Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
thresia maretha LAKON INDONESIA (1)
Popmama.com/Putri Syifa N

Intinya sih...

  • LAKON Indonesia, ekosistem untuk pengrajin lokal

  • Perjuangan pengrajin hidup dari karya buatan mereka

  • Pengembangan produk lokal yang premium berdaya saing di internasional

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tangan-tangan pengrajin menjadi penopang dari setiap cerita merek lokal satu ini. Thresia Mareta, founder dari LAKON Indonesia menceritakan kepada Popmama.com sepak terjangnya dalam membangun merek lokal ini dengan dasar dan asa dari pengrajin Indonesia di beberapa titik di Indonesia.

Tidak hanya sekedar merek, menurut Thresia hal yang dibangunnya adalah sebuah ekosistem. Tidak hanya untuk penikmat budaya batik sepertinya, tetapi juga bagi para pengrajin yang menjadi sumber karya dari LAKON Indonesia sejak 2018, tahun didirikannya mereka itu sendiri.

"LAKON Indonesia itu ekosistem bukan hanya brand fashion saja yang saya bangun. Dipikiran kita, mereka (pengrajin) yang ekonominya di bawah perlu dikasih sumbangan berbagai bentuk. Dari seragam buat anaknya, uang sekolah, biaya hidup, dan sebagainya. Tapi yang sebenarnya di dalam kelompok ini ada pengrajin itu punya keterampilan yang bisa menghasilkan," jelas Thresia kepada Popmama.com.

Lebih lanjut, ia berbicara mengenai ekosistem yang mendukung pengrajin untuk bisa hidup dari karya buatan mereka. Bukan khawatir dan merasa was-was tidak bisa hidup dari sana.

Berikut Popmama.com rangkum cerita lengkapnya dengan Thresia Mareta.

1. Sistem yang menjebak pengrajin lokal tidak bisa hidup

Instagram.com/thresia.mareta

Sebagai informasi, LAKON Indonesia didirikan Thresia tahun 2018. Disebutkan olehnya merek ini berdiri karena kecintaannya terhadap batik sejak kecil. LAKON Indonesia ini menurutnya adalah hal yang bisa ia lakukan untuk menyelamatkan para pengrajin batik, kain yang dicintainya sepenuh hati untuk bisa hidup dari sana.

Oleh karenanya, Thresia menyebut LAKON adalah sebuah ekosistem. Mengapa demikian? Karena LAKON menaungi banyak pembatik di beberapa titik di Indonesia misalnya ada di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

"Mereka hanya terjebak di satu sistem yang perlu perbaikan, kapasitas saya tidak sebesar itu untuk mengubah secara keseluruhan. Tapi saya bisa mulai membangun satu ekosistem yang ideal untuk mereka untuk hidup. Karena melestarikan budaya buat saya adalah kita harus bisa melestarikan ketampilan tangannya, di mana yang memiliki itu adalah pengrajin," jelas Thresia kepada Popmama.com.

2. Masalah soal hidup pengrajin, terjebak banyak batasan

Instagram.com/thresia.mareta

Tidak hanya soal sistem yang membuat pengrajin ini dibayar murah, masalah lainnya yang dilihat adalah soal keterampilan membatik itu tidak memiliki pendidikan formal khusus. Kebanyakan diturunkan dari generasi ke generasi oleh pendahulunya.

"Karena ketampilan itu kan turun-temurun kebanyakan. Saat ini sudah ada yang mulai punya sekolah khusus ini, misalnya di Pekalongan ada sekolah batik dan lain-lain, tapi secara umum itu diturunkan," pungkasnya.

Sehingga, menurutnya, untuk memelihara pengrajin harus dimana mereka bisa hidup dari apa yang mereka lakukan yakni membuat batik.

"Nah, ekosistem LAKON Indonesia ini cukup ideal untuk mereka bisa mendapatkan penghidupan. Jadi kami adopsi dia ke dalam ekosistem. Selama ekosistem ini hidup, mereka ikut hidup," jelas Thresia.

3. Kurangnya akses untuk pengrajin menambah peluang

Instagram.com/lakon_indonesia

Dari penjelasan Thresia, LAKON Indonesia bekerja sama langsung dengan pengrajin langsung. Banyak diantara mereka pasti perempuan karena memang keterampilan tangan seperti itu banyak dikerjakan oleh perempuan, apalagi jika itu batik tulis.

"Daerah tertentu perempuan, ada daerah lain itu laki-laki yang mengerjakan. Tapi sebagian besar perempuan," cerita Thresia.

Thresia menceritakan soal para pengrajin ini yang memiliki keterbatasan akses dan informasi. Mereka tidak tahu cara menjual produk-produk tersebut.

"Mereka hidupnya seperti tertinggal di belakang dan lupa untuk upgrade. Jadi ini yang perlu kita bantu. Nah, LAKON Indonesia ini punya produk desainer namanya Irsan," jelasnya.

