Selain menyuarakan keprihatinan atas situasi di Gaza, Paus Leo XIV juga menyoroti eskalasi kekerasan yang terjadi di Myanmar. Dalam khotbah yang sama, beliau mengatakan,
“Di Myanmar, gelombang kekerasan baru telah merenggut nyawanya orang-orang tak bersalah. Dan Ukraina yang dilanda penderitaan terus menantikan dimulainya perundingan untuk mencapai perdamaian yang adil dan berkelanjutan.” ujarnya.
Pernyataan ini merujuk pada konflik berkepanjangan antara junta militer Myanmar dan kelompok etnis bersenjata, yang terus memperparah krisis kemanusiaan di sana.
Kekerasan yang tiada henti membuat warga sipil, terutama anak-anak dan perempuan, menjadi korban langsung dari situasi yang tidak manusiawi.
Paus Leo juga menyinggung penderitaan mendalam yang terus dialami rakyat Ukraina sejak invasi Rusia pada 2022 hingga sekarang.
Dalam konflik yang sudah berlangsung lebih dari tiga tahun ini, jutaan warga Ukraina terpaksa mengungsi, kehilangan tempat tinggal, dan hidup dalam bayang-bayang ketakutan serta kehancuran.
Meski begitu, harapan akan hadirnya perdamaian yang adil masih terus menyala di tengah reruntuhan.
Doa dan seruan moral Paus Leo XIV mencerminkan komitmen Gereja Katolik terhadap perdamaian dunia dan solidaritas global, serta menjadi pengingat bahwa penderitaan akibat perang bukan sekadar statistik, melainkan tragedi nyata yang membutuhkan kepedulian dan tindakan bersama umat manusia.