

Dilansir dari webmd.com, menurut para pakar di bidang anak, hal ini merupakan hal yang sebenarnya normal.

Dijelaskan bahwa terhitung sejak usia 7 bulan, si Kecil sudah mampu menunjukkan ekspresi cemas saat dirinya diberikan kepada orang lain, seperti digendong atau dititipkan ke orang lain.

Sebuah keresahan jika si Kecil menunjukkan rasa cemas tersebut secara berlebihan dan ekstrem, bukan hanya kepada orang-orang luar tapi juga mereka yang masih dikategorikan sebagai keluarga dekat.

Hal ini disebut oleh Karl Karlovec, M.D. dan Kurosch Yazdi, M.D sebagai tanda Separation Anxiety Disorder yang dialami anak-anak, sebagaimana dilansir dari jurnalnya berjudul Separation Anxiety Disorder and School Refusal in Childhood: Potential Risk Factors for Developing Distinct Psychiatric Disorders?.

Di sana, kedua pakar di bidang anak ini menyebutkan bahwa kecemasan yang berlebihan dalam kasus Separation Anxiety Disorder akan ditunjukkan setidaknya selama 4 minggu, hal ini turut memengaruhi aktfivitasnya sehari-hari, seperti sulit tidur dan terbangun karena mimpi buruk, serta kondisi fisik seperti sakit kepala atau sakit perut.

Semuanya itu dialami si Kecil semata-mata karena si Kecil berpikir ada kemungkinan untuk dipisahkan dari Mama dan Papa.

Untuk itu, Mama disarankan untuk memberi contoh visual yang memperlihatkan bahwa orang lain adalah orang yang dapat dipercayai olehnya.

Sebagai contoh, saat Mama hendak memindahkan tubuh si Kecil kepada orang lain untuk digendong, eluslah bagian tubuh orang tersebut sambil mengucapkan kata 'sayang'.

Melihat hal ini, si Kecil akan mengerti bahwa Mama mempercayai orang tersebut dan tidak akan ada masalah saat ia pindah ke tangan orang itu.

Tentu, dalam tahap awal, Mama diminta untuk mendampinginya terlebih dahulu.

Lalu, seiring berjalannya waktu, Mama dapat memberi jarak yang jauh untuk membiasakannya lepas dari tangan Mama secara normal.

2. Social Anxiety Disorders

2. Social Anxiety Disorders
thefinder.com.sg

Permasalahan sosial memang menjadi salah satu hal yang kerap dialami dalam masa pertumbuhan dan perkembangan si Kecil.

Khususnya saat si Kecil secara nggak langsung mulai mendapatkan kewajiban untuk bersosialisasi dalam menjalani kehidupannya sehari-hari.

Pasalnya, hal ini memberi dampak yang meningkatkan perasan cemas, khawatir dan takut, seperti berpisah dari Mama dan Papa serta bertemu dengan orang-orang baru dan keadaan sosial yang jauh berbeda dari lingkungan rumah, di mana ia dibesarkan selama ini.

Dan sekali lagi, hal ini sebenarnya merupakan pengalaman individu yang normal untuk dilalui oleh si Kecil.

Akan tetapi, adalah tidak normal jika si Kecil menunjukkan perasaan cemas dan takut yang sangat berlebihan setiap kali ia masuk ke dalam lingkungan sosial tanpa memandang tempat.

Hal ini mengisyaratkan permasalahan anxiety yang disebut sebagai Social Anxiety Disorder atau yang juga dikenal dengan nama Social Phobia. Perlu diingat, dalam kasus anak, permasalahan Social Anxiety Disorder ini terjadi bukan semata-mata karena takut berpisah dari Mama.

Sebaliknya, meskipun si Kecil berada di tangan Mama yang menemaninya, si Kecil akan tetap merasa cemas dan takut saat berada di lingkungan sosial.

Alhasil, si Kecil akan cenderung menolak untuk pergi ke luar dari rumah atau kamarnya saat harus beraktifitas.

Tidak menutup kemungkinan, perubahan sikap saat terlanjur berada di lingkungan sosial akan ditunjukkan oleh si Kecil, di mana ia akan berlaku diam, menutup mata, menghindari kontak mata dengan orang lain, dan menangis dalam tingkat ekstrem.

Tentu, hal ini akan sangat memengaruhi kondisi fisiknya, di mana ia akan merasa sakit perut, detak jantung yang keras, sulit bernapas dan kulit berkeringat secara berlebihan.

Untuk itu, Mama disarankan untuk mencoba mengubah pola pikir si Kecil mengenai lingkungan sosial, melalui hal-hal yang menghibur, seperti film-film mengenai persahabatan.

