Femisida Terus Muncul, Komnas Perempuan Tunggu RUU TPKS Disahkan

Femisida merupakan puncak kekerasan terhadap perempuan yang menyebabkan kematian

7 Desember 2021

Femisida Terus Muncul, Komnas Perempuan Tunggu RUU TPKS Disahkan
Pexels/Anete Lusina

Laporan kasus kekerasan yang diterima Komnas Perempuan dari Januari hingga Oktober 2021 mencapai 4.500 kasus. Laporan ini diketahui lebih banyak dari tahun 2020. Laporan yang masuk pun beragam, mulai dari kekerasan seksual, kekerasan dalam pacaran maupun kekerasan dalam rumah tangga. 

Kasus kekerasan pada perempuan menjadi lebih parah dengan adanya laporan yang termasuk dalam kategori femisida seperti yang baru-baru ini dialami oleh NWR. Kasus viral mahasiswi yang bunuh diri dan meninggal di samping makam sang Papa karena mendapat perlakuan kasar dari sang pacar di dalam hubungannya. 

Komnas Perempuan mendorong RUU TPKS untuk bisa disahkan demi meminimalisir kasus kekerasan dan melindungi para korban.

Hingga saat ini, ada beberapa upaya yang dilakukan Komnas Perempuan sambil menunggu RUU TPKS disahkan. Ingin tahu informasi selengkapnya? Berikut Popmama.com rangkum di bawah ini. 

1. Mengenal femisida pada kekerasan terhadap perempuan

1. Mengenal femisida kekerasan terhadap perempuan
Pexels/Karolina Grabowska

Femisida merupakan puncak kekerasan terhadap perempuan yang menyebabkan kematian, atau kematian yang disebabkan karena berbagai bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan. 

Femisida mungkin istilah yang masih baru di Indonesia, namun bukan berarti kasus yang mengarah pada femisida tidak ada.

Dalam laporan yang diterima Komnas Perempuan, tentu beberapa ada yang merujuk pada femisida. Korban yang mengalami kekerasan hingga meninggal dikatakan femisida tidak langsung. 

Bahkan mungkin bisa terjadi bunuh diri yang dilakukan para korban kekerasan karena tidak tahannya dengan perlakuan dari pelaku hingga hal tersebut mengganggu psikisnya.

Editors' Pick

2. Mendorong konsep sistem peradilan pidana terpadu diterapkan di banyak tempat di Indonesia

2. Mendorong konsep sistem peradilan pidana terpadu diterapkan banyak tempat Indonesia
Freepik

Komnas Perempuan sejak tahun 2000 hingga saat ini terus mendorong supaya konsep sistem peradilan pidana terpadu penanganan kasus kekerasan pada perempuan dapat diterapkan di banyak tempat di Indonesia.

Mengapa hal tersebut penting? Menurut Theresia Iswarini selaku Anggota Komisi Paripurna Komnas Perempuan mengatakan bahwa SPPT PKKTP mengawinkan dua entitas besar yang diharapkan bisa bekerjasama.

"SPPT PKKTP ini mengawinkan dua entitas besar, yaitu aparat penegak hukum, mulai dari kepolisian, kejaksaan sampai dengan pengadilan dengan lembaga-lembaga yang terkait dengan pemulihan, kementrian lembaga ataupun lembaga dinas di daerah-daerah," ucapnya pada siaran pers 'Darurat Kekerasan Seksual: Bom Waktu Keterbatan Layanan Pendampingan Korban di Tengah Lonjakan Pengaduan Kasus Kekerasan Seksual' pada Senin, (6/12/2021). 

Jika kedua entitas besar ini dapat bekerjasama dengan baik, maka kasus-kasus kekerasan pada perempuan bisa direspon dengan cepat, bahkan dikoordinasikan pemulihannya mengingat korban pastinya mengalami trauma.

"Dan apabila dua entitas besar ini bekerja bersama, bahwa kasus- kasus kekerasan pada perempuan itu dapat direspon dengan segera, dikoordinasikan pemulihannya. Karena kami yakin saat kekerasan terjadi, korban dalam situasi syok dan trauma," lanjutnya. 