Sebagai informasi, gerai LAKON saat ini tidak hanya tersebar di Jakarta, Bandung, dan Bali, tapi juga di Paris, Prancis. Ini membuat diplomasi budaya Indonesia bisa lebih dikenal dunia secara mode.

Pasalnya rancangan kontemporer LAKON, buah tangan Irsan selaku desainer di baliknya, turut masuk jajaran Brand To Watch di Paris Trade Show versi Women's Wear Daily (WWD) tahun 2023.

4. Membentuk mindset pengrajin bisa hidup dari membatik

Instagram.com/thresia.mareta

Thresia Mareta menceritakan ada beberapa ekosistem yang membantu pengrajin ini bisa merasa yakin untuk hidup dari membatik. Karena ketika mereka memiliki pemikiran tersebut ada kebanggaan tersendiri yang timbul.

"Ketika mereka bisa menghasilkan sendiri (dari membatik) itu mindset mereka berubah karena mereka punya pride. Mereka ada kebanggaan bisa menghasilkan. Itu cara berpikir langsung berbalik, itu juga bisa mengajak tetangganya ikut berproduksi bersama dan lain-lainnya. LAKON Indonesia sebagai brand, lalu LAKON Store adalah sebenarnya channel distribusi. Lalu kita punya wadah untuk kegiatan kami yang namanya Teras LAKON. Jadi lengkap di tahun 2023 ekosistem LAKON ini berdiri (pasca Teras LAKON ada)," jelas Thresia.

Dari LAKON Indonesia ini, Thresia juga berhasil menorehkan perhatian internasional. Pada 18 Februari 2025, Theresia Mareta menerima penghargaan Knight of the Ordre des Arts et des Lettres dari Kementerian Kebudayaan Negara Prancis.

"Ini akan membuka banyak pintu lagi, bukan hanya untuk saya tapi dengan apa yang dikerjakan sekarang. Kita itu paling susah mendapatkan kepercayaan dari dunia internasional, terutama di dunia fashion. Dengan ini, kita setara dengan aktor lain di dunia mereka (Prancis dan dunia mode). Itu sebuah pengakuan tersendiri," pungkasnya dengan senang.

Ia menyebut dari awal berkomitmen dengan ini, sehingga menjaga napasnya harus panjang untuk mendapatkan hasil. Karena jika tidak hanya akan jalan di tempat saja. Tujuannya untuk mengembangkan sesuatu jadi harus terus-menerus.

"Kami akan berkomitmen di situ," jelasnya.

5. Produk lokal yang premium berdaya saing di internasional

Instagram.com/thresia.mareta

Berkaca kepada produk yang dikurasi oleh LAKON Indonesia di LAKON Store, lulusan Arsitektur Universitas Tarumanagara ini mempertahankan standar kualitas premium. Tentu sambil menekankan proses produksi efisien agar harganya terjangkau.

"Karena kami tetap mengusung produk buatan lokal. Kami mencari karya terbaik dari dalam negeri untuk dipamerkan. LAKON Indonesia menjadi wadah bagi brand lokal unggulan, itu impian kami," jelas Thresia.

Thresia juga masih belajar soal fashion, tenun dan batik dengan riset pasar lokal dan internasional. Ia juga belajar mengenai pendekatan desain yang disesuaikan kebutuhan konsumen.

Namun, soal menjual produk lokal dengan kualitas premium ini ia juga menemui tantangan. Thresia menyebut harus melakukan 'efisiensi' dari A sampai Z untuk membuat harganya fit dan diterima secara luas di kalangan menengah.

"Saya tidak mau jual produk sembarangan, secara internasional bisa diterima. Saya sekarang bisa jual produk ini tanpa mengubah apapun, produk yang sama. Apa yang dibeli di Indonesia ini sama seperti produk yang dijual LAKON Indonesia di Paris," terangnya.

6. Eksplorasi dunia mode Indonesia dan tantangan terjalnya

Instagram.com/thresia.mareta

Perjalanan menuju industri fashion lokal yang lebih kuat masih menghadapi tantangan serius. Persoalan utama ada pada sumber daya, bahan baku hingga persaingan harga.

Pertama, sumber daya kalin dari produk lokal Indonesia bergantung terhadap bahan baku impor. Kedua, eksplorasi kain dari produk lokal dan desainer Indonesia juga belum banyak dan tidak banyak variasi.

Ini yang membuat tantangan untuk dunia mode Indonesia semakin lebar. Padahal untuk membangun ekosistem industri fashion yang berkelanjutan, dibutuhkan sinergi antara pelaku usaha, pemerintah, dan konsumen.

Thresia menekankan pentingnya memastikan para pengrajin mendapatkan bahan baku berkualitas dengan harga yang wajar.

"Dengan begitu mereka bisa menghasilkan produk bernilai dan kompetitif di pasar dalam maupun luar negeri," pungkasnya.

Itulah tadi cerita mengenai Thresia Mareta membangun ekosistem fashion melalui LAKON Indonesia. Ini adalah bentuk usaha agar pengrajin lokal punya 'napas' panjang karena menghasilkan produk berkualitas untuk dijual.

Editorial Team