Sambil menonton, Mama dapat menjelaskan hal-hal baik mengenai pergaulan sosial yang harus dihadapinya.

Dengan memberi gambaran yang positif, si Kecil akan merasa siap untuk mencoba keluar ke dalam lingkungan sosial karena dorongan rasa penasarannya.

Editors' Pick

3. Obssesive Compulsion Disorder (OCD)

3. Obssesive Compulsion Disorder (OCD)
stuff.co.nz

Memiliki kecenderungan atau dorongan untuk memiliki dan melakukan sesuatu tentulah normal untuk setiap individu, termasuk si Kecil.

Sebagai contoh, si Kecil mungkin sangat tertarik dengan ritual tidur yang selama ini telah dibiasakan oleh Mama dan Papa, seperti Mama membacakan buku cerita sebelum tidur.

Karena rasa tertarik tersebut, si Kecil pun menunjukkan perasaan untuk terus memiliki pengalaman itu dengan alasan ia dapat tidur dengan nyaman setelahnya.

Hal ini menjadi tidak normal jika perubahan waktu atau hal lainnya yang berkaitan dengan sesuatu yang dia sukainya tersebut membuatnya berpikir yang tidak-tidak, seolah-olah sesuatu yang tidak diharapkan akan terjadi padanya karena itu.

Sebagai contoh, si Kecil akan membayangkan dirinya berada di dalam bahaya jika Mama terlambat atau tidak datang sama sekali ke kamarnya untuk membacakan buku cerita sebelum tidur yang menjadi rutinitas.

Dari situlah, ia menyimpulkan kalau rutinitas tersebut harus dilakukan sesuai order dan terus menerus guna membuatnya terhindar dari masalah atau bahaya yang dipercayainya.

Menurut organisasi Raising Children Network yang didukung oleh pemerintah Australia dan ilmuwan, permasalahan Obsessive Compulsion Disorder ditandai dari gerak-gerik si Kecil yang secara ekstrem melakukan kebiasaannya dengan sangat disiplin dan menunjukkan kecemasan berlebihan jika situasi membuatnya tidak dapat melakukan hal tersebut, seperti merengek, menangis, sulit tidur dan semacamnya.

Tak menutup kemungkinan, kepolosan si Kecil akan membuatnya memberitahu Mama bahwa ia harus melakukannya agar terhindar dari suatu bahaya.

Saat itu terjadi, Mama haruslah memberi penjelasan logis bahwa segala sesuatu akan baik-baik saja tanpa aktifitas atau hal apapun yang dimaksudnya.

Agar lebih efektif, Mama disarankan untuk memberi bukti dari ucapan tersebut.

Sebagai contoh, biarkan si Kecil melalui satu hari tanpa rutinitas atau hal lain yang digantungkannya.

Setelah melewati pengalaman itu, Mama perlihatkana dirinya di depan kaca dan jelaskan bahwa si Kecil nyatanya berada dalam kondisi fisik yang baik-baik saja.

Cara ini akan sukses membuatnya berpikir dan percaya pada ucapan Mama.

4. Panic Attack atau Panic Disorder

4. Panic Attack atau Panic Disorder
brainjet.com

Salah satu wujud yang mengekspresikan perasaan cemas atau khawatir dan takut adalah gerak-gerik individu yang panik.

Hal ini merupakan hal yang normal sebagaimana kita akan merasa tidak tenang saat tengah mengkhawatirkan sesuatu.

Coba rasakan, bagaimana paniknya Mama jika si Kecil tahu-tahu tersedak ketika sedang makan?

Tentu, jika Mama tidak merasakan hal itu, ada yang salah dari pribadi Mama.

Hal itu jugalah yang terjadi pada pribadi si Kecil adalah normal jika ia menunjukkan gelagat panik saat ia merasa cemas dan takut terhadap suatu hal.

Akan tetapi, Mama wajib merasa was-was jika si Kecil mengalami serangan panik atau Panic Attack secara tidak terduga dan berulang-ulang, yang di mana hal ini ditandai oleh kondisi fisik yang sangat kentara, seperti jantung yang berdebar-debar dengan cepat, nafas tersenggal atau kesulitan bernafas, berkeringat banyak, tubuh terasa lemas dan kepala pusing tujuh keliling.

Itu kenapa, dalam permasalahan Panic Attack atau Panic Disorder, Mama disarankan untuk langsung membawa si Kecil ke Dokter untuk mendapatkan penanganan medis yang dibutuhkannya. Tentu, menemani si Kecil yang menghadapi kondisi ini dengan kasih sayang, sangatlah dibutuhkan.