3. Pembenahan secara internal

3. Pembenahan secara internal
Pexels/Musa Artful

Selain itu, meskipun Komnas Perempuan bukanlah lembaga yang mendampingi korban kekerasan secara langsung dengan satu persatu, namun Komnas Perempuan terus mengupayakan yang terbaik. 

Pembenahan secara internal dilakukan untuk mempercepat proses menyikapi kasus-kasus yang diadukan pada komnas Perempuan.

Komnas Perempuan paham bagaimana tingginya harapan masyarakat pada mereka untuk bisa membantu menangani dan mendapingi para korban kekerasan. Sehingga perhatian serta dukungan juga menjadi salah satu yang harus diberikan pada korban. 

Serta ada juga beberapa hal yang sudah dilakukan, yaitu dengan mengembangkan sistem pemulihan bersama dengan masyarakat sipil maupun lembaga-lembaga layanan yang bergerak bersama dalam sebuah konsep sistem peradilan pidana terpadu.

4. Memastikan APH dapat langsung berkordinasi untuk membantu pemulihan korban

4. Memastikan APH dapat langsung berkordinasi membantu pemulihan korban
Pixabay/geralt

Dalam menangani kasus kekerasan pada perempuan, tentu Komnas Perempuan tidak bisa bergerak sendiri, pihaknya terus memastikan agar Aparat Penegak Hukum (APH) dapat berkoordinasi untuk membantu pemulihan korban. 

Theresia mengatakan bahwa terkadang di beberapa tempat, kepolisian bekerja dan bergerak sendiri untuk menangani kasus kekerasan pada perempuan. 

"Memastikan APH dapat langsung berkordinasi untuk membantu pemulihan korban. Di banyak tempat di Indonesia, kadang-kadang kepolisian bekerja sendiri," tuturnya. 

Korban yang mengalami syok saat diminta laporan oleh pihak kepolisian lalu tidak bisa memberikan laporan yang jelas akibat dari trauma, di situlah sebenarnya pihak kepolisian bisa meminta bantuan lembaga-lembaga layanan atau yang berbasis komunitas. 

Setidaknya lembaga layanan tersebut mengerti bagaimana caranya menenangkan korban serta mendampingi hingga trauma korban pelan-pelan bisa sembuh dan memberi keterangan yang tepat. 

"Ketika mereka menerima laporan, dan berhadapan dengan korban yang trauma yang syok serta tidak bisa memberikan keterangan, pada saat itu pula sebenarnya kepolisian dapat meminta bantuan lembaga-lembaga layanan. Di 2TP2A ataupun lembaga-lembaga layanan berbasis komunitas. 

5. Memastikan agar pemulihan berkelanjutan

5. Memastikan agar pemulihan berkelanjutan
Pexels/RODNAE Production

Korban kekerasan pada perempuan tidak bisa dipungkiri bahwa mereka mengalami syok dan trauma yang berkelanjutan. Psikis mereka terganggu hingga membutuhkan pendamping ahli. 

Mereka yang menjadi korban berhak mendapat perlindungan serta keadilan. Komnas Perempuan memastikan agar pemulihan terhadap korban masih terus berkelanjutan.

Tidak hanya di tingkat kepolisian, tapi juga penuntutan pengadilan sampai dengan pelaksanaan pemutusan. Memang ini tidak mudah, karena situasi dan kondisi yang dihadapi di setiap wilayah berbeda-beda.

Komnas Perempuan mengakui hal ini tidak mudah, namun pihaknya tetap yakin dan berupaya memastikan dua entitas bisa bekerjasama supaya keadilan ditegakan bagi pelaku, serta perlindungan bagi korban. 

"Ditambah lagi dengan dinamika politik antar entitas yang tidak sama. Tapi kami yakin bahwa upaya untuk memastikan 2 entitas ini bisa bekerjasama, itu menjadi sesuatu yang penting," ucap Theresia

Demikian informasi mengenai femisida yang banyak terjadi di kasus kekerasan pada perempuan, serta upaya yang dilakukan Komnas Perempuan sambil menunggu disahkannya RUU TPKS.

Baca juga: 

The Latest