Legislasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Dinilai dalam Ancaman

Hal ini diungkap oleh Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual

26 November 2021

Legislasi RUU Tindak Pidana Kekerasan Dinilai dalam Ancaman
Freepik.com

Menandai kampanye 16 Hari Perempuan tanpa Kekerasan per Kamis 25 November 2021, Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual kembali mengingatkan pentingnya Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).

Dalam webinar bertajuk 'Proses Legislasi RUU TPKS Dalam Ancaman', Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual mengungkapkan bahwa Rancangan Undang-undang Tindak Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang saat ini dibahas Panitia Kerja (Panja) RUU PKS Badan Legislasi DPR RI dalam titik potensi pergeseran serius dari tujuan diusulkannya RUU, pada Rabu (24/11/2021).

Selain itu, mereka juga menyampaikan empat tuntutan terkait RUU TPKS yang sampai saat ini masih dibahas di Panitia Kerja (Panja) RUU PKS Badan Legislasi DPR RI.

Lebih lengkapnya, berikut Popmama.com rangkumkan informasinya di bawah ini.

1. Menurut Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual, proses legislasi RUU TPKS dalam titik pergeseran serius dari awal diusulkannya

1. Menurut Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual, proses legislasi RUU TPKS dalam titik pergeseran serius dari awal diusulkannya
Freepik.com

Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual mengungkapkan RUU TPKS yang saat ini dibahas Panitia Kerja (Panja) RUU PKS Badan Legislasi DPR RI berada dalam titik potensi pergeseran serius dari tujuan diusulkannya RUU.

Mereka memberikan tuntutan agar DPR mengamankan RUU TPKS agar tetap pada tujuan dan maksud semula. Fokus pada isu kekerasan seksual, dan bukan isu lain di luar konteks kekerasan seksual, seperti isu seks bebas atau isu asusila.

Selanjutnya, mereka juga menuntut agar ada upaya menghindari potensi kriminalisasi terhadap korban dengan menutup upaya-upaya pihak tertentu yang berambisi mencampuradukkan isu zina dan sejenisnya dengan kekerasan seksual.

Editors' Pick

2. Diketahui, beberapa anggota dari fraksi PKS, PPP, PAN, dan Gerindra mengusulkan perubahan judul RUU

2. Diketahui, beberapa anggota dari fraksi PKS, PPP, PAN, Gerindra mengusulkan perubahan judul RUU
Freepik.com

Sebelumnya, dalam Rapat-Rapat Panja, seperti pada 1 November 2021, beberapa anggota dari fraksi PKS, PPP, PAN dan Gerindra mengusulkan perubahan judul RUU, yakni mengeluarkan/menghilangkan kata “kekerasan” dari judul semula sehingga menjadi “RUU Tindak Pidana Seksual”. 

Pasalnya, RUU ini dikehendaki bisa menjangkau (mempidanakan) hubungan seksual yang bersifat amoral/asusila seperti zina, hubungan seksual yang dianggap menyimpang, atau seks bebas.

Keinginan sejumlah pihak ini semakin menguat dengan narasi-narasi dukungan yang masif disebarluaskan terkait penolakan terhadap Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Permendikbud PPKS). 

Para penolak menganggap Permendikbud melegalkan kebebasan seks di kampus dengan dalih adanya frasa “tanpa persetujuan korban” dalam bentuk-bentuk kekerasan seksual yang dilarang. 

"Mereka berdalih Permendikbud harusnya melarang zina atau aktivitas seksual yang dilakukan dengan persetujuan atau suka sama suka," kata Ratna Batara Munti, dari Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual.

3. Dijelaskan, kehendak para pihak yang memaksakan isu perzinahan dan sejenisnya masuk ke dalam RUU TPKS ini memperlihatkan kegagalan dalam memahami isu kekerasan seksual

3. Dijelaskan, kehendak para pihak memaksakan isu perzinahan sejenis masuk ke dalam RUU TPKS ini memperlihatkan kegagalan dalam memahami isu kekerasan seksual
Freepik.com

Ratna juga menuturkan, "kehendak para pihak yang memaksakan isu perzinahan dan sejenisnya masuk ke dalam RUU TPKS memperlihatkan kegagalan dalam memahami isu kekerasan seksual," ungkapnya.

Upaya ini lebih jauh akan mengaburkan bahkan menggagalkan maksud dan tujuan disusunnya RUU TPKS sejak awal, yakni sebagai aturan khusus yang merespons permasalahan terkait kekerasan seksual dan menjadi payung hukum perlindungan bagi korban.

Di sisi lain, mencampuradukkan pengaturan soal zina dalam aturan terkait kekerasan seksual (RUU TPKS) berpotensi menguatkan stigma bahkan kriminalisasi bagi korban kekerasan seksual, terutama ketika korban gagal membuktikan kasusnya maka ia akan terancam sebagai pelaku zina (reviktimisasi). 

4. Melihat dinamika dan perkembangan terkait RUU TPKS, Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual menyampaikan sikap kepada DPR, sebagai berikut:

4. Melihat dinamika perkembangan terkait RUU TPKS, Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual menyampaikan sikap kepada DPR, sebagai berikut
Dok. Konferensi Pers "Proses Legislasi RUU TPKS dalam Ancaman"

Melihat dinamika dan perkembangan terkait RUU TPKS di atas, Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual menyampaikan sikap kepada DPR, khususnya Panja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, untuk:  

  1. Mempertahankan judul RUU saat ini, yakni RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS)
  2. Menjaga dan mengamankan RUU TPKS agar tetap pada tujuan dan maksud disusunnya RUU ini, yakni sebagai aturan khusus yang berfokus pada isu kekerasan seksual, dan bukan isu lain di luar konteks kekerasan seksual, seperti isu seks bebas atau isu asusila
  3. Menghindarkan potensi kriminalisasi terhadap korban dengan menutup upayaupaya pihak tertentu yang berambisi mencampuradukkan isu zina dan sejenisnya dengan kekerasan seksual
  4. Tidak hanya menitikberatkan RUU ini pada pencegahan, tetapi juga menguatkan substansi RUU TPKS di semua aspeknya, khususnya pemidanaan, penanganan, dan layanan terpadu untuk pemulihan korban, sehingga RUU TPKS bisa diimplementasikan sesuai dengan harapan dan tujuan penyusunan.

Itulah informasi lengkapnya terkait proses legislasi RUU Tindak Pidana Kekerasan yang dinilai dalam ancaman oleh Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual.

Baca juga:

The Latest