Berpuasa pada hari Natal secara khusus hukumnya makruh dalam Islam. Hal ini merujuk pada larangan meniru kebiasaan atau tradisi umat lain. Jika puasa dilakukan tanpa alasan syar'i, misalnya untuk mengagungkan hari Natal, maka hukumnya tidak dianjurkan.
Namun, apabila puasa tersebut adalah bagian dari kebiasaan puasa sunnah rutin seperti puasa Daud atau Senin-Kamis, yang kebetulan bertepatan dengan Natal, maka tidak ada larangan untuk melakukannya.
Pendapat ini dijelaskan oleh Al-Kasani dalam kitabnya Bada'i Shana'i:
يكره صوم يوم السبت بانفراده, لانه تشبه باليهود, وكذا صوم يوم النيروز, والمهرجان, لانه تشبه بالمجوس, وكذا صوم الصمت وهو ان يمسك عن الطعام, والكلام جميعا, لان النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن ذلك، ولانه تشبه بالمجوس
"Makruh berpuasa pada hari Sabtu secara khusus, karena menyerupai kebiasaan Yahudi. Begitu pula puasa di hari Nairuz atau Mihrajan (hari raya orang Majusi), karena menyerupai tradisi mereka. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga melarang puasa dalam bentuk tidak makan dan tidak bicara sekaligus, karena hal itu menyerupai tradisi Majusi." (Bada'i Shana'i, 2:217).