6 Cara Mendidik Anak yang Suka Belajar

Berikut ini cara tepat dan mudah yang bisa dilakukan Mama untuk mendidik anak yang suka belajar

31 Mei 2021

6 Cara Mendidik Anak Suka Belajar
Unsplash/joaoperini

Kebanyakan orang percaya bahwa kecerdasaan itu merupakan hal yang statis, apakah ia pintar atau tidak.

Namun ternyata kecerdasan dapat diartikan seperti otot yang bisa dikembangkan dengan penggunaannya. Apabila yakin terhadap hal tersebut, otak anak akan menjadi lebih pintar.

Peneliti dari Stanford, Carol Dweck, menjelaskan bahwa siswa yang percaya bahwa mereka bisa menjadi lebih pintar dengan menantang dirinya adalah pelajar yang lebih efektif.

Sementara, siswa yang memiliki pandangan "fixed" terhadap kecerdasan, dikhawatirkan mereka merasa tidak nyaman atau terlihat bodoh ketika membuat kesalahan sehingga enggan untuk mempelajari sesuatu yang baru. Lalu bagaimana cara yang tepat untuk mendidik anak yang suka belajar?

Nah berikut ini Popmama.com telah merangkum cara mendidik anak yang suka belajar sekaligus bisa jadi inspirasi untuk Mama. Simak yuk, Ma!

1. Menanamkan konsep "otak sama seperti otot"

1. Menanamkan konsep "otak sama seperti otot"
Unsplash/phammi

Dilansir dari Aha! Parenting, Dweck melakukan eksperimen bersama siswa sekolah menengah pertama, dimana dalam waktu kurang dari dua jam selama periode delapan minggu, siswa diajarkan satu konsep, yakni:

"Otakmu sama seperti otot yang bisa berkembang dengan latihan. Sama seperti bayi yang semakin pintar ketika belajar, maka kalian juga bisa."

Hasil dari ekperimen yang dilakukan Dweck tersebut ternyata sangat menakjubkan, lantaran konsep yang ia ajarkan memberikan hasil signifikan. Sebagian siswa unggul dalam penilaian matematika tanpa membutuhkan pengajaran matematika tambahan.

2. Mengenal growth mindset

2. Mengenal growth mindset
Unsplash/leorivas

Konsep yang diajarkan Dweck kepada siswanya ia sebut sebagai growth mindset, dimana anak tahu bahwa kita semua berada dalam kurva pembelajaran yang tentu akan mengalami kegagalan dalam perjalanan menuju sukses.

Umumnya, orang yang memiliki growth mindset justru cenderung lebih ulet, dimana mereka menggunakan kegagalan sebagai kesempatannya untuk belajar. Alih-alih bertanya apakah mereka cukup pintar, anak-anak ini tahu bahwa mereka bisa menjadi lebih pintar hanya dengan melakukannya. 

Ketika mereka memiliki pengalaman yang juga dimiliki setiap anak saat mempelajari sesuatu yang baru, seperti munculnya pertanyaan "Ini sulit, aku tidak mengerti. Mungkin aku tidak sepintar itu ?", nyatanya anak-anak ini mampu mengelola kecemasan mereka dengan meyakinkan diri sendiri bahwa mempelajari berbagai hal bisa saja sulit, tetapi mereka mampu melakukannya.

Nah, mereka akan menjadi pelajar yang terus menerus mempelajari apa yang mereka butuhkan dalam situasi baru dan termotivasi serta memiliki rasa ingin tahu lebih banyak. 

Editors' Pick

3. Mendukung kemampuan yang dimiliki anak

3. Mendukung kemampuan dimiliki anak
Unsplash/ashtonbingham

Ketika Mama mengatakan "kamu sangat pintar!" justru akan merusak growth mindset yang dimiliki anak. Pasalnya, saat ia merasa tertantang, akan menimbulkan asumsi bahwa jika ia pintar maka tugas atau pelajaran tidak akan terlalu sulit. Lalu, pada akhirnya ia akan bertanya-tanya apakah dirinya tidak begitu pintar, dan ada kemungkinan ia akan menyerah daripada terlihat buruk di mata orang tua atau bahkan dirinya sendiri. 

Namun, saat Mama mengatakan "kamu sangat bekerja keras untuk itu, perlahan namun pasti kamu mendapatkannya!", anak akan belajar bahwa tekadnya sendiri yang akan menentukan kesuksesannya. Sehingga tantangan yang sebelumnya terasa tidak nyaman, justru sekarang mulai terasa memotivasi. 