5. Specific Phobia

5. Specific Phobia
thepsychologist.bps.org.uk

Memiliki rasa takut, khawatir dan cemas saat melihat dan mengalami pengalaman fisik dengan objek atau hal tertentu merupakan hal yang kerap dialami sebagai permasalahan individu, termasuk si Kecil.

Hal ini tentu bersifat sangat normal dalam kehidupannya. Coba perhatikan, sama seperti Mama, si Kecil tentu memiliki satu atau lebih objek atau hal tertentu lainnya yang membuatnya merasa tidak berani untuk menghadapinya, seperti takut serangga, takut ketinggian dan semacamnya.

Perasaan takut tersebut akan berubah menjadi sebuah permasalahan Specific Phobia yang patut diperhatikan jika si Kecil menunjukkan rasa takut yang sangat berlebihan.

Anxiety and Depression Association of America berpendapat bahwa perasaan takut yang ekstrem tersebut ditandai jika si Kecil tidak bisa menjelaskan alasan yang membuatnya takut terhadap objek atau hal tertentu.

Selain itu, dalam mengekspresikan rasa takut dan cemasnya, si Kecil cenderung memberi reaksi ekstrem seperti berteriak dan menangis dalam waktu yang sangat lama, sakit kepala dan perut, serta pingsan dalam tingkat yang ekstrem.

Tak terkecuali, ia berpotensi mengalami keadaan sulit tidur karena takut akan kehadiran objek atau hal tersebut.

Saat melihat kondisi ini, Mama diwajibkan melakukan pendekatan melalui komunikasi, di mana Mama dapat menggali informasi sebanyak-banyaknya mengenai rasa takut yang dialaminya.

Jika Mama tidak mencoba untuk mendorong si Kecil menghadapi rada phobia-nya begitu saja.

Sebaiknya, Mama berkonsultasi ke dokter untuk mendapat solusi yang tepat sambil membawa informasi yang telah Mama dapatkan dari si Kecil.

6. Generalized Anxiety Disorder

6. Generalized Anxiety Disorder
babycentre.co.uk

Merasa khawatir dan cemas tentu merupakan hal yang normal untuk dirasakan si Kecil dalam kadar yang tidak berlebihan.

Tentu, ada alasan di balik hal tersebut yang menbuatnya mengalami perasaan atau emosi negatif, sebagaimana yang dialami oleh setiap individu.

Akan tetapi, bagaimana jika si Kecil merasakan perasaan atau emosi tersebut tanpa ada alasan atau tidak mengacu pada hal-hal spesifik tertentu yang menjadi penyebab?

Hal ini tentulah merupakan permasalahan Anxiety yang patut diperhatikan. Secara spesifik, permasalahan ini bernama Generalized Anxiety Disorder, di mana gangguan ini melibatkan perasaan khawatir yang berlebihan tanpa ada hal-hal apapun yang memprovokasi perasaan tersebut timbul.

Biasanya, si Kecil yang menghadapi kondisi ini sering kali mengalami halusinasi terhadap segala sesuatu, di mana dalam imajinasinya, halusinasi tersebut menyorot hal-hal negatif yang membuat otaknya percaya.

Alhasil, si Kecil jadi merasa tidak tenang dan semangat saat beraktifitas karena adanya firasat buruk yang dipercayainya.

Dari situlah, kondisi fisiknya terpengaruh, di mana ia akan merasa beberapa gejala seperti sakit kepala, kelelahan dan ketegangan otot.

Parahnya, si Kecil dapat merasakannya dalam kondisi apapun, termasuk saat ia hendak tidur. Untuk, itu Mama haruslah melihat permasalahan ini dengan serius.

Sebaiknya, Mama memastikan suasana rumah yang aman dan tenang sehingga Mama dapat sukses dilihat si Kecil sebagai sosok yang memberi rasa aman.

Dari situ, Mama dapat melakukan pendekatan melalui komunikasi untuk mengajarnya bahwa tidak ada yang perlu ditakuti dalam hidup.

Agar lebih efektif, terapkan nilai-nilai agama agar si Kecil dapat merasa aman secara spiritual meskipun tidak ada kehadiran Mama secara fisik saat beraktifitas.

Nah, bagaimana, Ma? Beberapa jenis permasalahan Anxiety atau rasa cemas dan takut di atas tentu dapat dijadikan bimbingan untuk mengidentifikasi apakah si Kecil mengalaminya atau tidak, bukan?

Jika ya, Mama dapat turut melakukan solusi yang telah kami berikan. Tentu, konsultasi dengan dokter menjadi hal penting yang tidak boleh dilupakan. Dan, ingat! Never give up on your kids, Moms!

Baca juga:

The Latest