Dalam Peraturan Dirjen Pajak nomor PER-20/PJ/2013, ada aturan mengenai peringanan beban kewajiban untuk para wanita yang telah menikah. Istri bisa menggunakan NPWP suami dalam urusan administrasi perpajakan sehingga tidak dibebankan pajak sendiri.
Ada pula pasal 8 UU PPh Nomor 36 Tahun 2008 yang menyebut kalau penghasilan atau kerugian dari anggota keluarga digabung maupun sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak. Pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga (suami). Ini berarti uang yang dihasilkan istri akan dianggap sebagai penghasilan suami sehingga dikenai pajak bersama.
Tak hanya itu, dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 74/2011 juga mengatur tentang tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan. Ada pun bunyi pasal 3, 4, 5, dan 6, yang mengatur tentang wanita menikah dalam membayar pajak:
(Pasal 3) Wanita kawin yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan:
a. tidak hidup terpisah; atau
b. tidak melakukan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta secara tertulis,
hak dan kewajiban perpajakannya digabungkan dengan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan suaminya.
(Pasal 4) Wanita kawin sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami harus mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
(Pasal 5) Dalam hal wanita kawin yang ingin melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah memiliki NPWP sebelum kawin, tidak perlu mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.
(Pasal 6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran dan pemberian NPWP bagi wanita kawin diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.