4. Mengajak anak belajar sambil bermain

4. Mengajak anak belajar sambil bermain
Unsplash/amseaman

Ketika anak-anak bermain, mereka termotivasi untuk melewati berbagai rintangan untuk mencapai goals mereka. Hal ini akan membantu mengembangkan growth mindset mereka serta kemampuannya dalam mengendalikan diri sendiri untuk mengatasi tantangan. 

Selain itu, mereka juga belajar bahwa tantangan bukan hal yang mengintimidasi, melainkan menyenangkan. Tak hanya itu, kerja keras yang dikombinasikan dengan sikap ingin tahu dapat membantu mereka mencapai tujuan besar. 

Hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa banyak ahli mempertanyakan persamaan pembelajaran akademik, dimana akan melawan growth mindset anak-anak dengan mendorong mereka untuk berprestasi secara akademis daripada menikmati pembelajaran melalui eksplorasi. 

Penelitian menunjukkan bahwa kegiatan membangun balok, bermain dengan ritme dan warna, hingga belajar bergaul dengan teman sebaya pada anak-anak akan memberikan dasar untuk pembelajaran di kemudian hari, dari keterampilan matematika hingga membaca. 

5. Bermain permainan kreatif dan imajinatif

5. Bermain permainan kreatif imajinatif
Unsplash/tinymountain

Permainan kreatif dan imajinatif yang dilakukan sendiri maupun bersama orang lain bisa mengembangkan soft skills atau kecerdasan emosional. 

Permainan imajinatif yang membangun soft skills disiplin diri dan navigasi sosial, memberikan kontribusi mendasar bagi keberhasilan akademis anak di kemudian hari. Kecerdasan verbal dan logis sebenarnya dimulai dengan berbicara dan bertanya-tanya saat anak-anak ikut berpartisipasi dalam percakapan sehari-hari tentang kehidupan. Itulah mengapa anak-anak yang cukup beruntung memiliki diskusi yang berkualitas bersama orang tua akan melakukan sesuatu dengan lebih baik saat mereka lulus sekolah.

6. Tes IQ hanya menilai sebagian dari kecerdasan anak

6. Tes IQ ha menilai sebagian dari kecerdasan anak
Unsplash/emily_wade

Sebagian banyak orang sering menyamaratakan kecerdasan dengan skor pada tes IQ, namun kebanyakan sarjana saat ini percaya bahwa tes IQ hanya menilai sebagian dari kecerdasan seseorang.

Pada dasarnya, tes IQ yang tradisional mengukur retensi anak terhadap pengetahuan verbal dan matematika. Sayangnya, dimensi terbatas ini kemudian disamakan dengan potensi intelektual anak. 

Dilansir dari Aha! Parenting, Dr. Howard Gardner menjelaskan tujuh jenis kecerdasan yang penting dalam fungsi manusia, dimana kesemuanya membutuhkan kesempatan untuk berkembang, antara lain:

  • Kecerdasan Verbal
  • Kecerdasan Tubuh / Kinestetik
  • Kecerdasan Logis / Matematika
  • Kecerdasan Musikal
  • Kecerdasan Interpersonal
  • Kecerdasan Intrapersonal
  • Kecerdasan Visual / Spasial

Mama tak perlu khawatir menambahkan pengalaman-pengalaman ini ke daftar kegiatan untuk anak. Selama ia memiliki kesempatan untuk bermain dan mengatur waktunya sendiri alih-alih menghabiskan waktu untuk kegiatan akademis dan layar, secara alami anak akan menjelajahi sebagian besar area ini. Namun, Mama tetap harus membatasi screen timing anak. 

Lalu apa tugas Mama sebagai orang tua? Dorong rasa keingintahuan dan minat alami anak-anak, mulai dari menari, membaca hingga menggambar serta pastikan ia tahu bahwa peningkatan kecerdasan yang membangun kekuatan otak.

Ketidaknyamanan saat belajar diharapkan disini, karena belajar hal baru itu sulit, tetapi anak bisa melakukan hal yang sulit. Hal tersebut akan menjadi sangat berharga. 

Nah, itulah cara yang bisa Mama lakukan di rumah dalam mendidik anak yang suka belajar. Semoga bermanfaat ya, Ma.

Baca juga:

The Latest