Dilansir dari NHS, para ahli menganggap mutisme selektif sebagai ketakutan (fobia) berbicara dengan orang-orang tertentu.
Penyebabnya tidak selalu jelas, tetapi diketahui terkait dengan kecemasan. Anak biasanya akan memiliki kecenderungan untuk cemas dan mengalami kesulitan dalam menghadapi kejadian sehari-hari dengan tenang.
Misalnya, banyak anak terlalu tertekan untuk berbicara ketika terpisah dari orangtua mereka, dan mengirimkan sinyal kecemasan ini kepada orang dewasa lain yang mencoba menenangkannya.
Jika si Kecil ternyata memiliki gangguan bicara dan bahasa atau masalah pendengaran, itu bisa membuatnya lebih frustasi untuk berbicara.
Penyebab lainnya bisa disebabkan oleh kesulitan memproses informasi sensorik, seperti suara keras dan desakan dari keramaian.
Kondisi ini lebih dikenal sebagai disfungsi integrasi sensorik. Ini membuat anak menjadi tertutup, dan tak mampu berbicara dalam kondisi lingkungan yang sibuk.
Namun jika anak mengalami gejala stres pasca-trauma, ini bisa ditunjukkan dengan tiba-tiba anak berhenti berbicara pada situasi di mana ia sebelumnya tidak mengalami kesulitan.
Kondisi ini dapat menyebabkan mutisme selektif dan kecemasan jika pemicunya tidak ditangani.
Hingga saat ini belum ditemukannya hubungan antara mutisme selektif dan autisme, meskipun seorang anak mungkin memiliki keduanya.
Selain itu juga tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa anak-anak dengan mutisme selektif lebih mungkin mengalami pelecehan, penelantaran atau trauma daripada anak lainnya.